Fakta Persidangan: Mantan Sekretaris MA Nurhadi Tidak Bersalah
BN – Kasus Nurhadi, Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), dituduh tanpa bukti menerima suap atau gratifikasi dalam jabatannya oleh penuntut umum, sehingga dia didudukkan di kursi pesakitan dalam persidangan tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Hal itu terungkap dalam nota pledoi penasehat hukum terdakwa yang dibacakan oleh DR. Maqdir Ismail, SH, LLM di hadapan persidangan, Jumat (5/3/2021).
Selain itu, Maqdir Ismail menyampaikan bahwa Nurhadi adalah korban kesewenangan-wenangan aparat penegak hukum dan juga korban “mafia” yang mencari keuntungan dari masalah hukum orang lain.
Nurhadi juga disudutkan oleh pemberitaan dan isu yang tersebar luas, bahwa Nurhadi hidup bermewah-mewah dikaitkan dengan souvenir ipod pada perkawinan putri tunggalnya, seakan akan Nurhadi adalah orang yang mengambur hamburkan uang.
Padahal Nurhadi memiliki usaha lain yang dirintisnya sejak tahun 1981 di Tulung Agung, Jawa Timur, yang tidak mengganggu pekerjaannya.
Hal ini sudah dibuktikan pada persidangan, dan sudah dilaporkan dalam pemberitahuan harta kekayaannya dalam SPT dan LHKPN.
Sehingga souvenir untuk pernihakan putri tunggalnya itu adalah hal yang wajar untuk diberikan sebagai orang tua.
Kemudian, tentang Nurhadi dituduh membeli meja kerja mewah di ruang kerjanya, sudah dibuktikan bahwa harga meja Rp 11.400.000,- pada bulan April 2012 dibuktikan lewat kwitansi di persidangan.
Lalu, Magdir Ismail menerangkan bahwa tuduhan lainnya Nurhadi dituding sebagai makelar kasus atau dagang perkara di Mahkamah Agung.
Faktanya, tidak pernah ada bukti yang membuktikan dan membenarkan hal itu di persidangan.
Tidak hanya sampai disitu, penasehat hukum Nurhadi itu mengungkap fakta persidangan tentang isu Nurhadi memiliki hubungan istimewa dengan seorang selebgram bernama Agnes Jennifer, itu adalah fitnah yang sengaja dibangun untuk membunuh karakter Nurhadi, tegas Ismail.
Bahwa isu itu sudah dibantah sendiri oleh Agnes Jennifer di muka persidangan ketika menjadi saksi dalam perkara ini.
Dan yang lebih parahnya adalah isu yang sempat menghebohkan adalah juru bicara KPK, Ali Fikri, mengemukakan kesimpulan subjektif lewat media bahwa Nurhadi telah menganiaya petugas rutan, padahal baik KPK maupun Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada Kementrian Hukum dan HAM belum melakukan pemeriksaan terhadap kejadian tersebut, dan disangkal oleh Nurhadi bahwa dia tidak pernah melakukan hal itu.
Mengenai kasus-kasus yang dituduhkan penuntut umum kepada Nurhadi diantaranya pengurusan lahan depo container seluas 57.330 m2 dan areal seluas 26.800 m2 yang terletak di wilayah Kawasan Berikat Nusantara (KBN)Marunda, Kav C 3-4.3 Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Provinsi DKI adalah fitnah keji yang tidak punya dasar.
Bahwa sebenarnya yang terungkap dalam fakta persidangan adalah, perkara itu sudah selesai tuntas terbukti dengan telah dieksekusinya obyek sengketa tersebut pada 22 Desember 2016.
Jadi hal apa yang menjadi urusan untuk diurus Nurhadi, seperti yang dikatakan penuntut umum bahwa Nurhadi menerima uang melalui Terdakwa II (Rizky) terkait dengan lahan depo.
Sedangkan perkara Azhar Umar Vs Hiendra Soenjoto, tidak terkait dengan lahan depo, tetapi tentang RUPSLB MIT dan Perubahan Komisaris MIT.
“Jadi tuduhan-tuduhan dalam dakwaan penuntut umum jelas fitnah yang keji terhadap Nurhadi”, tegasnya menutup sidang pembacaan pledeo hingga pukul 10 malam itu. ( red )