Irjen Pol.( Purn ) Dr. Ronny F. Sompie, SH. MH : Mafia Tanah adalah Mafia Hukum
BN – Sementara itu, Irjen. Pol. (Purn) Ronny F. Sompie menegaskan bahwa mafia tanah adalah mafia hukum. Menurut pengalamannya sebagai penyidik, orang yang bisa merebut hak kepemilikan tanah pihak lain tidak bekerja sendirian.
Dalam urusan perkara perdata, orang itu pasti bekerja sama dengan ahli hukum, penegak hukum, pihak pengadilan dan pihak-pihak lain.
Katanya, sambil menjalankan perkara perdata, orang itu juga melakukan gempuran melalui media dan penekanan-penekanan dengan pengaduan pidana. Tekanan-tekanan seperti itu, bisa mengakibatkan penegak hukum bertindak menyimpang.
“Dalam urusan pidana, bukan mustahil orang itu bekerjasama dengan oknum penyidik, mengadukan kasus penyerobotan tanah atau pemalsuan surat. Jadi memang mafia tanah sebetulnya adalah mafia hukum,” tambahnya.
Kegagalan para hakim memahami peraturan pertanahan, sering mengakibatkan putusan perkara pertanahan menyimpang dari kepastian hukum dan kepastian keadilan. Pemilik tanah secara sah dan memiliki sertifikat tanah, bisa dikalahkan oleh orang yang mengaku memiliki girik atau petok.
“Padahal zaman sekarang ini sudah tidak ada lagi yang asli. Saya setuju, mafia tanah itu memang mafia hukum,” ujar Mugaera
Sompie menegaskan, hakim perkara perdata sering tidak memeriksa perkara secara materiil. Pembuktian selalu dibebankan kepada pihak yang mendalilkan.
“Hakim memang harus menegakkan hukum sehingga kepastian hukum bisa terjamin. Selain kepastian hukum, hakim juga harus menegakkan kepastian keadilan,” ujarnya.
Saya menegaskan dalam FGD, bahwa hakim perkara perdata sering tidak memeriksa perkara di sidang pengadilan perdata secara materiil. Pembuktian di sidang pengadilan perdata memang bersifat menyerahkan sepenuhnya kepada penggugat yg mendalilkan dengan pembuktian. Oleh karena itu, Hakim Perdata selalu membebankan pembuktian kepada pihak yang mendalilkan bahwa mereka adalah pemilik tanah.
Seyogyanya Hakim Perdata perlu menegakkan hukum, sehingga tidak hanya diperoleh kepastian hukum, tetapi hakim juga harus menegakkan keadilan hukum, agar menemukan kemanfaatan hukum sebagaimana tujuan penegakan hukum.
Tidak jarang penggugat bukanlah yg berhak sebagai pemilik tanah, kemudian menggugat dengan sesama mafia hukum yg juga tidak ada kaitannya dengan kepemilikan tanah.
Hal ini perlu dibantu oleh aparat yg berkompeten dari BPN utk menjelaskan kebenaran materil dari kepemilikan tanah berdasarkan minute akte yg ada dan terdaftar di BPN.
Oleh karena aparat dari BPN tidak hadir di sidang pengadilan perdata, maka PUTUSAN HAKIM PERDATA akan salah arah dan bisa dijadikan dasar dibuatkannya Sertifikat Tanah atas nama penggugat yg telah dimenangkan oleh Putusan Hakim yg tidak berpihak kepada KEADILAN HUKUM yg sebenarnya.
Ini yg saya katakan sebagai permaian ‘mafia hukum”. ( Sri )