Penjelasan Eduard Marpaung Mengenai Perselisihan Hukum Dengan Muchtar Pakpahan
Jakarta – Eduard Marpaung, Sekjen Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) mengaku mengalami kriminalisasi hukum yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Hal itu disampaikannya kepada wartawan saat diwawancarai wartawan di ruang kerjanya. Dia menjelaskan, perselisihan hukum selama ini dengan Muchtar Pakpahan, tokoh oposisi buruh di masa pemerintahan orde baru terkait logo SBSI yang sebenarnya sudah selesai.
Namun dalam perjalanannya dia menjadi merasa aneh. Ternyata perselisihan hukum itu kian meluas pada upaya kriminalisasi terhadap dirinya sudah sampai empat tahun. Edward mengaku, jika dirinya saat ini dituntut Jaksa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur selama 2 tahun dengan tuduhan penghinaan dan pencemaran nama baik Muchtar Pakpahan yang dilaporkan melalui Gusmawati Anwar.
Selain di tuntut dua tahun penjara, Sekjen KSBSI periode 2015-2019 itu sekarang ini terancam denda Rp 100.000.000 dan tambahan 6 bulan. Bila tidak membayar denda terkait pasal 45 ayat (3) UURI No. 19 tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Adapun statusnya yang ia posting di Facebook menyatakan, ‘Berikan Like dan Comment anda untuk dukungan somasi MP sang Professor mabok menghentikan semua tindakan arogansinya minggu ini dan segera menghentikan klaim atas logo KSBSI’. Ia mengatakan, padahal kalimat tersebut sebenarnya dilanjutkan dengan tulisan, ‘Somasi juga akan dilayangkan ke semua cabang KSBSI MP di daerah, HAKI dan juga Pemkot Jakarta Pusat.
Kepada wartawan, Eduard menegaskan dirinya tak ada maksud menghina Muchtar Pakpahan. Dia menjelaskan maksud tulisan itu secara penuh disatukan maka didapati makna, MP sang Professor Mabok di KSBSI yang asal main klaim logo dan perlu di somasi bersama.
“Tulisan saya itu tidak ditujukan kepada MP di luar KSBSI, melainkan MP yang dimaksud adalah Musuh Pekerja,” tegasnya, saat di wawancarai, berapa waktu lalu, Cipinang Muara, Jakarta Timur, Sabtu, 01 Desember 2017. Tuntutan tersebut terkait pelaporan yang dilakukan oleh Gusmawati Anwar berkenaan dengan tulisannya di media sosial Facebook. Menurut Edward, tulisannya di Facebook yang dilaporkan Gusmawati tersebut sengaja dipotong, sehingga esensi yang disampaikannya tidak utuh.
Sebenarnya tulisan MP yang saya tulis itu tidak ditujukan kepada Muchtar Pakpahan tetapi maknanya adalah Musuh Pekerja. Nah itu yang dilaporkan potongannya saja, padahal masih ada kelanjutannya lagi.” Kata Edward di kantornya, Cipinang Muara, Jakarta Timur.
Dia juga menegaskan, sebelum persoalan tersebut ke pengadilan, Eduard sudah menjumpai Muchtar Pakpahan dan menyelesaikan persoalan tersebut dengan cara kekeluargaan. Namun entah mengapa, persoalan itu berlanjut ke meja pengadilan. Dia juga mengaku, selama menjalani proses persidangan dia sering menemukan kejanggalan hukum. Ada beberapa point yang ia sampaikan;
1. Dua saksi ahli pidana di pengadilan memberi kesaksian bahwa prosedur dalam pasal penghinaan dalam UU ITE sama dengan pasal 310 ayat 2 KUHP, sebagai aduan Absolut yang tidak bisa diwakilkan pelaporannya oleh orang lain. Kecuali dalam pengampuan atau secara mental dan fisik tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pelaporan. Kasus ini dilaporkan oleh orang lain bukan korban hal ini telah dijelaskan pengacara di kepolisian dan juga diajukan eksekusi di pengadilan, namun perkara tetap dilanjut oleh polisi dan hakim tanpa alasan hukum yang jelas.
2. Dalam pemeriksaan di polisi dan pengadilan Muchtar Pakpahan sebagai saksi pelapor menyatakan bahwa dialah yang menyuruh Gusmawati Anwar untuk melaporkan kasus dengan tuduhan pasal karet terkait UU ITE tentang penghinaan dan pnecemaran nama baik.
3. Pemeriksaan atas perkara ini diduga merupakan kriminalisasi, karena ketika di Kapolda pemeriksaan selalu dikaitkan dengan agenda nasional KSBSI dan serikat buruh, seperti rencana mogok nasional dan demo yang sifatnya nasional. Pemeriksaan dilakukan berulang-ulang bahkan untuk pertanyaan yang sama, BAP juga tidak diserahkan ketika di kepolisian sehingga menyulitkan untuk mengkoreksi. Ketika di pengadilan pemeriksaan yang dilampirkan sehingga tidak lengkap dan merugikan terdakwa.
4. Pemeriksaan polisi Cyber Crime sama sekali tidak berhubungan dengan status Facebook yang dianggap pencemaran nama baik dan penghinaan, tapi justru yang dibuktikan adalah surat protes Internasional ke Presiden Jokowi, berkenaan kebebasan berserikat KSBSI yang berhak atas ADRT dan aturan main organisasinya dalam bentuk logo, mars dan tri darma.
Tegasnya, dia tak gentar menghadapi kasus yang menimpanya walau sering mengalami diskriminasi hukum dari oknum-oknum tertentu. Bahkan organisasi KSBSI yang dia pimpin pun mendapat stigma negatif, karena sering mendapat pemberitaan negatif.
“Agenda kegiatan saya dalam dunia buruh dari dalam sampai keluar negeri sering terbengkalai karena setiap minggu harus menjalani sidang. Kalau tidak hadir saya akan ditahan, karena status saya sudah terdakwa,” ungkapnya. Sedihnya, keluarganya pun ikut berdampak secara mental dan psikologi. Dia menceritakan istrinya pernah hampir meninggal dengan kasus yang menimpanya. Edward yang juga selaku Sekretaris Buruh Internasional Industri All Indonesian Council ini meminta kepada penegak hukum yang menangani kasus ini untuk bersikap adil dan bijak menyelesaikannya. (Agus/A1)