Memanfaatkan Potensi Hutan Desa & Regulasi Hukum Perdagangan Karbon

Memanfaatkan Potensi Hutan Desa & Regulasi Hukum Perdagangan Karbon

Oleh Turiman Fachturahman Nur, SH, MHum CParbtr.

BN – Sebuah terobosan baru saat ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mulai melakukan uji coba perdagangan karbon. Pada tahap awal, perdagangan karbon ini masih bersifat sukarela. Wakil Menteri BUMN I Pahala Mansury mengungkapkan, BUMN yang menghasilkan karbon diminta untuk melakukan voluntary carbon trading.

Apa sebenarnya Perdagangan karbon (carbon trading) ? patut dipahami perdagangan karbon merupakan kegiatan jual beli kredit karbon (carbon credit), di mana pembeli menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan.

Lebih lantu perlu dipahami, bahwa Kredit karbon adalah representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2).

Sajah satu klarifikasi dan verifikasi saat ini sudah ada penandatanganan Letter of Intent (LoI) antara BUMN satu dengan BUMN lainnya, yang isinya bagaimana BUMN yang punya kredit karbon seperti Perhutani bisa dibeli oleh BUMN lainnya yang membutuhkan kredit karbon untuk bisa mencapai target penurunan emisi karbon,” kata Pahala saat memberikan keterangan terkait kesepakatan yang dilakukan BUMN di acara SOE International Conference di Bali Nusa Dua Convention Center, Selasa (18/10/2022).

Saat ini Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, serta sektor energi dan transportasi yang telah mencakup 97% dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.

Patut diketahui, Nationally Determined Contribution (NDC) merupakan komitmen setiap negara terhadap Persetujuan Paris untuk menurunkan emisi karbon di negara masing- masing.

Pada dokumen NDC tahun 2021, melalui long term strategy – low carbon and climate resilience (LTS – LTCCR), Indonesia juga telah menargetkan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060.

Pemerintah dalam hal ini pihak wakil menteri BUMN menambahkan, ada banyak standar pemeringkatan dalam penilaian karbon. Namun, yang paling banyak dilakukan adalah standar nilai karbon yang diterapkan oleh Verra. Nilai carbon offset yang diperdagangkan nilainya sekitar 20-40 dolar Amerika. BUMN bisa melakukan uji coba dengan harga setengahnya sebagai acuan.

Terkait nilai ekonomi karbon, Pahala menjelaskan, kemungkinan besar nilainya antara 2-3 dolar Amerika. Nilai Ekonomi Karbon (NEK) adalah nilai yang diberikan terhadap setiap unit emisi karbon. NEK dianggap penting untuk diadakan karena dapat mendorong investasi hijau di Indonesia. Selain itu, NEK juga dapat mengatasi celah pembiayaan perubahan iklim yang selama ini terjadi.

Pahala selaku wakil menteri BUMN mengungkapkan, BUMN diminta untuk serius mulai melakukan transisi energi dengan berbagai cara seperti sinergi dan kolaborasi, dalam pernyataannya

“Kita melihat kolaborasi antara BUMN sendiri untuk membangun kerja sama dalam menghasilkan energi dan menurunkan emisi bisa dilakukan. BUMN kita juga bisa kerja sama dengan negara lain. Pada intinya, bagaimana BUMN bisa bersama-sama melakukan transisi energi,” jelas Pahala.
Dari sisi pemerintah dan regulasi, perdagangan karbon lebih memungkinkan dan lebih mudah untuk diimplementasikan daripada regulasi yang langsung membatasi dan mengenakan pajak pada emisi karbon. Regulasi langsung akan lebih mahal dari segi anggaran dan membatasi ruang gerak pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh industri.

Melalui perdagangan karbon, pemerintah juga dapat memantau jumlah emisi karbon yang dihasilkan di negaranya dengan lebih terorganisasi. Sebab, jumlah emisi dan potensi penyerapan terukur dengan standar yang telah ditetapkan. Jumlah kredit karbon yang beredar di pasar karbon tentunya akan membantu dalam mengontrol besarnya emisi karbon yang dilepas ke atmosfer.

