Langgar Peraturan Menteri Keuangan, Izin Kegiatan Usaha 2 Perusahaan Pembiayaan Terancam Dicabut

MARAKNYA kasus pembegalan kendaraan bermotor (ranmor) oleh collector perusahaan multifinance yang membiayai kredit pembelian ranmor kerap membuat resah para konsumen. Cara collector perusahaan multifinance dengan menarik “paksa” mobil yang sedang dikendarai konsumen dengan dalih menunggak cicilan tentu saja membuat kreditur menjadi tidak nyaman. Padahal sedianya, eksekusi Jaminan Fidusia harus berdasarkan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 8 tahun 2011.

Selain itu, atas dasar kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen sehubungan dengan pelaksanaan transaksi fidusia, maka pada 7 Agustus 2012 lalu terbit pula Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.

Pakar Hukum tentang Fidusia, Irma Devita Purnamasari, SH, MKn mengatakan, dalam Pasal 1 PMK No. 130/PMK.010/2012 disebutkan, Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan fidusia (pasal 1).

Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia ini, selain kepada Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasarkan prinsip syariah, berlaku pula pada pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya berasal dari pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing).

Dengan keluarnya peraturan ini, maka seluruh perusahaan pembiayaan harus mendaftarkan fidusia untuk setiap transaksi pembiayaannya. Oleh sebab itu pasal 2 PMK No. 130/PMK.010/2012, menyebutkan bahwa Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian pembiayaan konsumen.

Adapun maksud dari pendaftaran jaminan fidusia adalah memberikan waktu selama 30 hari untuk melakukan pendaftaran ke kantor Fidusia sejak tanggal Perjanjian pembiayaan. Sementara jika Perusahaan Pembiayaan belum memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia (sebagai hasil dari pendaftaran jaminan fidusia tersebut), maka menurut Pasal 3 PMK No. 130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan tersebut dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan bermotor tersebut.

Irma menambahkan, sebenarnya secara aturan di Kantor Fidusia, sertifikat jaminan fidusia harus sudah terbit 14 hari kerja sejak tanggal pendaftaran. Namun dalam praktiknya, oleh karena sekarang seluruh Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan jaminan fidusianya, maka di dalam praktik terjadi “crash” atau tumpukan berkas. Sehingga dalam praktik, Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut baru akan terbit setelah 1,5 bulan sejak tanggal pendaftaran.

“Hal ini tentunya menyulitkan bagi Perusahaan Pembiayaan untuk melakukan penarikan Kendaraan Bermotor dari nasabahnya yang sudah mulai macet dan tidak dapat membayar cicilan. Karena berarti Perusahaan Pembiayaan tersebut harus menunggu waktu yang cukup lama untuk bisa melakukan penarikan,” ungkapnya.

Lebih lanjut menurut Irma, di dalam Pasal 6 PMK No. 130/PMK.010/2012 disebutkan bahwa Perusahaan Pembiayaan yang telah melakukan perjanjian pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia, sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dapat melakukan pendaftaran jaminan fidusia sesuai kesepakatan dalam perjanjian pembiayaan konsumen antara Perusahaan Pembiayaan dengan konsumen.

“Maksud pernyataan dalam pasal 6 tersebut adalah, Akta Fidusia yang lama masih tetap dapat didaftarkan (tidak expired). Tapi tentunya yang dulu belum melakukan pembebanan jaminan fidusia harus tetap melakukan pembebanan susulan, dengan dasar Kuasa Jaminan Fidusia,” ujarnya.

Lantas Bagaimana bila perusahaan multifinance tersebut melanggar kewajiban tersebut? Secara tegas Irma mengatakan bahwa sebagaimana Pasal 4 PMK No. 130/PMK.010/2012, perusahaan multifinance yang melanggar akan dikenakan sanksi administratif secara bertahap. Di antaranya berupa, peringatan, pembekuan kegiatan usaha sampai pencabutan izin usaha. “Sanksi peringatan diberikan secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing 60 (enam puluh) hari kalender,” katanya.

Namun bila ternyata sebelum berakhirnya jangka waktu sanksi peringatan Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan, maka Menteri Keuangan dapat mencabut sanksi peringatan. Sedangkan apabila pada masa berlaku peringatan ketiga berakhir dan Perusahaan Pembiayaan tetap tidak memenuhi ketentuan, maka Menteri Keuangan dapat mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha. Sanksi pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis kepada Perusahaan Pembiayaan, yang berlaku selama jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak surat sanksi pembekuan kegiatan usaha diterbitkan.

Demikian juga dengan sanksi pembekuan usaha, bila sebelum berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan telah memenuhi ketentuan, maka Menteri Keuangan mencabut sanksi pembekuan kegiatan usaha dan apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Perusahaan Pembiayaan tidak juga memenuhi ketentuan Menteri Keuangan mencabut izin usaha Perusahaan Pembiayaan yang bersangkutan.

Terkait kewajiban Perusahaan Pembiayaan mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia juga mendapat sorotan dari Lembaga Tatar Sunda. Dalam investigasi di lapangan, organisasi tersebut banyak menemukan kasus Perusahaan Pembiayaan yang kerap membuat perjanjian sepihak tanpa diketahui pihak konsumen.

Sebut saja Andalan Finance dan Citifin Finance. Pada beberapa kasus, tercatat kedua lembaga pembiayaan ini banyak melakukan perjanjian bodong dan fiktif tanpa mendaftarkan jaminan fidusia kepada Kantor Pendaftaran Fidusia. Bisa dikatakan, keduanya telah mengangkangi keberadaan PMK No. 130/PMK.010/2012.

Lebih dari itu, banyak juga dari mereka yang tidak memberikan sertifikat fidusia kepada konsumennya. Parahnya lagi, banyak perjanjian yang dilakukan asal jadi di sembarang tempat. Bisa di rumah, di kantor bahkan bisa di bawah pohon sekalipun, demi mengejar target dan merasa sudah saling dekat antara kedua belah pihak. (ED)

CATEGORIES
TAGS
Share This