Terkait Kekosongan Jabatan Sekda Kab. Bekasi, Ini Kata Pendiri Lsm Jeko
KAB. BEKASI – Teka teki dibalik 3 (tiga) nama calon Sekda (Sekretaris Daerah) Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bekasi yang hasil seleksinya sudah final dan tidak dipilih oleh Bupati ternyata menimbulkan aroma tak sedap. Hal itu tercium dari adanya surat Bupati yang ditujukan ke KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) dimana inti surat itu adalah menolak surat hasil rekomendasi Ketua Panitia Seleksi Nomor : 800/04-Pansel. JPTPS/2021.
“Informasi terkait penolakan itu, betul adanya. Untuk jelasnya coba tanya dan konfirmasi langsung ke KASN” kata Dewan Pendiri Jendela Komunikasi yang sehari harinya dipanggil nama Bob kepada berantasnews Jumat (15/07).
Menurutnya apa yang menjadi dasar penolakan itu yang harus diketahui publik.
Bagaimana roda pemerintahan dan keuanganya bisa berjalan efektif jika “Jenderal” nya Pegawai Negeri yakni Sekda hanya dijabat oleh seorang Pelaksana Harian (PLH).
Dimana kita ketahui, kata Bob. Bahwa jabatan PLH memiliki kewenangan yang terbatas dan ada masa berlakunya yakni 14 hari dan bisa diperpanjang.
Harusnya, stakeholder dan komponen yang lainnya satu suara yakni mendahulukan posisi “jenderal” itu. Ibarat pertempuran atau perang, kondisi di pemerintahan daerah itu sedang terjadi. Untuk itu dibutuhkan seorang “jenderal” dalam melakukan komando, tuturnya.
Disinggung bocoran yang paling mendasar penolakan Bupati terhadap 3 nama calon Sekda itu. “Waduuuh, kalau diceritakan panjang dan tidak etis, apalagi beliau sudah almarhum,” ucap Bob.
Namun demikian, kata Bob tidak menutup kemungkinan potensi “Hidden Agenda menjadi Sharing Power ” akan terjadi. Alasannya, sudah bukan menjadi rahasia lagi, dimana pegawai negeri yang ada dalam pemerintahan itu ada dua jalur yakni jalur umum dan jalur APDN atau IPDN.
Coba lihat dan perhatikan, konsideran radiogram dari Kemendagri dan Gubernur, tanggal 12 Juli 2021. Disitu sangat jelas regulasi serta maksud dan tujuan, inti surat itu.
Pertanyaan, jika dalam waktu dekat ini, lembaga wakil rakyat di Kabupaten Bekasi itu melaksanakan amanat Undang Undang Nomor 24 tahun 2014 khususnya dalam Pasal 79 ayat 1. Maka secara hukum sah terjadi kekosongan pemerintahan dan ini yang dimaksud Hidden Angenda menjadi Sharing Power” kata Bob.
Untuk itu, tandas Dewan Pendiri Jendela Komunikasi. Harusnya stakeholder dan komponen lainnya menyoal dan mendesak secepatnya di isi kursi “jenderal” pegawai negeri itu yang statusnya pelaksana tugas (Plt) atau yang sangat mungkin Penjabat (Pj).
“Alasannya, untuk menjamin jalannya roda pemerintahan serta mengingat Bupati dan/atau wakil Bupati Bekasi terjadi kekosongan dan sampai saat ini belum ada petunjuk resmi secara hukum, maka Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 2018 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 91 tahun 2019 dapat digunakan menjadi dasar hukum hal itu” terangnya.
Namun, kata Bob perlu dicermati. Siapa pun yang menjadi PENJABAT SEKDA belum tentu bisa untuk mengisi kekosongan kursi Bupati, kecuali Sekda defenitif. Dan satu hal lagi, jika nanti ada pejabat defenitif Sekda, maka ketika terjadi penunjukan PJ Bupati pun, lembaga wakil rakyat hanya cukup mengetahui, sebab hal itu domainnya Eksekutif, tutupnya. (sr/bd)