Presiden Jokowi Memberikan Berbagai Kemudahan Kepada Sejumlah Sektor Usaha dan masyarakat yang Terkena Dampak dari Wabah Virus Corona
Jakarta – Kemudahan ini diberikan Kepala Negara setelah mendengar berbagai keluhan dari kalangan pelaku usaha, mulai dari pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hingga tukang ojek dan supir taksi.
Sebelumnya, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah memberikan kelonggaran kepada debitur perbankan.
“Keluhan yang saya dengar dari tukang ojek, supir taksi, yang sedang memiliki kredit motor atau mobil atau nelayan yang sedang memiliki kredit,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Istana Merdeka, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/3/2020).
Bagi paran tukang ojek, sopir taksi, maupun nelayan yang saat ini memiliki cicilan kredit, Jokowi mengatakan, diputuskan bahwa pembayaran bunga atau angsuran akan diberikan kelonggaran selama 1 tahun ke depan.
“Sampaikan ke mereka tidak perlu khawatir karena pembayaran bunga atau angsuran diberikan kelonggaran selama 1 tahun,” kata Jokowi.
UMKM
Adapun khusus pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM), Presiden mengatakan bahwa OJK telah memberikan kelonggaran relaksasi kredit untuk nilai kredit di bawah Rp 10 miliar.
“Baik kredit perbankan maupun industri keuangan non bank, penundaan cicilan sampai satu tahun dan penurunan bunga.
Pada 19 Maret lalu, OJK juga sudah memberikan stimulus bagi perbankan Indonesia di tengah terjangan dampak virus corona terhadap perekonomian.
Stimulus yang diberikan berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit di industri perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan pemberian stimulus ini tertuang dalam Peraturan OJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease.
“Dengan terbitnya POJK ini maka pemberian stimulus untuk industri perbankan sudah berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021.
Perbankan diharapkan dapat proaktif dalam mengidentifikasi debitur-debiturnya yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dan segera menerapkan POJK stimulus dimaksud
Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit s.d Rp10 miliar.
Restrukturisasi dengan peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi.
Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa batasan plafon kredit.
Adapun kriteria debitur yang mendapatkan perlakuan khusus dalam POJK ini yakni debitur (termasuk debitur UMKM) yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID-19, baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi.
Beberapa sektor ekonomi yang disebutkan yakni pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.
Contoh kondisi debitur yang terkena dampak antara lain:
1. Debitur yang terkena dampak penutupan jalur transportasi dan pariwisata dari dan ke Tiongkok atau negara lain yang telah terdampak COVID-19 serta travel warning beberapa negara.
2. Debitur yang terkena dampak dari penurunan volume ekspor impor secara signifikan akibat keterkaitan rantai suplai dan perdagangan dengan Tiongkok ataupun negara lain yang telah terdampak COVID-19.
3. Debitur yang terkena dampak terhambatnya proyek pembangunan infrastruktur karena terhentinya pasokan bahan baku, tenaga kerja, dan mesin dari Tiongkok ataupun negara lain yang telah terdampak COVID-19.
Debt Collector Leasing Sementara Jangan Nagih Dulu!
Selain perbankan, OJK juga menegaskan fleksibilitas dalam perhitungan non performing loan (NPL) alias kredit bermasalah tak hanya berlaku di perbankan, tapi juga industri pembiayaan atau multifinance.
Dengan demikian, penagihan lewat debt collector multifinance atau leasing disetop untuk sementara.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso selain perbankan, fleksibilitas itu akan diterapkan juga di industri pembiayaan.
“Perluasan relaksasi dan fleksibilitas kredit ini, seperti tadi bapak Menko Perekonomian [Airlangga Hartarto] sudah sampaikan, akan kami perluas bukan hanya kredit perbankan tapi juga lembaga pembiayaan,” kata Wimboh (20/3).
“Tolong ini dilakukan hal sama. Jangan gunakan penagihan menggunakan debt collector. Setop dulu. Dan ini tentunya selama lanjutkan pembayaran pokok plus bunga ini gimana sektor ini bisa tetap bertahan. Itu garis besar bagaimana mendukung upaya pemerintah agar sektor usaha bertahan sambil menunggu bagaimana COVID-19 ini bisa selesai dampaknya dan diminimalisir,” jelas Wimboh.
“Ini sudah ada beberapa sektor langsung tapi juga sektor yang tidak langsung [berdampak]. Kebijakan kita di sektor keuangan untuk pengusaha ini bisa bertahan, Jangan sampai ambruk dan menimbulkan layoff.”
Secara rinci soal stimulus bagi multifinance ini, Wimboh menjelaskan rencana relaksasi kebijakan di perusahaan pembiayaan antara lain pertama, penundaan pembayaran untuk pembiayaan yang berkaitan dengan skema chanelling dan joint financing yang berkaitan dengan perbankan.
Kedua, metode executing antara perusahaan pembiayaan yang mendapat kredit dari perbankan, akan dilakukan dengan mekanisme restrukturisasi sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020.
Sebagai informasi, pola channeling adalah pemberian kredit dari bank pada penerima kredit (end user) lewat lembaga perantara (agency, dalam hal ini multifinance) menggunakan ketentuan bank, sementara joint financing adalah pembiayaan bersama antara bank dengan multifinance (agency) kepada penerima kredit (end user) lewat multifinance dengan porsi risiko yang disepakati antara bank dan multifinance.
Adapun executing adalah pemberian kredit dari bank kepada lembaga perantara (multifinance) yang bertanggung jawab menyalurkan pembiayaan ke end user, dan bertanggungjawab menagih kembali sesuai ketentuan multifinance.
Sumber CNBC INDONESIA.
( STR )