Selain itu, perdagangan karbon juga akan membuka peluang ekonomi baru bagi negara-negara yang berpartisipasi. Sebagai salah satu paru-paru dunia, Indonesia diperkirakan menyumbang 75-80% kredit karbon dunia. Sehingga, perdagangan karbon ini dapat memberikan kontribusi hingga lebih dari USD150 miliar bagi perekonomian Indonesia.

Cara Kerja Perdagangan Karbon
Secara garis besar, emisi karbon saat ini diperdagangkan secara sukarela (voluntary carbon market) dan wajib (mandatory carbon market). Jika dilihat dari mekanisme perdagangannya, pasar karbon dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

Skema Perdagangan Emisi (Emissions Trading Scheme/ETS)
Dikenal juga dengan sistem cap-and-trade. Skema ini umumnya diterapkan pada pasar karbon yang bersifat wajib karena emisi karbon yang diperdagangkan dibatasi jumlahnya oleh pemerintah. Dalam skema ini, emisi yang diperdagangkan adalah untuk emisi yang akan dihasilkan di masa yang akan datang. Peserta dalam mekanisme pasar ini terdiri dari organisasi, perusahaan, dan bahkan negara.

Kewajiban pengurangan atau pembatasan emisi diterapkan dalam bentuk pengalokasian kuota (allowance) di awal periode. Peserta yang terkena pembatasan emisi wajib melaporkan emisi yang dihasilkan secara berkala (umumnya tahunan) kepada lembaga yang ditunjuk.

Pada akhir periode peserta yang melewati batas dapat membeli tambahan allowance dari peserta yang memiliki kuota yang tidak terpakai (emisi yang dihasilkan lebih rendah dari batasan yang ditetapkan), dan sebaliknya.

Skema Perdagangan Kredit Karbon
Dikenal juga dengan sistem baseline-and-crediting atau carbon offset. Skema ini tidak membutuhkan kuota (allowances) di awal periode, karena yang dijadikan sebagai komoditi (disebut sebagai kredit karbon) adalah hasil sertifikasi penurunan emisi karbon akibat pelaksanaan atas proyek yang mereduksi emisi karbon. Satu unit kredit karbon biasanya setara dengan penurunan emisi satu ton CO2.

Pada skema kredit karbon, nilai kredit didapatkan di akhir suatu periode (ex-post) yang dapat dijual dan digunakan oleh peserta untuk memenuhi target penurunan emisi atau menjadikan posisi peserta menjadi carbon neutral atau zero emission.

Sedangkan untuk skema ETS, nilai kredit sudah ditentukan di awal (ex-ante), sehingga kredit baru dapat diperjualbelikan tergantung pada aktivitas usaha yang dilakukan oleh penghasil emisi.

“Pemanasan global dan perubahan iklim yang terus menjadi sorotan dunia, menunjukkan bahwa isu ini sudah seharusnya menjadi bagian dari agenda keberlanjutan seluruh pihak. Sejak awal berdiri, ICDX berkomitmen untuk memajukan Indonesia khususnya pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan
[26/2 14.04] Turiman Corner: Tata Cara Perdagangan Karbon
Perdagangan karbon dalam Peraturan Nomor 21/2022 tentang tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menerbitkan Peraturan Nomor 21/2022 tentang tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon 21 September 2022. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengesahkan aturan teknis perdagangan karbon ini pada 20 Oktober 2022.

Peraturan Nomor 21/2022 ini merupakan turunan dari Peraturan Presiden 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon. Pada dasarnya, Perpres 98 mengatur soal mekanisme perdagangan karbon. Sementara Permen 21/2022 soal aturan teknis perdagangan karbon.

Perdagangan karbon merupakan satu instrumen menurunkan emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim. Ketentuannya merupakan kesepakatan 197 negara dalam Perjanjian Paris 2015. Perjanjian Paris sekaligus menggantikan Protokol Kyoto yang mengatur penurunan emisi dengan membagi kelompok negara maju yang wajib menurunkan emisi dan negara berkembang yang tidak wajib.

Perjanjian Paris 2015 mewajibkan para pihak (parties) yang meratifikasinya menurunkan emisi gas rumah. Targetnya pada 2030 penurunan emisi bisa menghindarkan kenaikan suhu 1,50 Celsius dibanding masa praindustri 1800-1850. Kenaikan suhu bumi merupakan akibat pemanasan global yang mengakibatkan krisis iklim berupa bencana iklim.

