Bareskrim Mabes Polri Tangkap Mafia Trafficking
Jakarta-berantasnews,Polisi menangkap dua orang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking. Sindikat ini merupakan yang terbesar ke dua, dengan korban mencapai 606 orang. Kedua tersangka adalah Sherli dan Victor.
Kepala Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Besar Umar Surya Fana mengatakan jumlah korban sindikat ini sedikitnya 606 orang. “Ini perdagangan (orang) terbesar kedua di Indonesia,” kata Surya di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat, 18 Maret 2016.
Surya tak menutup kemungkinan korban akan bertambah. Pasalnya, penyidik masih terus menunggu aduan korban lain. Berdasarkan jumlah korban, kasus human trafficking yang menjerat Sherli dan Victor ini merupakan yang terbesar ke dua di Indonesia.
Umar menjelaskan, dalam menjalankan aksinya, Sherli mengiming-imingi calon korban dengan pekerjaan berpenghasilan sekitar Rp 3,5 juta per bulan. “Korban ditawari bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Abu Dhabi dengan gaji US$ 300,” ucap Umar.
Dalam sindikat ini, Victor berperan sebagai penampung sementara para korban yang tengah menunggu proses keberangkatan ke luar negeri. Mereka kemudian diberangkatkan melalui Bandara Soekarno-Hatta menuju Turki dengan transit di Batam dan Johor, Malaysia, pada 15 Januari 2016.
“Saat tiba di Johor, para korban ditampung mantan suami Sherli, warga negara Turki bernama Mohammad, di apartemen miliknya,” ujarnya.
Mereka selanjutnya dibawa ke Istanbul, Turki, dan diterima agen bernama Abu Iyad sebelum disalurkan kepada majikan. Menurut Umar, para korban sempat dibawa ke Dubai, tapi ditolak dan dikembalikan ke Istanbul, Turki.
Selama bekerja di Turki, para korban mengaku kerap diperlakukan kasar oleh majikan. Beberapa di antara mereka melarikan diri, kemudian melapor ke Kedutaan Besar RI Turki di Istanbul. KBRI Turki pun sudah memulangkan para korban melalui dua kloter.
Kedua tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang serta/atau Pasal 102 UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dengan ancaman hukuman15 tahun penjara.
Mafia Terbesar
Bungawati, terdakwa kasus mafia perdagangan orang terbesar di Indonesia, akan kembali dijerat aparat kepolisian dalam kasus yang sama. Bungawati diketahui memiliki tumpukan perkara yang sama, bahkan kasusnya sampai ditemukan di Suriah.
“Korbannya masih banyak. Putus sidang ini, akan kita ajukan perkara berikutnya lagi,” ujar Kasubdit III Dirtipidum Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Umar Surya Fana di kantornya, Jumat (18/3/2016).
Umar menyebut Bungawati sebagai pelaku jaringan perdagangan orang terbesar di Indonesia. Sejak beroperasi pada 2012 hingga 2014, korban Bungawati mencapai 13.000 orang. Jumlah tersebut terus bertambah karena berkembangnya jaringan tersebut.
“Korbannya luar biasa banyak. Saya dapat fax kedutaan besar kita di Suriah, korbannya yang di shelter masih ada 90 orang,” kata Umar.
Saat ini, perkara Bungawati masih disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Umar meminta masyarakat mengawasi jalannya persidangan agar dia dihukum secara pantas.
“Dalam TPPO ada tiga hal yang harus diputuskan, penghukuman badan, sita aset, dan restitusi korban,” kata Umar.
Dalam hal ini, Bungawati wajib membayar ganti rugi sebagai hak dari korban. Meski pelaku kelas kakap, Bungawati hanya menjadi tahanan kota. Hal tersebut disayangkan oleh Umar.
Ia berharap Bungawati bisa dihukum setimpal dan segera dilakukan penahanan oleh aparat penegak hukum.
“Rata-rata korbannya itu ada yang bunuh diri, dianiya berat, hilang. Manusia kok diperdagangkan,” pungkas Umar.
