Polda Metro Uangkap Penjualan Obat Daftar G
Jakarta – Distributor kecil berinisial AMW (23), dan AB (23) diciduk jajaran Reserse Industri dan Perdagangan (Indag) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya. Pasalnya, mereka menjual obat-obatan yang masuk dalam daftar ‘G’ (resep dokter).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono dalam keterangan persnya mengatakan, para pelaku diamankan di tempat berbeda, AMW di Babelan, Kabupaten Bekasi dan AB di Tambora, Jakarta Barat.
“Dari tangan keduanya, kita mengamankan 15.367 butir yang kebanyakan diantaranya merupakan daftar G, diantaranya Heymer Trihephenidly, dan Tramadol,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa (18/9/2018).
Obat yang terdaftar G kerap disalahgunakan pelaku kriminal untuk berbuat kejahatan. Di mana obat-obatan itu kini telah tersebar luas di wilayah Jabodetabek.
Argo mengakui, penindakan terhadap obat daftar G bukanlah kali pertama, sebelumnya sering dilakukan Ditreskrimsus mulai dari pabrik, toko, hingga konsumenya. Upaya penindakan itu tak serta lenyap dari peredaran.
“Terhadap dua pelaku AMW dan AB sendiri melakukan operasinya sudah setahun terakhir. Selama itu keduanya menjual obat dengan harga Rp 6 ribu hingga Rp 20 ribu ke beberapa remaja yang kemudian disalahgunakan untuk tawuran dan aksi kriminal lainnya. Penggunaan obat menambah keberanian hingga percaya diri. Mereka mendapatkan keuntungan Rp 1 juta per hari,” jelas Argo.
Di tempat yang sama, Kasubdit Indag AKBP Sutarmo mengatakan, terungkapnya kasus ini setelah unitnya melakukan penelusuran usai menangkap penyalahgunaan obat daftar G pada Agustus lalu. Dalam kasus ini, kepolisian menduga obat tersebut palsu, pasalnya salah satu jenis obat itu yakni Tramadol tak diproduksi sejak setahun lalu.
“Ini mengindikasikan bahwa obat itu palsu,” tegas Sutarmo. Ia menambahkan, selain menjual obat daftar G, para pelaku juga kerap meracik obat.
“Padahal keduanya tidak berlisensi dan bukan ahli farmasi. Kami mencurigai ada (sales) yang kerap masukin obat. Selain itu di obat yang dipasarkan tidak memiliki lisensi dari BPOM,” kata Sutarmo.
Akibat perbuatannya, keduanya terancam hukuman penjara minimal lima tahun lantaran dianggap melanggar Undang undang kesehatan no 36 tahun 2009 dan Undang Undang Perlindungan Konsumen nomer 8 tahun 1999. ( Sutarno/sri )