UPAYA KEMENTERIAN PERTANIAN DONGKRAK POPULASI SAPI AGAR PETERNAK SEJAHTERA
Jakarta – (23/05/2017), Menanggapi pemberitaan yang ada di media terkait dengan kendala yang dihadapi oleh peternak dan pelaku usaha peternakan sapi lokal di Indonesia saat ini yaitu adanya penurunan permintaan daging sapi lokal di pasar-pasar tradisional, dan turunnya harga jual daging sapi hidup, bahkan dibawah ongkos produksi. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menyampaikan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir terhadap ketersediaan (pasokan) dan stabilitas harga daging sapi, karena Pemerintah tetap konsisten memprioritaskan keberadaan ternak lokal untuk pemenuhan daging sapi dalam negeri.
Saat ini pemerintah didukung pemangku kepentingan lainnya sedang melakukan upaya mencapai kedaulatan pangan sebagai bagian integral dari kedaulatan nasional. Hal ini dilatarbelakangi fakta bahwa pangan, termasuk didalamnya produk pangan asal ternak merupakan kebutuhan dasar warga negara yang harus dijamin ketersediaannya oleh pemerintah. Berdasarkan data dari BPS, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Population Fund, penduduk Indonesia tahun 2016 diperkirakan sebanyak 261,9 juta jiwa dan pada tahun 2035 diproyeksikan mengalami peningkatan menjadi 305,7 juta jiwa. Akibat meningkatnya jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat tentunya akan berdampak terhadap meningkatnya permintaan protein hewani, terutama daging sapi.
Sebagaimana diketahui bahwa ketersediaan produksi daging sapi lokal tahun 2017 belum mencukupi kebutuhan nasional. Berdasarkan prognosa produksi daging sapi di dalam negeri tahun 2017 sebesar 354.770 ton, sedangkan perkiraan kebutuhan daging sapi di dalam negeri tahun 2017 sebesar 604.968 ton, sehingga untuk memenuhi kekurangannya dipenuhi dengan impor, baik dalam bentuk impor sapi bakalan maupun daging.
Kontroversi yang terjadi di masyarakat, lebih dikarenakan pada harga jual daging kerbau ex impor yang jauh lebih murah dari harga daging sapi lokal, sehingga dihawatirkan oleh akan mengurangi permintaan daging sapi lokal. Untuk itu, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menegaskan bahwa Pemasukan daging kerbau ke Indonesia melalui penugasan dari Pemerintah kepada BULOG, bertujuan bukan untuk mengguncang harga daging sapi, tetapi untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang belum bisa menjangkau harga daging sapi agar ada alternatif bagi mereka untuk menjangkaunya.
Pemerintah juga berharap dengan adanya impor tersebut dapat untuk memenuhi kebutuhan, sementara sapi-sapi milik peternak dapat berkembangbiak dengan baik, terutama untuk menghindari pengurasan sapi lokal karena meningkatnya permintaan, sehingga menyebabkan adanya pemotongan sapi betina produktif. Selain itu, distribusi daging kerbau ex-impor juga diprioritaskan hanya untuk daerah-daerah sentra konsumen dan dapat diedarkan ke daerah lain sepanjang tidak ada penolakan dari Pemerintah Daerah setempat, yang diharapkan tidak menganggu daging sapi lokal. Sedangkan, daging sapi lokal memiliki pangsa pasar tersendiri terkait dengan kebiasaan/budaya masyarakat untuk mengkonsumsinya karena keunggulan cita rasa yang dimilki dan kualitas yang dapat disetarakan dengan pangan organik. Hal ini karena pola pemeliharaan dan pemberian pakan sapi lokal masih mengandalkan pakan hijauan.
Berdasarkan informasi perkembangan harga yang dihimpun oleh Petugas Informasi Pasar (PIP) utamanya di daerah sentra produsen, yaitu 9 Provinsi (Sumatera Barat, Lampungt, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan), pada bulan Februari-Maret 2017 harga sapi per berat hidup di tingkat peternak terkoreksi rata-rata masih mengalami peningkatan 0,05%. Selain itu, dengan diglontornya daging kerbau ex-impor, harga daging sapi segar tetap bertahan dikisaran 110-120 rb per kg. Harga tersebut dianggap masih wajar dan tetap memberikan keuntungan bagi para peternak sapi lokal. Sebagaimana diketahui bahwa daging sapi lokal harganya lebih tinggi karena pola pemeliharaan (jumlah ternak, pakan, skala usaha, dan lain-lain) yang belum optimal dan belum berorientasi bisnis, sehingga biaya produksi belum efisien.
