MENGENANG UYUT SULTAN HAMID II
Oleh Turiman Fachturahman Nur.
BN – Perjuangan Panjang Sultan Hamid II adalah perjuangan yang penuh pengorbanan, baik wilayah DIKB yang digabungkan ke NKRI dalam satu negara RIS, namun akhirnya DIKB “ditenggelamkan” sama dengan hasil karya Lambang Negara Elang Rajawali Garuda Pancasila, namun sejarah lebih khusus lagi sejarah hukum adalah record memory yang data datanya sudah terklarifikasi, terverifikasi, dan divalidasi serta falsifikasi, oleh para periset yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, apalagi riset dengan pendekatan sejarah hukum, yang mana pembuktiannya metodologinya harus dibuktikan dengan bukti bukti sezaman, itulah yang dilakukan oleh Institut Sultan Hamid II yang didalamnya kumpulan periset dan bersinergi dengan periset nasional dan internasional yang termeping dalam jurnal jurnal Ilmiah dan hasil riset yang dibukukan serta tersebar di media on line, silahkan telusuri awalnya google dari nol data ttg sejarah dan kiprah Sultan Hamid II dan penuh bertebaran, oleh penulis muda generasi mileneal yang kelak tidak “buta sejarah” dan tidak mau “dibutakan dengan sejarah bangsanya sendiri” sekalipun perjuangan Sultan Hamid II dalam mendukung kemerdekan dengan pengorbanan satu generasi kesultanan Pontianak serta kesultanan di Kalimantan Barat, dan tokoh tokoh Kalimantan Barat lintas etnis, 1944 yang jejak sejarahnya sudah diabadikan dengan tugu di Mandor, tetapi tugu di Pontianak dihancurkan oleh tangan tangan yang tidak bertanggung jawab yang tak paham bagaimana menghargai jejak sejarah daerah dan sejarah bangsanya, namun hampir 20 tahun generasi muda Kal Bar berjuang bagaikan menyusun kepingan kepingan sejarah “dilumpur” tetapi karena fakta sejarah itu tersimpan dengan rapi diberbagai institusi daerah, nasional dan bahkan Internasional sejak seratus tahun milad Sultan Hamid II dengan izin Allah dan niat untuk meluruskan fakta sejarah bangsa Indonesia dan daerahnya, karena Sultan Hamid II adalah tidak hanya tokoh daerah, tokoh bangsa dan tokoh internasional yang jejak fakta sejarah cepat atau lambat terkuak, walaupun difitnah, distigma, itu semua kami percaya campur tangan Allah SWT karena beliau putra sang wali Allah, Sultan Muhammad Alkadrie yang ditegaskan oleh bala tentara Jepang 1944 yang kemudian jasadnya ditemukan kembali 1946 atas titah Sultan Hamid II untuk mencari jejak ayahnya setelah kembali 1945 ke wilayah kal bar, yang diatas didirikan federasi Daerah Istimewa Kalimantan Barat 27 Mei 1947 yang atas Nasionalisme digabungkan ke Negara 17 Agustus 1945 dalam satu wadah RIS yang lambang negaranya ditetapkan oleh Kabinet RIS 11 Februari 1950 dan gambarnya disposisi Soekarno 20 Maret 1950 dan rancangan terakhirnya dilampirkan secara resmi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 Tentang Lambang negara berdasarkan pasal 6 dan yang akhirnya ditetapkan secara konstitusional dalam pasal 36A UUD Neg RI 1945 dan dijabarkan kedalam Undang Undang Nomor 24 Tahun 2009 mulai dari pasal 46 sd pasal 57, dan dokumennya tersimpan rapi sejak 18 Juli 1974 dan telah diakui oleh negara tahun 2016 dan diabadikan dalam sertifikat dari institusi negara sebagai benda cagar budaya peringkat nasional tahun 2018, juga repro file aslinya juga bisa dilihat di istana Kadriah Pontianak, dimana tempat dilahirkan sang perancang lambang negara RI, yang lambangnya tersemat di topi dan dibaju para pejabat negara dan dikertas berharga, masihkah kita tidak menghargai perjuangan Sultan Hamid II, pahlawan tentu seorang manusia yang ada khilafnya, tetapi dibandingkan khilafnya lebih besar perjuangannya kepada bangsanya itulah Sultan Hamid II pahlawan bangsa, walaupun untuk pahlawan nasional kembali kepada hak pregrotatif Presiden sebagai kepala negara, tentu