Jasa Konstruksi, Putusan MK Tentang Cipta Kerja & Pengakhiran Masa Trans

Jasa Konstruksi, Putusan MK Tentang Cipta Kerja & Pengakhiran Masa Trans

Jakarta – Babak baru sektor jasa kontruksi pasca putusan Mahkamah Konstutusi (MK)Nomor 91/PUU-XVIII/2020 atas judicial review (JR) terkait UU No. 11 Tahun 2020 yang dibacakan pada hari kamis 25/11kemarin tengah menjadi atensi bagi masyarakat jasa konstruksi di Indonesia.

Pasalnya MK telah memutus harus ada perbaikan dan penyempurnaan dalam UU tersebut yang paling lambat dalam dua tahun harus sudah disampaikan.

Bahkan dalam putusannya MK menyatakan, “apabila dalam kurun waktu dua tahun tidak ada penyempurnaan maka UU No. 11 Tahun 2020 menjadi inskontitusional”.

Bahwasanya di sektor jasa konstruksi, Kementerian PUPR telah melakukan perubahan regulasi atas UU 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi yang berlaku sebelumnya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2021.

Yang mana, PP tersebut merupakan Perubahan atas PP Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi.

Sebagaimana diketahui, kedua PP tersebut masing-masing ditenggarai memiliki situasi yang khusus lantaran ;

Pertama, PP No. 22 Tahun 2020 terbit lewat waktu (21 April 2020) sebagaimana diamanahkan UU No. 2 Tahun 2017 dalam Pasal 105 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang Undang ini diundangkan, yakni tanggal 12 Januari 2017.

Kedua, PP No. 14 Tahun 2021 Merupakan turunan dari UU No. 11 Cipta Kerja Tahun 2020, yang saat ini tengah diberikan waktu selama 2 Tahun untuk diperbaiki dan atau disempurnakan sebagaimana putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang dibacakan pada tanggal 25/11 Kemarin.

Perubahan signifikan atas regulasi jasa konstruksi di Tanah Air saat ini menyisakan banyak masalah dan ketimpangan pada masyarakat jasa konstruksi Indonesia.

Maka atas kondisi tersebut, Forum Lintas Aspirasi Jasa Konstruksi Indonesia (FLAJK -red) pada kamis, 16/12 menggelar rapat konsolidasi yang bertempat di Sekretariat FLAJK Jl.Kebayoran Baru No.83 B Jakarta Selatan.

Rapat yang dibuka oleh ketua Umum FLAJK Ir. Veri Senopel tersebut melakukan beberapa pembahasan yang menjadi atensi dan sangat krusial saat ini, dimana hampir satu tahun masa transisi telah terjadi ketidakpastian dan ketidaktepatan pelayanan, baik untuk sertifikasi profesi maupun badan usaha yang tengah menjadi gejolak pada masyarakat jasa konstruksi.

Selanjutnya, bahwa transisi jasa konstruksi tersebut juga dilakukan pada saat pandemi COVID-19, dimana seharusnya kementerian sektor memberikan perlindungan/pengayoman kepada masyarakat jasa konstruksi. Namun yang terjadi malah sebaliknya, dimana ;

Kementerian PUPR membubarkan LPJK di 34 Provinsi yang mana LPJK Provinsi adalah ujung tombak pelayanan masyarakat jasa konstruksi di wilayah dengan status pelayanan yang berjenjang.

Adapun, pembubaran LPJK Provisnsi tersebut juga telah berdampak pada kehidupan pegawai LPJK Provinsi yang menjadi tulang punggung keluarga terlebih disaat pandemi yang masih berlangsung sampai saat ini.

Sebagaimana diketahui, bahwa hal yang masih menjadi pergunjingan di masayarakat jasa konstrusksi adalah prihal tanggungjawab pemenuhan UU 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan oleh kementerian PUPR selaku kementerian sektor yang telah bersikap absolut ditengah kondisi yang tidak menentu (pandemi covid-19)

Tentu saja, hal tersebut telah mengundang atensi para pegiat diberbagai bidang, dan tidak sedikit diantaranya yang telah melakukan komunikasi intens dan menyatakan sangat-sangat tertarik untuk melakukan kajian kebijakan tersebut secara komperhensif dan terbuka kepada publik sampai dengan menjadi sebuah fakta hukum. Ungkapnya.

Selanjutnya rapat konsolidasi tersebut juga menyoroti prihal pengakhiran masa transisi, dimana pelayanan sertifikasi melalui VVA sudah tidak bisa lagi dilakukan.

Dalam kesempatan tersebut Veri juga mengungkap bahwa asosiasi adalah aset nasional, bahwa asoasiasi dilakukan secara swadaya dengan biaya dari imbal jasa anggota tanpa bantuan hibah dan atau APBN.

Tentunya, hal itu sebenarnya lebih baik dibandingkan menggunakan APBN terlebih dalam situasi pandemi saat ini yang tengah menjadi perjuangan kementerian keuangan untuk dapat melakukan refocusing anggaran di semua kementerian dan lembaga…namun sepertinya hal tersebut tidak berlaku di Kementerian PUPR

Untuk diketahui, bahwa saat ini Menteri Keuangan tengah berjuang mengatur keuangan negara agar terjadi efisiensi dalam berbagai hal.

Terbaru Lembaga Terhormat MPR pun dipangkas anggarannya demi penanganan pandemi covid-19…dan tentunya varian baru omicron yang sudah dinyatakan masuk di Indonesia akan menjadi gelombang baru pandemi yang membutuhkan banyak lagi pembiayaan negara dari hasil refocusing tersebut.

Atas realita tersebut, Forum Lintas Aspirasi Jasa Konstruksi Indonesia meminta beberapa hal sebagai berikut ;

1.Dikarenakan belum siapnya LSBU & LSP yang sudah dibentuk oleh Assosiasi yang sudah Lolos Akreditasi sampai saat ini.

Maka kami meminta agar pelayanan sertifikasi badan usaha dan SKA/SKTK masa transisi dapat di perpanjang.

2. Melihat keterbatasan kemampuan dari assosiasi badan usaha & profesi yang lolos akreditasi untuk membentuk Lembaga Sertifikasi.

Maka untuk dapat berjalan dengan baik dan lancar pelayanan sertifikasi BUJK & PROFESI

kami mengusulkan sekaligus meminta kepada Kementerian PUPR untuk dapat membentuk lembaga serta badan usaha dan lembaga sertifikasi profesi yang independen dibawah langsung kementerian PUPR. Tutup ( red  )

CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS