Metodologi Pengembangan Keilmuan (Epistemologi) dalam Perspektif Islam dan Barat : Explanation (Bayani) dan Intuisi (Irfani) Dalam Perspektif Islam
Oleh : Difa Zacky Fadhilah
1.1 Pengertian, ruang lingkup dan kedudukan epistemologi
Epistemologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani episteme, yang berarti
pengetahuan atau ilmu, dan logos yang juga berarti pengetahuan. Epistemologi mencoba
menjawab pertanyaan “Apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana kita dapat mengetahuinya”
(what can we know, and how do we know it). Dari kedua pengertian
tersebut,epistemologi dapat dipahami sebagai ilmu tentang pengetahuan, atau pemikiran
tentang pengetahuan.
Awalnya, istilah epistemologi digunakan untuk membedakan antara dua cabang
filsafat yaitu epistemologi dan ontologi. Epistemologi dapat definisikan sebagai studi
menganalis dan menilai secara kritis tentang mekanisme dan prinsip-prinsip yang membentuk
keyakinan. Persoalan epistemologi menempati pokok bahasan yang begitu Penting, sehingga
seorang filosof Muslim modern Muhammad Baqir al-Shadr menyatakan, “Jika sumber –
sumber pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilai pengetahuannya tidak ditetapkan,
maka tidaklah mungkin melakukan studi apapun, bagaimanapun bentuknya.
Dalam dunia filsafat, epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas
mengenai hakikat ilmu, sekaligus menjadikan ilmu sebagai proses. Artinya suatu usaha
pemikiran yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang
terkandung dalam kajian ilmu pengetahuan. Epistemologi menanyakan apa objek kajian suatu
ilmu, dan seberapa jauh tingkat kebenaran yang dapat dicapainya dan kebenaran seperti apa
yang bisa dicapai dalam kajian ilmu; kebenaran obyektif,subyektif, absolut atau relatif.
1.2 Epistemologi dalam perspektif barat
Para ahli berbeda pendapat dalam menjelaskan epistemologi. misalnya Louis
O.Kattsoff, membagi epistemologi menjadi enam kategori, yakni rasionalisme,empirisme,
fenomenologisme, intuisionisme, metode ilmiah dan hipotesis. Sedangkan Pradana Boy ZTF
mengkategorikan menjadi tiga kategori, yaitu rasionalisme, empirisme, dankritisisme.Dalam
makalah ini, epistemologi dalam perspektif Barat diuraikan melalui tiga gambaran
epistemologi, yakni Rasionalisme, Empirisme, dan Kritisisme. Hal ini, paling tidak dalam
pandangan penulis, ketiga model epistemologi tersebut dianggap “mewakili” pokok-pokok
pemikiran Barat lainnya semacam positivisme,fenomenalisme, ataupun pragmatisme
1. Rasionalisme
Rasionalisme Secara umum, rasionalisme merupakan pendekatan filosofis yang
menekankan pada akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan. Hal ini
menunjukkan bahwa kontribusi akal lebih besar daripada indra, sehingga dapat
diterima adanya struktur bawaan (ide, kategori). Dalam perspektif epistemologi
rasionalisme, tidak mungkin suatu ilmu dibentuk hanya berdasarkan fakta dan data
empiris (pengamatan)semata. Pada masa klasik, aliran rasionalisme dipelopori oleh
Plato,sedangkan masa modern dipelopori oleh Descartes dan Leibniz. Ketiga tokoh ini
merupakan tokoh yang paling terkenal dalam aliran rasionalisme. Akal sering
diidentikkan dengan otak yang selalu siap menerima segala rangsangan dari indra.
akal merupakan ilmu pengetahuan yang bisa dijadikan ukuran dan patokan untuk bisa
diterapkan dalam kehidupan. Akal Mendapat Pengetahuan-pengetahuan yang tidak
terbatas dengan pengalaman indera, ia sanggup memastikan lebih mendalam melalui
pendayagunaannya
2. Empirisme
Empirisme Secara etimologis, empirisme berasal dari bahasa Yunani
empeiria/empeiros, yang berarti berpengalaman, dan terampil untuk Bahasa latinnya
yaitu experientia (pengalaman).sehingga secara istilah, Empirisme adalah doktrin
bahwa sumber semua pengetahuan harus dicari dari pengalaman, atau bahwa pengalaman indrawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan dan bukan akal/rasio.Dengan demikian, penganut epistemologi empirisme mengembalikan
pengetahuan dengan semua bentuknya kepada pengalaman inderawi. Dalam masa klasik, aliran empirisme dipelopori oleh Aristoteles, sedangkan pada masa modern
dipelopori olehF. Bacon, T. Hobbes, John Locke, David Hume dan John Stuart
Mill.Pengetahuan Inderawi menurut Aris toteles merupakan dasar dari semua
pengetahuan.Tak ada ide-ide natural yang mendahuluinya.Akan tetapi, ilmu hakiki
dalam pandangannya adalah ilmu tentang konsep-konsep dan makna-makna universal
yang mengungkapkan hakikat dan esensi sesuatu.