Mencermati kondisi industri peternakan Indonesia ke depan, terutama terkait dengan usaha peternakan sapi potong, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyampaikan, saat ini industri sapi dan daging sapi masih lebih berkembang ke arah hilir terutama ke bisnis penggemukan dan impor daging. Secara umum memang Indonesia masih mengandalkan pasokan impor untuk menutupi kebutuhan daging sapi di kota-kota besar terutama untuk wilayah Jabodetabek. Dalam rangka pengendalian harga daging sapi, pemerintah juga akan tetap melakukan diversifikasi negara asal impor untuk menjamin ketersediaan daging di pasar.
Namun demikian, Pemerintah berkeinginan untuk mendorong industri peternakan sapi dan kerbau lebih ke arah hulu, yaitu ke arah perbibitan dan pengembangbiakan. Dalam jangka pendek pemerintah memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan di tingkat peternak melalui kegiatan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab). Sedangkan dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah akan memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan melalui keberadaan Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari dan Balai Inseminasi Buatan Lembang serta 8 Balai Perbibitan Ternak Unggul (BPTU) untuk menghasilkan benih dan bibit unggul berkualitas.
Produksi daging sapi dalam negeri saat ini ditunjang oleh dukungan usaha peternakan domestik yang sebagian besar adalah usaha peternakan rakyat. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sangat mengapresiasi usaha-usaha yang telah dilakukan oleh peternak di Indonesia. “Meskipun produksi daging sapi di dalam negeri masih belum mencukupi, tapi kerja keras dan kesungguhan para peternak akan menggeliatkan populasi sapi di Indonesia sangat kita apresiasi. Kedepannya diharapkan dalam usaha peternakan sapi di Indonesia akan berorientasi profit selain untuk kesejahteraan, tetapi juga mendukung cita-cita Indonesia sebagai lumbung pangan dunia” ujar Fini Murfiani.
Saat ini, untuk mempercepat peningkatan populasi di tingkat peternak, Kementan telah melakukan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) dengan target 4 juta ekor akseptor dan 3 juta ekor sapi bunting pada tahun 2017. Sesuai dengan Permentan Nomor 48 Tahun 2016, pemerintah melalui kegiatan Upsus Siwab akan melakukan perbaikan sistem manajemen reproduksi pada sapi milik peternak dengan melakukan pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi, pelayanan IB (Inseminasi Buatan) dan kawin alam, pemenuhan semen beku dan N2 cair, pengendalian pemotongan sapi betina produktif dan pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat.
Pemerintah berharap melalui kegiatan IB akan terjadi penyebaran bibit unggul ternak sapi dengan biaya yang murah, mudah dan cepat, serta diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para peternak karena adanya kelahiran pedet nantinya. Lebih lanjut disampaikan, kegiatan IB merupakan salah satu upaya penerapan teknologi tepat guna yang menjadi pilihan utama untuk peningkatan populasi dan mutu genetik sapi.
Upaya lain yang dilakukan pemerintah dalam rangka percepatan peningkatan populasi sapi adalah melalui implementasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2016 Tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar Ke Dalam Wilayah Negara Republik. Dalam regulasi tersebut, diwajibkan importir sapi bakalan untuk juga memasukkan sapi indukan dengan rasio 20% bagi pelaku usaha dan 10% bagi Koperasi Peternak dan Kelompok Peternak.
Sedangkan dalam rangka penguatan skala ekonomi dan kelembagaan peternak, pemerintah mengupayakan serangkaian kebijakan seperti: a). Mendorong pola pemeliharaan sapi dari perorangan ke arah kelompok dengan pola perkandangan koloni sehingga memenuhi skala ekonomi; b). Pendampingan kepada peternak oleh SMD WP (Sarjana Membangun Desa Wirausahawan Pendamping), Petugas THL (tenaga Harian Lepas) dan Manager SPR (Sentra Peternakan Rakyat); c). Pengembangan pola integrasi ternak tanaman, misalnya integrasi sapi-sawit; d). Pengembangan padang penggembalaan: optimalisasi lahan ex-tambang dan kawasan padang penggembalaan di Indonesia Timur; e) Fasilitasi Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS).
Lebih lanjut Dirjen PKH menyampaikan bahwa selain terus meningkatkan populasi sapi di tingkat peternak, kinerja UPT perbibitan juga terus ditingkatkan untuk dapat menghasilkan lebih banyak bibit-bibit sapi unggul. Seperti halnya Meksiko yang saat ini telah berkembang menjadi negara pengekspor sapi, dari sebelumnya importir; melalui penguatan UPT perbibitan di negaranya. “Kedepan bagaimana peternak kita bisa mendapatkan bibit yang bersertifikat dengan harga yang terjangkau, itu yang kita harapkan” ungkap Dirjen PKH.
Selain itu Dirjen PKH mengajak para peternak untuk dapat memanfaatkan bantuan premi asuransi yang sudah diluncurkan pemerintah sejak tahun 2016, adanya asuransi ternak sapi diharapkan dapat menjamin keberlangsungan usaha dan memungkinkan sapi dapat digunakan sebagai agunan bila memerlukan pinjaman uang untuk modal. ( dino’s)