Polemik’ Kursi Penjabat Bupati, Mulai Dibahas DPRD Kab. Bekasi
Kab. Bekasi – Proses pengusulan pemberhentian jabatan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi, periode 2017-2022 mulai masuk dan dibahas wakil rakyat di Gedung DPRD Kabupaten Bekasi. Hal itu sesuai amanat Pasal 79 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/3262/SJ tanggal 17 Juni 2015 dan Surat Gubernur Jawa Barat Nomor 1527/OD.01/Pemotda. Tanggal 16 Maret 2022.
“Ya, sekarang ini proses itu sedang berlangsung dan dari berbagai informasi yang dihimpun, proses itu jadi “Polemik” karena ada potensi “tarik menarik” terkait kalimat kata di poin ke 3 Surat Gubernur Jabar, khususnya di S.E Mendagri tanggal 17 Juni 2015,” kata Dewan Pendiri Jendela Komunikasi (Jeko) yang sehari harinya dipanggil nama Bob kepada berantasnews.com Sabtu 16/04/2022 melalu pesan WatsApp.
Menurutnya, jabatan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi, periode 2017-2022 dilantik oleh Gubernur Jawa Barat di Bandung, tanggal 22 Mei 2017. Adapun pelantikan itu sesuai dengan Radiogram Menteri Dalam Negeri Nomor 273/2222/SJ tanggal 10 Mei 2017.
“Karena itu, Jeko mendukung langkah DPRD Kabupaten Bekasi untuk secepatnya mengambil sikap atas surat Gubernur Jabar itu. Sebab harus dibawa ke rapat Paripurna untuk mendapatkan penetapan pemberhentian, paling lambat sebelum tanggal 22 April 2022,” tuturnya.
Terkait adanya “Polemik” dan berpotensi “tarik menarik”. Dewan Pendiri Jeko itu menjelaskan. Coba lihat dan perhatikan kalimat kata dalam poin ke 3 di surat Gubernur Jabar, tanggal 16 Maret 2022.
Dimana ada tulisan “serta Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah dan Usul Pengangkatan Penjabat Bupati”. Mungkin, itulah yang jadi sebabnya. Karena tulisan kalimat kata itu mengandung frasa dan klausul, tutur Bob.
Namun menurutnya, terlepas hal itu semua. Sekarang ini lah momentumnya para Wakil rakyat dan stakeholders atau civil society menghimpun dan menunjukan ke publik bahwa daerah ini bisa jadi contoh yang baik dan kondusif dalam menyikapi surat itu.
Apapun alasannya, kata Bob. Kekosongan Kepala Daerah akibat tidak diselenggarakannya Pilkada 2022 dan 2023 sudah jelas dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Sekarang coba simak dan perhatikan, Pasal 201 Ayat 9 UU Nomor 10 tahun 2016. Disitu tertulis “Untuk mengisi kekosongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat Penjabat (Pj) Bupati sampai dengan terpilihnya Kepala Daerah melalui Pemilihan serentak nasional tahun 2024.
Kemudian, kata Bob. Makna yang terkandung di Pasal 9 itu dipertegas dalam Pasal 11 yakni untuk mengisi kekosongan itu diangkat penjabat dari kalangan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama, dimana masa jabatannya 1 tahun dan dapat diperpanjang dengan orang yang sama atau berbeda.
Atas dasar Pasal 11 itu, harusnya para Wakil rakyat dan stakeholders atau civil society bersepakat dan mendorong kepada pihak terkait harus komitmen terhadap makna yang terkandung di Pasal 11 tersebut. Alasannya, yang disebut JPT itu diatur dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan turunannya yakni PP Nomor 11 tahun 2017 Tentang Manajemen PNS, tutur Bob.
Bahkan, Dewan Pendiri Jeko itu menegaskan bahwa
UU Nomor 5 tahun 2014 dan PP Nomor 11 tahun 2017 telah memuat hal yang sangat mendasar dan teknis terkait JPT Pratama yang dibutuhkan dan diamanatkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
“JPT itu sekelompok jabatan pimpinan tinggi dalam instansi pemerintahan. Adapun yang dimaksud pimpinan tinggi itu setara dengan eselon II seperti Kepala Biro, Asisten Deputi, Sekretariat Direktorat Jenderal, Sekretariat Inspektorat Jenderal dan Sekretariat Badan,” ucap Bob.
Karena itu, tandas Bob. Tidak relevansi untuk mengisi kekosongan kursi Bupati, kemudian pemerintah menggunakan dasar hukum Permendagri Nomor 1 tahun 2018. Sebab, jika dasar hukum itu jadi landasan maka peluang JPT Pratama sangat tipis.
Untuk itu, lembaga yang didirikanya pun sudah mengirim surat dan memberikan masukan itu kepada instansi terkait. Selain itu, dihimbau juga kepada stakeholders dan civil society untuk tunduk dan patuh kepada UU Nomor 10 Tahun 2016 dan UU Nomor 5 tahun 2014 serta PP Nomor 11 tahun 2017. (sr/bd)