3. Kritisisme
Antara rasionalisme dan empirisme telah terdapat pertentangan yang sangat
jelas,yakni antara rasio dan pengalaman sebagai sumber kebenaran
pengetahuan.Manakah Yang sebenarnya sebagai sumber pengetahuan itu? Karena kedua
aliran tersebut saling mempertahankan pendapatnya masing-masing, maka untuk
“mendamaikan” pertentangan kedua aliran tersebut, tampillah Immanuel Kant sebagai
seorang filsuf Jerman (1724-1804).Kant mengubah kebudayaan dengan menggabungkan aliran rasionalisme dan empirisme, sehingga terbentuk aliran yang dikenal dengan kritisisme. Kritisisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel
Kant dengan memulai perjalanannya menyelidiki batas-batas kemampuan rasio
sebagai sumber pengetahuan manusia, sekaligus kelemahan kemampuan indera.
Dengan ini, tidak memungkinkan menggunakan metodologi
barat untuk mengenal epistemologi islam karena epistemologi islam ini berlandaskan
al qur’an,al hadits, serta ijtihad, sedangkan Metodologi Barat ini memiliki tipologi dan
karakteristik tersendiri yang banyak dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Barat
terkait dengan masalah manusia, dunia dan tujuan yang ingin dicapainya. Akan tetapi
metodologi tersebut tidak dapat digunakan untuk mengenal eksistensi dan
hakikat ajaran Islam. Karena setiap hakikat di dunia ini memiliki metode penelitian
secara khusus. metodologi Barat tidak akan dapat menuai pemahaman tentang hakikat
Islam dan agama yang sebenarnya. Metode tersebut tidak mampu menjelaskan hakikat
tersebut.
1.3 Epistemologi Ilmu dalam Perspektif Islam
Dalam konsep filsafat Islam, objek kajian ilmu itu adalah ayat-ayat
Tuhan sendiri, yaitu ayat-ayat Tuhan yang tersurat dalam kitab suci yang berisi
firman-firman-Nya, dan ayat-ayat Tuhan yang tersirat dan terkandung dalam
ciptaan-Nya yaitu alam semesta dan diri manusia sendiri. Kajian terhadap kitab
suci akan kembali melahirkan ilmu agama,sedangkan kajian terhadap alam
semesta, dalam dimensi fisik atau materi, melahirkan ilmu alam dan ilmu pasti,
termasuk di dalamnya kajian terhadap manusia dalam kaitannya dengan
dimensi fisiknya. Akan tetapi, suatu kajian pada dimensi non fisiknya, yaitu
perilaku, watak dan eksistensinya dalam berbagai aspek kehidupan, melahirkan ilmu humaniora. Adapun kajian terhadap ketiga ayat-ayat Tuhan itu
yang dilakukan pada tingkatan makna, yang berusaha untuk mencari
hakikatnya, melahirkan ilmu filsafat. Epistemologi islam & barat tentu bisa berkesinambungan, saat seseorang melihat sudut pandang dengan
mengutamakan akal saja dengan mengutamakan fakta & data tentu masih
memiliki kekurangan namun jika epistemologi islam juga masuk kedalam
dengan mendasarkan Al-Quran & Hadist akan memiliki batasannya apa yang
baik untuk dilanjutkan maupun sebaliknya.
a) Explanation (Bayani)
Secara etimologi bayan berati penjelasan (esplanasi), sedangkan secara terminologi
bayan mempunyai dua arti (1) sebagai aturan penafsiran wacana (2) sebagai syarat-
syarat memproduksi wacana. Pemikiran Bayani berarti pencarian kebenaran yang
bersumber dari otoritas teks, menggunakan pendekatan linguistik dan kerangka pola
pikir deduktif, hanya menggunakan metode ijtihadiyah atau qiyas. Menurut Abid
Jabiri Bayani, yaitu tradisi berpikir berdasarkan pada teks atau nash (tekstual). Tradisi
pemikiran Bayani hanya didasarkan pada teks Al-Qur’an dan Hadits. Pencarian
pengetahuan dan kebenaran bergerak dari teks Bayani ke teks. Metode Bayani
dikembangkan oleh para ahli hukum Islam dan teolog Islam. Secara leksikal
etimologis, tembayan mengandung lima arti yaitu:
1) al waslu (sampai, pengiriman)
2) al fasl (terputus, keterpilahan)
3) al zuhur wa al wuduh (jelas dan terang)
4) al falsahah wa al qudrah’ ala al tabligh wa al iqna’ (sehat dan mampu menyampaikan
dan melaporkan)
5) al ihsan hayawan al mubin (manusia hewan berlogika).
Bayani adalah metode pemikiran khas Arab yang menekankan otoritas teks (nash). Secara
langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan
jadi dan menerapkannya secara langsung tanpa berpikir. Secara tidak langsung berarti
memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran, meski
demikian hal ini bukan berarti akal dan rasio bisa bebas dalam menentukan makna dan maksudnya, tetapi harus sesuai dengan teks. Sebagai wacana pengetahuan Bayani berarti dunia pengetahuan yang dibentuk oleh sains, linguistik, dan agama Islam-Arab murni. Bayani
sebagai sistem pengetahuan, di sisi lain menandakan kumpulan prinsip, konsep, dan upaya
yang secara tidak sadar menciptakan dunia pengetahuan.
Menurut epistemologi Al-Syafii, ada dua dimensi dasar, ushul(prinsip utama), yang darinya muncul prinsip sekunder dan aturan wacana. Al-Jahiz kemudian berupaya mengembangkan bayani yang tidak sebatas memahami apa yang dilakukan Al-Shafi, tetapi berupaya agar wacana tersebut dapat dipahami oleh pendengar atau pembacanya.
Tradisi pemikiran Bayani semakin dominan dan menjadi mainstream pemikiran Islam.
Pemikiran Bayani lebih unggul dari otoritas ilmiah lainnya. Namun, pemikiran Bayani juga
memiliki kelemahan. Artinya, cara berpikir Bayani secara normatif tekstual, karena
menyimpang dari teks dan berpikir hanya berdasarkan teks. Konsekuensi dari pemikiran
Bayani adalah dianggap kurang peka terhadap perkembangan isu-isu keagamaan di masyarakat. Pemikiran Bayani juga cenderung ke arah akal, karena akal dipandang sebagai kebenaran teks. Oleh karena itu, akal sebagai fungsi pengendalian dan pengendalian keinginan sudah cukup. Pemikiran Bayani bersifat kaku dan cenderung mendalami tradisi keagamaan, budaya, dan komunitas lain di luar Islam. Pendukung pemikiran Bayani cenderung dogmatis, defensif, apologis, dan polemis.
Epistemologi Bayani berjalan dalam dua arah. Pertama, kepatuhan penyusunan teks sesuai
kaidah bahasa Arab. Kedua, penerapan metode Qiyas (analog) yang menjadi prinsip utama
epistemologi Bayani. Dalam mempelajari Ushul Fiqh, para Qiyas memberikan aturan hukum
tentang suatu hal berdasarkan masalah lain dimana teks memiliki kepastian hukum karena
kesamaannya dengan Illah. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi saat berlatih qiyas.
1) Adanya al-Ashl yakni nash suci yang memberikan hukum dan dipakai sebagai ukuran
2) Al-Far yaitu sesuatu yang tidak ada hukumnya dalam nash
Contoh qiyas adalah tentang hukum meminum arak dari qurma. Arak tersebut
diqiyaskan ke dalam jenis khamr. Hukumnya haram karena bersifat memabukkan.
pemikiran Bayani lebih unggul dari otoritas ilmiah lainnya Karena awalnya bayani secara
historis adalah system epistimologi paling awal muncul dalam pemikiran Arab. Epsitimologi
bayani munculbukan sebagai entitas budaya yang histories, melainkanmemiliki akar sejarah
yang panjang dalam pelataran tradisi pemikiran Arab.