Untuk mencegah suhu bumi naik, dunia harus menurunkan produksi emisi gas rumah kaca sebanyak 45% dari rata-rata tahunan 51 miliar ton setara CO2. Hingga Konferensi Iklim COP26 tahun lalu, proposal penurunan emisi dalam nationally determined contribution (NDC) tiap negara hanya sanggup menurunkan emisi 25%.

Emisi adalah resultante dari aktivitas manusia dan kegiatan ekonomi. Namun, emisi yang menyebabkan pemanasan global jika ia terlepas ke atmosfer sehingga mengurangi kemampuannya menyerap emisi dan pas dari bumi dan matahari. Pelepasan emisi ke atmosfer disebut emisi gas rumah kaca.

Dalam Peraturan 21/2022, emisi yang diperdagangkan adalah emisi gas rumah kaca yang dihitung dengan pengukuran yang disepakati. Pada dasarnya, perdagangan emisi dalam peraturan ini ada empat: perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja (result-based payment), pungutan atas karbon, dan mekanisme lain sesuai perkembangan ilmu dan teknologi.

Perdagangan karbon
Disebut juga perdagangan emisi. Ada dua jenis perdagangan emisi yang diakui oleh peraturan ini:

Cap and trade. Yakni perdagangan karbon antar dan lintas sektor para pelaku usaha. Ada lima sektor yang ditetapkan sesuai dengan NDC: energi, kehutanan dan penggunaan lahan, pertanian, limbah, serta industri dan proses produksi. Menteri tiap sektor menetapkan batas emisi (cap) yang boleh diproduksi oleh tiap pelaku usaha. Mereka yang memproduksi emisi lebih dari batas itu, wajib membeli kelebihannya kepada mereka yang memproduksi emisi lebih rendah dari batas tersebut.
Carbon offset. Offset adalah pengimbangan. Pengimbangan emisi untuk sektor yang tak memiliki kuota. Mereka yang memproduksi emisi lebih besar dari baseline, bisa membeli kelebihan emisi tersebut kepada mereka yang menyediakan usaha penyerapan karbon. Offset emisi bisa dilakukan melalui bursa karbon atau perdagangan langsung antar penjual dan pembeli.
Para ilmuwan umumnya percaya bahwa pembakaran bahan bakar fosil dan kegiatan manusia lainnya merupakan penyebab utama dari bertambahnya konsentrasi karbondioksida dan gas rumah kaca. Sumber-sumber emisi karbondioksida secara global dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara): 36% dari industri energi (pembangkit listrik/kilang minyak, dll), 27% dari sektor transportasi, 21% dari sektor industri, 15% dari sektor rumah tangga & jasa, 1% dari sektor lain -lain. Sumber utama penghasil emisi karbondioksida secara global ada 2 macam. Pertama, pembangkit listrik bertenaga batubara. Pembangkit listrik ini membuang energi 2 kali lipat dari energi yang dihasilkan. Misalnya, energi yang digunakan 100 unit, sementara energi yang dihasilkan hanya 35 unit. Maka, sisa energi yang terbuang sebesar 65 unit! Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton karbondioksida per tahun! Kedua, pembakaran kendaraan bermotor dan bermobil. Kendaraan yang mengkonsumsi bahan bakar sebanyak 10 liter per 100 km dan menempuh jarak 20 ribu km, maka setiap tahunnya akan mengemisikan 4 ton karbondioksida ke udara! Bayangkan berapa ton CO2 yang disumbangkan kendaraan yang masuk ke atmosfer setiap tahun?

Akhirnya, skema perdagangan ini masih terus menimbulkan silang pendapat dan perdebatan. Memang, secara ekologis dapat dijabarkan secara gamblang bahwa melalui skim perdagangan ini setidaknya memang relatif mampu menahan laju deforestasi hutan dan degradasi lingkungan.

Namun disisi lain, dan tak kalah pentingnya, dari sisi politis dan harga diri, skim ini menggugah rasa keadilan negara-negara produsen hutan tropis khususnya karena lagi-lagi merasa diperdayai oleh negara-negara industri dengan hanya berperan sebagai penjaga hutan saja!
Siapa Bisa Ikut Perdagangan Karbon Selain pengusaha, perorangan bisa ikut perdagangan karbon. Bagaimana caranya?

