Majelis Pemuda Islam Indonesia Desak Pemerintah Bubarkan HTI
Jalarta – Majelis Pemuda Islam Indonesia yang merupakan organisasi kepemudaan yang berafiliasi dengan Majelis Ulama Indonesia mendesak agar Hizbut Tahrir Indonesia segera dibubarkan. Alasannya selain bertentangan dengan Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, HTI juga bertolak belakang dengan pemahaman Islam Ahlussunah wal Jama’ah yang dianut oleh mayoritas Umat Islam Indonesia. kalau sudah bertentangan dengan prinsip kebangsaan dan keislaman, tidak ada pilihan lain kecuali organisasi dibubarkan. Redaksi menerima rilis resmi dari Pengurus Pusat Majelis Pemuda Islam Indonesia yang memuat argumentasi yang cukup kuat dan tegas terkait tuntutannya pembubaran HTI di Indonesia. Berikut adalah argumentasi, dalil dan pandangannya.
Praktik dan perilaku HTI bertentangan dengan UU Ormas. Dalam UU Ormas disebutkan, dasar suatu Ormas adalah tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Meskipun HTI berazaskan Islam, itu memang tidak bertentangan dengan Pancasila. Namun, melihat praktik di lapangan dan orientasi gerakannya, HTI jelas-jelas melakukan provokasi, agitasi, dan konsolidasi eksistensi Khilafah Islamiyah. Alasan inilah yang bertentangan dengan Pancasila sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Khilafah ala HTI adalah bentuk makar terhadap eksistensi Pancasila dan NKRI.
HTI anti Demokrasi. Dalam paham HTI, sebuah negara wajib hukumnya agar berdasar dan menjalankan Akidah Islamiyah. Jangankan konsep negara demokrasi, bentuk negara republik Islam pun terlarang dalam paham gerakan HTI. Karena, demokrasi, republik, ataupun nasionalisme, bagi HTI tidak berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah. Bagi HTI, hanya bentuk Khilafah Islamiyah lah yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
HTI memperjuangkan dan mempropagandakan bentuk negara dalam negara. Hal ini sebagai konsekwensi logis dari doktrin politik HTI dalam kitab Muqaddimah Ad-Dustur karya Taqiyyudin An-Nabhani, tokoh panutan HTI yang menyebutkan, bahwa peran agama (Akidah Islamiyah) bagi Khilafah Islamiyah adalah sebagai dasar negara dan sumber hukum penyelenggaraan negara. Ini namanya teokrasi. Hal ini jelas bertentangan dengan kesepakatan pendirian NKRI oleh Founding Fathers yang menyepakati bahwa Indonesia adalah berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan negara Agama (teokrasi) apalagi sekuler.
HTI bertentangan dengan sunnah Rasulullah saw dalam manajemen pemerintahan. Rasulullah Muhammad saw sebagai pembawa Risalah Islamiyah, tidak pernah mencontohkan bentuk Negara Islam. Yang dicontohkan Rasulullah saw adalah justru yang dipraktikkan oleh NKRI berdasarkan Pancasila di Indonesia ini. Nabi tidak mencontohkan negara kerajaan (khilafah), bukan pula negara agama. Nabi justru mencontohkan bagaimana Piagam Madinah menjadi acuan dan pedoman kesepakatan bersama antar agama dan suku di Hijaz untuk hidup bersama, rukun bersama, dan aman bersama. Oleh karenanya, Rasulullah saw menyatakan bahwa bentuk negara adalah wilayah ijtihadiyah, bukan qath’iyah. Negara Kesepakatan. Itulah yang disunnahkan oleh Nabi. NKRI berdasarkan Pancasila sudah sesuai dengan Sunnah Rasul, maka NKRI sudah islami. Tidak butuh tafsir khilafah sebagaimana yang diagitasikan oleh HTI.
HTI mudah mengumbar takfir dan tadznib kepada pihak yang berbeda dengan pahamnya. Salah satu hal krusial adalah HTI menganggap siapa saja orang Islam yang menjalankan hukum selain hukum Allah (Qur’an dan Sunnah) sebagai pendosa dan bisa menjadi kafir. Hal ini sama saja mengkonfrontasikan antara Qur’an dan sunnah dengan UUD 1945 dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Seolah-olah hukum yang berlaku di Indonesia bertentangan dengan Qur’an dan Sunnah. Doktrin konfrontatif model HTI ini hanyalah fitnah keji terhadap niat suci founding fathers NKRI yang telah bersepakat bahwa agama menjadi inspirasi dan sumber nilai aturan hukum Indonesia. Semua perangkat syariat Islam pun telah dengan begitu damai berjalan di Indonesia. Ada UU Zakat, UU Haji, UU Perkawinan, UU Wakaf. Doktrin HTI tersebut sangat berbahaya bagi masa depan kedaulatan hukum nasional. Karena antara Pancasila, NKRI, dan Islam tidaklah bertentangan dan tidak bisa terus-menerus dipertentangkan. Islam, Pancasila, dan NKRI adalah senafas, saling membutuhkan untuk mewujudkan Indonesia yang maju, damai, sejahtera dan aman sebagaimana dititahkan oleh QS. Al-Quraisy, “…maka sembahlah Tuhan rumah ini (Ka’bah), Yang telah mengentaskan kalian dari kelaparan, dan yang telah memberikan rasa aman untuk kalian dari ketakutan”. Itulah tujuan bernegara dalam Islam yang telah begitu baik dipraktikkan oleh segenap anak bangsa. Bukan lagi berjalan mundur untuk membatalkan NKRI dengan model bentuk negara yang tidak membawa maslahat bagi NKRI.
Hizbut Tahrir sebagai organisasi transnasional sudah dilarang di berbagai negara. Bahkan di Arab Saudi sekalipun. Ada yang beralasan Hizbut Tahrir sebagai kelompok teroris, anti demokrasi, perusak ketertiban umum. Bagi Indonesia, sudah cukup HTI diberi kesempatan untuk tumbuh sebagai konsekwensi negara demokrasi. Namun, kebebasan di Indonesia dibatasi oleh norma hukum yang berlaku (margin of appreciation) sebagaimana diatur di pasal 28 J UUD 1945. Maka, Majelis Pemuda Islam Indonesia mendukung negara untuk membubarkan HTI dan ormas-ormas lainnya yang bertentangan dengan Empat Komitmen Kebangsaan (Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945) demi kemaslahatan umat dan bangsa Indonesia. ( Sri S )