b) Intuisi (irfani)
Secara etimologi Irfani dari kata dasar bahasa arab‘arafa’ semakna dengan makrifat,
berarti pengetahuan. Tetapi ia berbeda dengan ilmu (`ilm). Irfani atau makrifat berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat pengalaman (experience),
sedangkan ilmu menunjuk pada pengetahuan yang diperoleh lewat transformasi (naql) atau
rasionalitas (‘aql).Sedangkan secara terminologis, irfani bisa diartikan sebagai pengungkapan
atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakekat oleh Tuhan kepada hamba-Nya
setelah adanya olah rohani yang dilakukan atas dasar cinta. Kebalikan dari epistemologi
bayani, sasaran bidik irfani adalah aspek esoterik, apa yang ada dibalik teks. Dalam istilah
Amin Abdullah, bahwa pada tradisi irfani kata ‘arif’ lebih diutamakan dari pada ‘alim’ karena
‘alim’ lebih merujuk pada nalar bayani.
Metode irfani adalah model metodologi berfikir yang didasarkan atas pendekatan dan
pengalaman langsung atas realitas spiritual keagamaan. Dianggap sebagai metode yang liberal
karena tidak memiliki pemikiran yang jelas karena upaya untuk menyikapi hakikat makrifat
yang diperoleh melalui qolbu dan muhibah yang tidak dapat melalui logika atau pembelajaran
atau pemikiran.
Model metodologis Irfani adalah model pemikiran yang didasarkan pada pendekatan
dan pengalaman langsung atau realitas spiritual keagamaan. Irfani mengacu pada pengetahuan
yang diperoleh langsung dari pengalaman, pengetahuannya ke pengetahuan yang diperoleh
melalui transformasi naql atau rasionalitas.
pengetahuan tentang Tuhan atau sifat Tuhan tidak dapat diketahui melalui bukti empiris rasional, tetapi dapat diketahui melalui pengalaman langsung. Untuk dapat berhubungan langsung dengan Tuhan, manusia harus bebas dari segala ikatan dengan alam yang menghalanginya.Irfani adalah pengetahuan yang diperoleh melalui latihan spiritual dimana seseorang dengan hati yang murni meminta Tuhan untuk memberinya pengetahuan
secara langsung. Dari situ, dikonsep atau diambil hati sebelum dipresentasikan kepada orang
lain.
Dikatakan bahwa ketika orang menyaksikan keindahan alam, hati dan pikiran mereka
bergetar dan mereka segera mengetahui dan memahami keberadaan Sang Pencipta atau Tuhan
Matahari.Dari sudut pandang ini, orang tidak perlu menunggu teks-teks agama. Pengalaman batinnya yang terdalam menyusulnya Hukum Ilfani dikatakan telah dikenal dalam tradisi
pemikiran Yunani dan Persia jauh sebelum munculnya agama Kristen, Yudaisme, dan
Islam.Metode ini dikenal dengan istilah “Ilm al-Khuduri” karena dalam ajaran Islam ilmu
semacam ini datang secara langsung.Namun, dari sudut pandang Barat, disebut “pengetahuan
pra-logis” karena tidak terikat oleh premis logis.
Kesimpulan
Setelah dibahas dalam makalah ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa
epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan dasar-dasar pengetahuan, sumber
pengetahuan, ukuran kebenaran pengetahuan dan cara mendapatkan pengetahuan berdasarkan
perkembangan pemikiran.
Dalam dunia filsafat, epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas
mengenai hakikat ilmu, sekaligus menjadikan ilmu sebagai proses. Artinya suatu usaha
pemikiran yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang
terkandung dalam kajian ilmu pengetahuan. Epistemologi menanyakan apa objek kajian
suatu ilmu, dan seberapa jauh tingkat kebenaran yang dapat dicapainya dan kebenaran
Epistemologi Bayani adalah pemikiran berbasis teks yang juga menggunakan
kemungkinan akal untuk memahami dan menemukan kebenaran yang bersumber dari teks.
Epistemologi Irfani (Intuisi)pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat
pengalaman atau realitas spiritual keagamaan.
Epistemologi Islam berbeda dengan epistemology barat. Yakni, perbedaan dalam
mendefinisikan ilmu dan memandang objek secara keseluruhan.Masing- masing memiliki
kadar kemampuan berbeda sehingga mereka tidak bisa dipisahkan dan harus digunakan secara
proporsional. ( red/ Zai )