Secara regulasi didalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon sudah mengatur agak detail mekanisme perdagangan karbon. Di dalamnya ada pengaturan soal siapa saja pelaku perdagangan karbon.

Menurut pasal 3 Peraturan Menteri Lingkungan Nomor 21/2022, mereka yang bisa ikut perdagangan karbon adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Pelaku perdagangan karbon bisa ikut mekanisme jual-beli penurunan dan pengurangan emisi.

Ada lima skema perdagangan karbon: cap and trade, carbon offset, pembayaran berbasis kinerja, pungutan karbon, dan mekanisme lain yang sesuai perkembangan teknologi (penjelasan ada di sini). Semua skema ini ditujukan untuk memenuhi target penurunan emisi dalam NDC sebesar 31,89% pada 2030.

Ada lima sektor yang wajib dalam penurunan emisi: energi, kehutanan dan penggunaan lahan, pertanian, limbah, dan industri serta proses produksi. Menurut Permen tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon, perdagangan karbon bisa antar sektor, lintas sektor, bahkan bisa menjalin kerja sama perdagangan dengan pembeli di luar negeri.

Sektor penghasil dan penyerap emisi gas rumah kaca itu diturunkan lagi menjadi 13 subsektor: pembangkit, transportasi, bangunan, limbah padat, limbah cair, sampah, industri, persawahan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pengelolaan gambut dan mangrove, dan subsektor lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada dasarnya Permen 21/2022 mengatur pasar karbon domestik di pasar wajib. Sebab ada pasar karbon sukarela yang transaksinya secara langsung antar dua entitas. Pasar sukarela masih diatur di peraturan ini melalui mekanisme perdagangan langsung, selain melalui bursa.
Para pelaku perdagangan karbon:

1.Pemerintah pusat
Skema yang tersedia adalah pembayaran berbasis kinerja atau result-based payment. Contohnya, kerja sama penurunan emisi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan pemerintah Norwegia. Kedua pemerintah menjalin kerja sama penurunan emisi melalui pencegahan deforestasi dan degradasi lahan. Jumlah emisi yang bisa dihindarkan dari program itu dibayar oleh pemerintah Norwegia. Harganya US$ 5 per ton karbon setara CO2. Setelah dihitung dan disepakati, penghindaran emisi sebanyak 11,2 juta ton setara CO2 dari pencegahan deforestasi 2016-2017.
Contoh lain pembayaran oleh Green Climate Fund untuk pengurangan emisi 2014-2016 sebesar 20 juta ton setara CO2 senilai US$ 103,8 juta. Juga perdagangan karbon dengan Bank Dunia di Kalimantan Timur sebesar 22 juta ton senilai US$ 110 juta melalui tiga tahap pembayaran untuk periode 2021-2025.
Sebaliknya, pemerintah pusat juga bisa menjadi pembeli karbon dari pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. Pembayaran karbon melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH)—lembaga non eselon di bawah Kementerian Keuangan. BPDLH ini yang menampung seluruh dana perdagangan karbon.
Sementara itu Kementerian Keuangan juga bisa mendapatkan manfaat perdagangan karbon dari pungutan atas karbon yang dibebaskan kepada barang atau aktivitas yang menghasilkan emisi.

2.Pemerintah daerah

Pemerintah daerah juga bisa mendapatkan manfaat perdagangan karbon. Sebab, pemerintah daerah berwenang mengelola area penggunaan lain (APL). Jika mereka bisa menurunkan deforestasi, mereka bisa mendapatkan pembayaran dari negara lain atau lembaga internasional. Hanya saja, perjanjian kerja samanya tidak bisa langsung, melainkan melalui pemerintah pusat.