Diperlakukan Sadis
Kombes Umar Surya Fana menambahkan, korban dari jaringan perdagangan TKI Bungawati diperlakukan dengan sadis di Malaysia. Salah satu korban kepalanya disiram air panas oleh majikannya di Malaysia.
“Salah satu korban yang saya pernah temui itu di Malaysia kepalanya habis disiram pakai air panas dalam keadaan panas ditarik rambutnya. Itu salah satu korban dari Bungawati,” kata Umar, Jumat (18/3/2016).
Tak hanya itu, kebanyakan korban yang dijual ke Suriah dan Timur Tengah mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
“Kebanyakan korban dari Bungawati yang ada di Suriah sama di Timur Tengah banyak yang bunuh diri loncat dari apartemen karena enggak tahan. Mereka kerja tidak menggunakan kontrak sama sekali dan paspor juga ditahan. Mau kabur enggak bisa,” ujarnya.
Kasus perdagangan tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan terdakwa Bungawati sudah disidik Bareskrim Mabes Polri sejak 2013. Bungawati merupakan sindikat perdagangan manusia terbesar di Indonesia dengan korban mencapai 13.000 orang lebih. Kasusnya kini sedang dalam masa persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
“Kasusnya sudah P-21 akhir 2015. Ketika kita menyidik kasus ini, Bungawati ditahan. Tiba-tiba sampai pengadilan dibebaskan dan menjadi tahanan kota. Itulah yang membuat kita kecewa. Semua korban termasuk dari Kemenlu juga kecewa karena Bungawati laporannya sendiri dari kedutaan kita di luar yakni Malaysia dan Timur Tengah,” kata Umar di Bareskrim Mabes Polri.
Jeju Island
Umar mengungkapkan, Bareskrim juga berhasil mengungkap sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang memberangkatkan TKI ke Jeju Island.
“Tersangka atas nama Sumarna (S) dan kawan-kawan mengirimkan TKI ke Korea Selatan yakni Jeju Island. Kita dapatkan 26 orang korban terlantar di sana,” kata Kasubdit III Dit Tipidum Kombes Umar Surya Fana di Bareskrim Mabes Polri Jumat (18/3/2016).
Tersangka S merupakan perekrut TKI. Dia menjanjikan bekerja di Jeju Island sebagai nelayan dengan gaji 80 ribu- 100 ribu won perhari. Namun setiba di Korea para korban dipekerjakan di perkebunan untuk memanen sayur lobak, pekerja bangunan, peternakan kuda dan tambak.
“Para korban diminta oleh tersangka untuk membayar biaya keberangkatan bekerja ke Korea Selatan sebesar Rp60 juta sampai Rp115 juta per orang secara bertahap,” katanya.
Pada tanggal 26 Januari 2016 para TKI ini diberangkatkan ke Korea Selatan melalui rute Jakarta-Hongkong-Jeju Island (Korea Selatan) dengan menggunakan maskapai Carthay Pacific.
“Sampai 27 Januari 2016 di Jeju, korban dijemput tuan Lim yang merupakan warga negara Korea Selatan dan korban dibawa ke hotel di sekitar wilayah Jeju,” kata Umar.
Selama tiga minggu korban berpindah hotel sebanyak tiga kali dan akhirnya mereka dibagi untuk dipekerjakan sebagai tukang panen sayuran lobak dengan upah hanya 110 Won namun dipotong 30 Won sehingga para korban hanya mendapatkan upah sebesar 80 Won, dimana pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan dijanjikan oleh tersangka.
Korban akhirnya diamankan pada 12 Februari 2016 oleh pihak Imigrasi Jeju dan sempat ditahan selama kurang lebih empat hari karena tidak bisa menunjukkan paspor dan visa karena yang digunakan adalah visa turis.
Akhirnya mereka dideportasi oleh pihak KBRI Seoul. Sesampai di Bandara Soekarno Hatta dijemput oleh Kemenlu, BNP2TKI, Kemensos dan Bareskrim Polri. Korban tersebut diamankan di Rumah Perlindungan Trauma Centre untuk dilakukan pemeriksaan.
Tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan TKI Luar Negeri (PPTKLN).