Kasus Meninggalnya Wartawan M. Yusuf, Dewan Pers Subjektif

Jakarta – Proses hukum yang dijalani M. Yusuf, wartawan yang meninggal ditengah proses wartawan berhadapan dengan hukum lantaran karya jurnalistiknya di Kotabaru, mulai dari pelaporan, penyelidikan, penyidikan, penangkapan, dan pelimpahan ke Kejaksaan Negeri Kotabaru, pihak kepolisian masih mentaati aturan main delik pers.

Yang sangat disayangkan sebagai penyebab kematian almarhum M. Yusuf selain ajal, menurut Pemimpin Redaksi Sinar Pagi Baru, Rinaldo mengatakan adalah ditolaknya permintaan penangguhan tahanan M. Yusuf dari isteri almarhum kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kotabaru Cq. Jaksa Penuntut Umum LP/86/III/2018/KALSEL/RES KTB/SPK tanggal 23 maret 2018, yang ditandatangani diatas materai oleh Tarvaidah isteri almarhum pada tanggal 11 Mei 2018 lantaran dalam keadaan sakit yang harus dirawat intensif ditambah memang ada riwayat sakit dengan melampirkan surat keterangan sakit yang dikeluarkan oleh dr. Demas Androniko tertanggal 8 Mei 2018. Pada waktu itu M. Yusuf sering meminta ijin untuk berobat.

Selain alasan itu, dalam surat penangguhan juga dijelaskan bahwa almarhum adalah tulang punggung keluarga dan masih memiliki anak yang masih kecil. Isteri almarhum dalam surat penangguhan itu menjamin bahwa suaminya tidak akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, tidak akan mengulangi tindak pidana, dan akan kooperatif dalam proses persidangan. Penangguhan tersebut ditolak.

Ajal memang tak bisa ditolak, akan tetapi andai saja penangguhan itu diterima, mungkin akan lain ceritanya. Paling tidak oknum penegak hukum di Kejaksaan yang tidak punya prikemanusiaan itu layak diberikan sangsi. Lantaran sudah jelas pihak keluarga almarhum melampirkan surat keterangan sakit dan memberikan penjelasan ada riwayat sakit yang diderita suaminya. Keluarga Yusuf tidak akan mungkin bisa membayar pihak rumah sakit maupun surat keterangan-keterangan sakit bila dikaitkan dengan isu Setya Novanto, ujar Rinaldo yang juga adalah salah satu Ketua di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) di Jakarta.

Kemudian yang bertanggung jawab sebagai penyebab kematian wartawan M. Yusuf adalah Dewan Pers, ungkap Rinaldo. Kenapa? Karena Kapolres dan penyidik berkordinasi terlebih dahulu kepada Dewan Pers. Kemudian Dewan Pers mengeluarkan surat No. 21/DP/KSA/3/2018 yang isinya ada empat point menjelaskan bahwa pemberitaan M. Yusuf bukan menyangkut kepentingan umum, bukan karya jurnalistik, tidak menjalankan fungsi dan perannya sebagai pers, dan beritikad buruk. Semua itu disimpulkan sendiri secara subjektif tanpa ada proses sidang pers dengan redaksi yang bersangkutan.

Inilah yang menjadi tanggung jawab Dewan Pers atas proses-proses wartawan yang berhadapan dengan hukum yang dialami M. Yusuf. Kita runut dari pertama, bukan menyangkut kepentingan umum. Kepentingan umum yang seperti apa maksud dari Dewan Pers melalui Leo Batubara? Apakah mungkin maksud dia tidak untuk kepentingan perusahaan?.

Kedua, bukan karya jurnalistik, bagaimana bisa dikatakan bukan karya jurnalistik. Pemberitaan dari wartawan itu sudah ditayangkan untuk umum dan sudah melalui seleksi redaksi tentunya. Ketiga, tidak menjalankan fungsi dan peran sebagai pers, apakah Leo Batubara mengetahui apa fungsi dan peran pers sesuai dengan kaedahnya? Pada kaedahnya fungsi dan peran pers adalah untuk kepentingan masyarakat bukan perusahaan. Dan yang keempat beritikad buruk, beritikad buruk bagaimana maksud dari Leo Batubara itu? Pihak perusahaan sudah dikonfirmasi M. Yusuf melalui Humasnya tetapi tidak mau memberikan tanggapan. Sedangkan pihak perusahaan katanya mengajak Yusuf untuk berkomunikasi tapi ditolak, itu menandakan bahwa wartawan M. Yusuf tidak mau kompromi atas pemberitaannya. Untuk diketehui, bahwa saudara M. Yusuf pada setiap tulisannya itu memiliki narasumber.

Tapi kontek subtansi bukan kepada penilaian pemberitaan sebelah pihak oleh Leo Batubara yang mewakili Dewan Pers itu, melainkan kenapa Dewan Pers tidak mengambil alih kasus itu sedangkan Dewan Pers atau Leo Batubara sudah mengetahui bahwa yang dipermasalahkan atau yang dipertanyakan Polres Kotabaru itu adalah pemberitaan, justru merekomendasi polisi bisa menjerat UU ITE pada M. Yusuf, sesal Rinaldo dengan prilaku Dewan Pers seperti itu.

Dilain sisi, melihat sisi penindakan yang dilakukan oleh kepolsian Polres Kotabaru, semua yang dilakukan menurut Rinaldo semua masih sesuai prosedur dan wajar saja melakukan upaya hukum atas laporan masyarakat walau itu perusahaan. Bahkan Rinaldo mengakui mengetahui bahwa penyidik polres sudah memanggil redaksi media online yang memuat berita M. Yusuf untuk dimintai keterangan, dan ada juga memanggil wartawan lain yang memuat berita tentang hal yang sama. Tapi yang aneh kenapa polisi yang memanggil bukan Dewan Pers yang sudah mengetahui adanya peristiwa (karya jurnalistik) itu, ungkapnya. Jangan sertifikat UKW maupun verifikasi menjadi alasan, itu bukan alasan Dewan Pers mendiamkan hal ini, karena sertifikasi UKW dan verifikasi itu masih produk hukum baru dan masih diperdebatkan bahkan masih dalam proses gugatan oleh organisasi wartawan PPWI dan SPRI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, itu hanya kebijakan sepihak Dewan Pers, tegasnya dengan nada tinggi.

“Malang tak bisa ditolak, Mujur tak bisa diraih” itu lah pribahasa untuk semua yang dialami wartawan M. Yusuf yang menjabat sebagai Kepala Biro atau perwakilan media cetak Sinar Pagi Baru di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Selamat jalan abangda M. Yusuf, namamu sudah dikenang oleh kawan-kawan jurnalistik dan kebanggaan atas idealisme oleh anak cucu mu, ujar Rinaldo yang terlihat matanya sedikit berkaca-kaca. Ia meminta agar Dewan Pers segera memperbaiki dan mengambil upaya agar nama baik almarhum sebagai wartawan, bukan sebagai pelaku kriminal pada umumnya dan menjadi kebanggaan bagi keluarga dan anak-anaknya.

Penulis: Redaksi

Foto: Tampak M. Yusuf berfoto bersama saat menghadiri Simulasi Uji Kompetensi Wartawan yang dilaksanakan oleh Redaksi Sinar Pagi Baru bekerjasama dengan PWI Jawa Barat, di Kota Bandung, Jawa Barat, Agustus 2017. (kedua dari sebelah kiri).

CATEGORIES
TAGS
Share This