Pluralisme adalah Harga Mati di Indonesia dan Tidak Bisa Ditawar Penulis: Mayor Arh Trijaka Ruhiyatna (Pasi Log Korem 082/CPYJ dan Mantan Kapendim Kediri)

KEDIRI-berantasnews, Perkembangan agama-agama telah menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama, dimana kehidupan keagamaan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Suatu bukti dalam hal ini dapat dilihat dalam kenyataan bahwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah, sangat dipengaruhi antara lain oleh motivasi agama. Selain itu inspirasi dan aspirasi keagamaan tercermin dalam rumusan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Proses penyebaran dan perkembangan agama-agama di Indonesia berlangsung dalam suatu rentangan waktu yang cukup panjang sehingga terjadi pertemuan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam pertemuan agama-agama tersebut timbullah potensi integrasi dan potensi kompetisi tidak sehat yang dapat mengakibatkan disintegrasi. Potensi integrasi diartikan sebagai suasana keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan terutama intern umat beragama dan antar umat beragama.

Potensi integrasi tersebut tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia sebagaimana tercermin dalam suasana hidup kekeluargaan, hidup bertetangga baik dan gotong royong. Hal ini dapat dilihat dari hubungan harmonis dalam kehidupan beragama seperti saling hormat menghormati, kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya, saling bersikap toleransi, sehingga dalam sejarah Bangsa Indonesia tidak pernah terjadi perang antar penganut agama.

Hubungan kerjasama antar pemeluk agama terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti saling tolong-menolong dalam pembangunan tempat ibadah dan dalam membangun Bangsa dan Negara. Potensi kompetisi berarti suasana saling persaingan dalam dinamika pergaulan, baik intern umat beragama maupun antar umat beragama.

Kompetisi ini dapat berjalan secara baik atau dalam suasana damai, dan dapat pula terjadi dalam berbagai bentuk pertentangan, benturan atau friksi. Dalam sejarah kehidupan keagamaan di Indonesia diakui pernah terjadi ketegangan atau friksi, namun masih dalam batas-batas kewajaran sebagai suatu dinamika dalam hubungan pergaulan atau interaksi antar umat beragama.

Suasana ketegangan dan pertentangan dalam kehidupan beragama yang akarnya telah ditanamkan oleh penjajah terbawa pula ke dalam alam kemerdekaan. Gejala-gejala terjadinya perselisihan antar umat beragama muncul ke permukaan sekitar akhir tahun 70an. Di antaranya adalah kasus perusakan tempat-tempat ibadah dan cara-cara penyiaran agama kepada orang yang telah memeluk suatu agama. Kompetisi tidak sehat yang berakibat disintegrasi dan perselisihan cenderung nampak berjalan terus, bahkan benturan fisik cenderung terjadi di era reformasi.

CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS