KEMANA DANA KANTONG PLASTIK BERBAYAR ?
BN, Jakarta – Manusia yang sadar tentu menginginkan lingkungannya sehat, bersih serta bebas dari pencemaran dan polusi, kerena lingkungan yang sehat akan memberikan jaminan kenyamanan dan kesehatan bagi penghuninya. Kebijakan inipun dikeluarkan dalam rangka memberikan edukasi pada masyarakat agar mengurangi penggunaan plastik atau diet plastik hingga limbah plastik secara otomatis akan berkurang.
Substansi kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) ini dapat diapresiasi, namun yang sungguh disayangkan Pola atau strategi KPB ini sungguh keliru dalam memberi edukasi dan sosialisasi, mestinya terapkan Pasal 13 UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah dan PP. No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Dalam aplikasi regulasi ini dilakukan edukasi di masing-masing timbunan sampah.
H.Asrul menambahkan bahwa “Kementerian KLHK tidak memperhatikan regulasi yang dibuatnya sendiri untuk menerapkan uji coba KPB ini” yaitu Kepmen LH No. 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah. Nampak KLHK terkesan terburu-buru dan hanya bersifat parsial saja.
Sekedar mengingatkan publik bahwa Uji coba KPB dilaksanakan oleh pemerintah c/q Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor S.71/Men LHK–II/2015 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, guna memenuhi target pengurangan sampah plastik . (sesungguhnya pada SE Menteri KLHK ini yg pertama menerapkan rencana KPB)
Selanjutnya kebijakan kantong plastik berbayar telah dikeluarkan lagi melalui Surat Edaran Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S.1230/PSLB3-PS/2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantung Plastik Berbayar, Dimulai tgl. 21 Februari 2016 dan telah berakhir 31 Mei 2016 (ini merupakan SE kedua dalam uji coba KPB tsb).
Kemudian muncul lagi Surat Edaran Dirjen PSLB3 Kementerian LHK No. SE.8/ PSLB3/PS/PLB.0/5/2016 pada 8 Juni 2016, itu satu minggu setelah berakhirnya SE pertama berakhir (SE ketiga dalam uji coba KPB), masa berlaku menurut KLHK selama tahun 2016 atau sampai terbitnya Keputusan Menteri tentang KPB ini.
Menjadi pertanyaan disini tentang kebijakan KPB adalah sejak 2015 s/d 2016 KLHK sudah melakukan uji coba sebanyak tiga kali yang hanya pada Toko Retail, Swalayan/Mall dan sama sekali tidak menyentuh Pasar Tradisional/Modern ? Justru pada pasar tradisional tersebutlah pengguna terbesar kantong plastik dibanding retail. Bagaimana KLHK bisa mengambil acuan atau evaluasi dalam penerbitan Keputusan Menteri KLHK Ttg. KPB ini sesuai rencananya bila hanya uji coba di retail.
Demikian H.Asrul Hoesein, Pemerhati Persampahan Indonesia. Paling meragukan juga dalam uji coba selama 3 tiga bulan (Februari 2016 – Mei 2016) ini, dikemanakan Dana KPB tsb? Tambah H. Asrul yang juga selaku Direktur Eksekutif Green Indonesia Foundation Jakarta.
Ada beberapa aspek yang perlu dikritisi agar kebijakan ini tepat sasaran dan mencapai tujuan.
Pertama, masyarakat adalah orang yang sekedar mengikuti kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Saat ini sebenarnya sudah ada dan digunakan kantong plastik go green yang ramah lingkungan oleh umumnya retail sendiri, sehingga pemerintah seharusnya mengganti seluruh produksi plastik dengan yang ramah lingkungan, kecuali di pasar tradisional.
Kedua, barang yang dimasukkan dalam kantong tersebut berisi plastik yang jauh lebih banyak lagi, Sayangnya, justru produsen-produsen tersebut tidak tersentuh oleh kebijakan ini. Seharusnya pemerintah pun tegas terhadap para produsen yang justru paling banyak menggunakan plastik dan penyumbang sampah plastik terbanyak, tapi lagi-lagi pemerintah tidak berkutik di hadapan para produsen yang merupakan pemilik modal, tetapi justru keras dan tegas kepada masyarakat kecil yang hanya menggunakan plastik ala kadarnya saja.
Ketiga, kebijakan yang memberikan keuntungan yang besar bagi pemilik retail dengan menggandeng pengusaha retail, swalayan dan super market. pemerintah mewajibkan masyarakat yang berbelanja membayar Rp 200 per kantong plastik. Melalui kebijakan ini, ada tambahan pemasukan yang besar bagi pemilik retail.
Disinyalir penggunaan kantong plastik dalam sehari di retail/swalayan atau mall/supermarket seluruh Indonesia adalah 9,5 milyar lembar, maka akan diperoleh 1900 milyar rupiah perhari hanya dari kantong plastik.
Kalaupun Pengusaha ritel memastikan akan mengembalikan uang konsumen tersebut melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), kebijakan ini tetap saja menguntungkan mereka karena tidak lagi dibebankan dengan biaya CSR dari laba perusahaan dan juga biaya kantong plastik yang sebelumnya harus mereka sediakan secara gratis untuk konsumen.
Keempat, pertanggungjawaban. Kalaupun Pengusaha ritel memastikan melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR). Apakah ini dijamin oleh undang-undang sehingga ketika mereka tidak melaksanakannya ada sanksi hukum yang tegas? Inipun belum ada kepastian hukumnya.
Kelima, jika dianggap edukasi kepada masyarakat, maka masih banyak cara edukasi yang lebih efektif dan terstruktur untuk melakukan edukasi publik terhadap masalah sampah plastik ini.
Kebijakan ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani masalah sampah. Bahkan terlihat nyata keberpihakan kepada pemilik modal dibanding dengan meraih tujuan kebijakan ini dikeluarkan. Seharusnya pemerintah mulai lebih serius menangani sampah dan memberikan edukasi secara sistematis kepada warganya, apakah itu pengusaha ataupun rakyat kecil tanpa tebang pilih.
Negara sebagai pengatur urusan rakyat harusnya memiliki gambaran yang jelas terhadap pengelolaan sampah yang tertuang dalam kebijakan yang tidak memihak. Yang terlahir dalam program kerja yang efektif, melalui edukasi publik dan kebijakan yang tegas, yang bisa menjamin terciptanya lingkungan bersih dan sehat.( Dino )