kita butuh bijak dan obyetif dari anggota dewan gelar yang bisa menempatkan implementasi peraturan perundang undangan ttg tanda gelar dengan paradigma baru, bukan sekedar kepentingan politik, itulah jadi tugas kita generasi kal bar kedepan sudah kita titipkan jejak sejarah DIKB agar paham kapan kal bar sebagai daerah otonom yang dahulu pernah sebagai satuan kenegaraan berdiri sendiri yang bergabung ke NKRI oleh jejak perjuangan Sultan Hamid II alfatehah, dan layaklah untuk menghormati leluhur Sultan Hamid II yakni Habib Husen Alkadrie pada tataran ini juga kira punya jejak sejarah besar cikal bakal Kerajaaan dan kesultanan di Kalimantan Barat yakni Kerajaaan Tanjungpura. Tarikh Habib Husein al-Qadri pindah dari Matan ke Mempawah, tinggal di Kampung Galah Hirang ialah pada 8 Muharam 1160 H/20 Januari 1747 M. Setelah Habib Husein al-Qadri tinggal di tempat itu ramailah orang datang dari pelbagai penjuru, termasuk dari Sintang dan Sanggau, yang menggunakan perahu dinamakan bandung’ menurut istilah khas bahasa Kalimantan Barat. Selain kepentingan perniagaan mereka menyempatkan diri mengambil berkat daripada Habib Husein al-Qadri, seorang ulama besar, Wali Allah yang banyak karamah. Beliau disegani kerana selain seorang ulama besar beliau adalah keturunan Nabi Muhammad s.a.w. Dalam tempoh yang singkat negeri tempat Habib Husein itu menjadi satu negeri yang berkembang pesat sehingga lebih ramai dari pusat kerajaan Mempawah, tempat tinggal Upu Daeng Menambon/Pangeran Tua di Sebukit Rama. Manakala Upu Daeng Menambon mangkat puteranya bernama Gusti Jamiril menjadi anak angkat Habib Husein al-Qadri. Dibawanya tinggal bersama di Galah Hirang/Mempawah lalu ditabalkannya sebagai pengganti orang tuanya dalam tahun 1166 H/1752 M. Setelah ditabalkan digelar dengan Penembahan Adiwijaya Kesuma.
Akan kemasyhuran nama Habib Husein al-Qadri/Tuan Besar Mempawah itu tersebar luas hingga hampir semua tempat di Asia Tenggara. Pada satu ketika Sultan Palembang mengutus Saiyid Alwi bin Muhammad bin Syihab dengan dua buah perahu untuk menjemput Habib Husein al-Qadri/Tuan Besar Mempawah datang ke negeri Palembang kerana Sultan Palembang itu ingin sekali hendak bertemu dengan beliau. Habib Husein al-Qadri/Tuan Besar Mempawah tidak bersedia pergi ke Palembang dengan alasan beliau sudah tua.Dalam semua versi manuskrip Hikayat Habib Husein al-Qadri dan sejarah lainnya ada dicatatkan, beliau wafat pada pukul 2.00 petang, 2 Zulhijjah 1184 H/19 Mac 1771 dalam usia 64 tahun. Wasiat lisannya ketika akan wafat bahwa yang layak menjadi Mufti Mempawah ialah ulama yang berasal dari Patani tinggal di Kampung Tanjung Mempawah, bernama Syeikh Ali bin Faqih al-Fathani. Kerajaan Tanjungpura adalah Kerajaaan besar yang telah disematkan namanya ke nama Kodam XII Tanjungpura dan lembaga pendidikan negeri Universitas Tanjungpura, sebuah nama sesuai nama kerajaan besar Kerajaan Tanjungpura atau Tanjompura, merupakan kerajaan tertua di Kalimantan Barat. Kerajaan yang terletak di Kabupaten Kayong Utara ini pada abad ke-14 menjadi bukti bahwa peradaban negeri Tanah Kayong sudah cukup maju pada masa lampau. Tanjungpura pernah menjadi provinsi Kerajaan Singhasari sebagai Bakulapura. Nama bakula berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tumbuhan tanjung (Mimusops elengi), sehingga setelah dimelayukan menjadi Tanjungpura. Wilayah kekuasaan Tanjungpura membentang dari Tanjung Dato sampai Tanjung Sambar. Pulau Kalimantan kuno terbagi menjadi 3 wilayah kerajaan besar: Borneo (Brunei), Sukadana (Tanjungpura) dan Banjarmasin. Tanjung Dato adalah perbatasan wilayah mandala Borneo (Brunei) dengan wilayah mandala Sukadana (Tanjungpura), sedangkan Tanjung Sambar batas wilayah mandala Sukadana/Tanjungpura dengan wilayah mandala Banjarmasin. ( red )