3.Pelaku usaha
Para pelaku usaha bisa melakukan jual-beli karbon antar pelaku usaha di dalam sektor dan subsektor bahkan lintas sektor. Syaratnya, mereka harus mencatat produksi emisi dan penurunan emisi ke Sistem Registri Nasional (SRN) yang ada di KLHK. Mekanismenya bisa memakai cap and trade, carbon offset, atau pembayaran berbasis kinerja.
Di sektor energi, PLTU batu bara sudah uji coba cap and trade. PLTU yang menghasilkan emisi lebih tinggi dari batas atas emisi (cap) yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada PLTU yang memproduksi emisi lebih rendah dari batas tersebut.
Di sektor lahan, perusahaan restorasi ekosistem sudah bertransaksi karbon melalui carbon offset. Perusahaan di luar negeri yang memproduksi emisi karbon bisa membeli jasa penyerapan emisi kepada perusahaan restorasi melalui pasar sukarela. Dalam pasar wajib, pelaku usaha di sektor tertentu harus memenuhi terlebih dahulu kuota penurunan emisi mereka sesuai target NDC.

4. Masyarakat
Masyarakat perorangan juga bisa mendapatkan manfaat perdagangan karbon. Mekanisme yang sudah berjalan sekarang adalah bonus atau pembayaran langsung kepada mereka yang menurunkan emisi. Misalnya, jika Anda memasang solar panel, ada pembayaran tunai (cash back) dari BPDLH atas harga jika Anda mendaftarkannya. Sebab, energi solar panel lebih rendah emisinya dibanding listrik dari PLN yang masih memakai batu bara.
Tak hanya perorangan. Masyarakat komunitas juga bisa mendapatkan manfaat perdagangan karbon. BPDLH bahkan memberikan diskon hingga 60% harga solar panel untuk penyediaan listrik rumah-rumah ibadah dan bangunan sosial.
Komunitas yang pernah mendapatkan manfaat perdagangan karbon adalah masyarakat desa di sekitar hutan lindung Bujang Raba di Jambi. Mereka menjual jasa penyerapan karbon hutan desa ke perusahaan luar negeri melalui bursa karbon internasional.
Melalui regulasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 21/2022 tentang tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon, perdagangan karbon akan lebih bergairah. Para pelaku perdagangan karbon akan mendapatkan insentif atas jasa mereka tak memproduksi emisi karbon yang menjadi penyebab krisis iklim. Salah satu peluang yang adalah masyarakat desa atau desa desa yang memiliki kekayaan sumber potensi desa yakni hutan desa tentu menjadi peluang untuk melakukan kerjasama yang menguntungkan dan mampu memberdayakan pemerintah desa, karena salah satu kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah desa dapat melakukan tindakan lain sesuai peraturan perundang-undangan namun perlu didampingi oleh akademisi yang paham konstruksi hukum pemerintahan desa, sebab berkaitan dengan tindakan hukum yang memanfaatkan kewenangan atribusi yang dimiliki oleh kepala desa. konstruksi hukum terhadap Hak Kepala Desa Dalam melaksanakan tugas, kepala desa berhak: 1. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa; 2. Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan desa; 3. Menerima penghasilan tetap/gaji setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan; 4. Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan 5. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat desa. Wewenang Kepala Desa Dalam melaksanakan tugas di atas, kepala desa berwenang: 1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa; 2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa; 3. Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa; 4. Menetapkan peraturan desa; 5. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa; 6. Membina kehidupan masyarakat desa; 7. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa; 8. Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa; 9. Mengembangkan sumber pendapatan desa; 10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa; 11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa; 12. Memanfaatkan teknologi tepat guna; 13. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif; 14. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 15. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Kategorisasi hukum kewenangan kades diatas khususnya point 8, 14,15 perlu ada pendampingan dan konsultan hukum yang paham dengan konstruksi peraturan perundang-undangan, karena ini berkaitan dengan tindakan hukum keluar dan atau perikatan dengan pihak ketiga yang juga terikat dengan peraturan perundang-undangan tertentu seperti jual beli karbon yang tentunya nomenklatur perlu jelas ketika melakukan kerjasama dalam rangka pelaksanaan wewenang atribusi yang dimiliki oleh pemerintahan desa yang kelak membawa akibat hukum yang juga tentunya mengikat masyarakat desa dimana potensi desa tersebut berada, apalagi berkaitan dengan jual beli karbon tentunya perlu memahami dan kesepahaman tentang obyek yang sarat dengan kepentingan pihak ketiga, walaupun demikian selama itu memberikan manfaat kepada masyarakat desa, pada akhirnya tanggung jawab terhadap tindakan hukum keluar ada pada kepala desa selalu pemilik kewenangan atribusi berdasarkan peraturan perundang-undangan. ( red )

CATEGORIES
TAGS
Share This