BPIP: ASN Wajib Taat dan Jadi Agen Pengarusutamaan Pancasila
Makassar – Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menghadiri acara Sosialisasi Pemantapan Nilai-nilai Pancasila Dalam Kehidupan di Kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Rabu (11/3/2020)
Sosialisasi yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ini dihadiri oleh lebih dr 120 orang ASN yang berasal dari Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio wilayah Sulawesi, Balai Besar Pengembangan SDM dan Penelitian Kominfo Makassar, dan dari RRI dan TVRI wilayah Sulawesi.
Dalam sosialisasinya Yudian Wahyudi menjelaskan bahwa ASN harus menjadi agen pengarusutamaan Pancasila.
“ASN wajib menjadi agen dalam pengarusutamaan Pancasila dan dilarang keras untuk menjadi agen Ideologi ekstrimis, radikalisme, dan ideologi tranasional,” jelasnya.
Dalam menjalankan tugasnya ASN juga telah mengambil sumpah dan janjinya berdasarkan jabatannya masing-masing sehingga harus dipegang teguh seterusnya.
Yudian menambahkan pendidikan Pancasila saat ini minim dan praktik yang menunjukan kecintaannya kepada Pancasila sudah mulai hilang.
“Pendidikan Pancasila sekarang sedikit hanya di dipelajaran Pendidikan Kewarganegaraan saja sedangkan praktisnya seperti upacara bendera setiap hari senin sudah jarang dilakukan,”tambah Yudian.
Selain itu, Yudian berpesan bahwa pemerintah dan instansi terkait seperti RRI dan TVRI bisa membuat konten-konten Pancasila yang disesuaikan dengan generasi milenial.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Rosarita Niken Widiastuti dalam pembukaannya menjelaskan bahwa kewajiban ASN adalah taat kepada Pancasila dan setia kepada NKRI.
“Kewajiban kita berdasarkan UU ASN No.5 Tahun 2014 dijelaskan kewajiban utama ASN adalah setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika,” jelasnya.
Selain itu Rosarita menjelaskan bahwa ASN harus menjaga persatuan, netralitas, dan tidak menyebarkan hoax serta menyuatakan ujuran kebencian.
“ASN harus menjaga persatuan dan kesatuan. Netralitas misalnya dalam pemilu dan tidak menyebarkan hoax serta menyuarakan ujaran kebencian yang mengundang perpecahan,” tambahnya.
Staf Khusus Menteri Kominfo Zulfan Lindan menekankan bahwa dengan harus hati-hati terhadap kemajuan teknologi sekarang ini lebih mempermudah masuknya radikalisme dan ekstrimisme ke indonesia termasuk dalam rekruitmennya.
“Kemajuan teknologi saat ini seperti adanya sosial media Facebook, Instagram, dan lain-lain memudahkan radikalisme dan ekstrimisme masuk dan bahkan sampai kepada proses rekruitmennya,” jelasnya.
Direktur Radikalisme Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Irfan Idris memperjelas terkait ciri-ciri masyarakat radikal seperti intoleran, menolak NKRI dan Pancasila, hingga mudah mencap kafir terhadap orang lain.
“Ciri radikal adalah orang yang menolak Pancasila dan NKRI, Intoleran, kurang ilmu, dan orang yang dengan mudah mencap orang lain kafir padahal di Indonesia tidak orang kafir semuanya beriman kepada Tuhan,” tegas Irfan.
Padahal, irfan menjelaskan bahwa radikalisme sebenarnya tidak selalu dalam hal negatif terdapat radikal positif seperti redikal terhadap bela negara, tekun belajar , hingga gotong royong. ( red )