Rakor di Dirjen Imigrasi Pencegah Tindak Pidana Perdagangan Orang
Singkawang – Kepala Imigrasi Kelas II Singkawang, Huntal Hutauruk mengatakan, pengawasan keimigrasian meliputi, pengawasan terhadap WNI dan pengawasan terhadap WNA.
Pengawasan Keimigrasian terhadap WNI, katanya, dilakukan pada saat permohonan paspor, saat keluar atau masuk ke wilayah Indonesia, dan pada saat berada di luar wilayah Indonesia.
Sedangkan latar belakang penambahan persyaratan bagi permohonan dokumen perjalanan atau paspor, jelasnya, berdasarkan pengalaman-pengalaman dan kejadian-kejadian serta maraknya pemberitaan tentang banyaknya WNI yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (Human Trafficking) dengan bekerja secara ilegal diluar negeri (non prosedural).
Sulitnya melakukan perlindungan hukum, karena WNI tersebut tidak teridentifikasi. Modus yang dilakukan di dalam pengiriman TKI secara ilegal sehingga mereka menjadi korban Human Trafficking, umroh atau haji khusus, ziarah, magang, wisata, dan kunjungan keluarga.
Guna menindaklanjuti permasalahan tersebut, tentunya tidak bisa dilakukan oleh Imigrasi sendiri. Sehingga dilakukanlah Rapat Koordinasi (Rakor) di Direktorat Jenderal Imigrasi dengan instansi terkait.
Dari hasil rapat tersebut, telah dicapai kesepakatan bahwa permohonan Paspor untuk meminimalisir (mencegah) jangan sampai WNI bertambah lagi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Maka pencegahan itu, paparnya, dapat dilakukan pada saat masyarakat melakukan permohonan dokumen perjalanan atau Paspor, pada saat pemberian izin keluar di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) baik bandara, pelabuhan laut maupun Pos Lintas Batas Negara (PLBN).
Kemudian, lanjutnya, dilakukan penambahan persyaratan selain syarat formil dan materil. Yang mana dalam syarat formilnya ada KTP, KK, akta lahir, izazah, akta nikah, dan surat baptis.
“Sedangkan persyaratan secara materilnya bisa dilakukan pada saat wawancara,” jelasnya.
Didalam wawancara yang dilakukan, maka pihaknya akan menilai profile yang bersangkutan dengan data pendukungnya, sehingga petugas dengan kewenangannya dapat melakukan penilaian kepada pemohon untuk layak atau tidaknya diberikan Paspor. Jika tidak memenuhi syarat, maka petugas mempunyai kewenangan untuk melakukan penolakan.
Sesuai dengan kesepakatan, tambahnya, persyaratan tambahan dari instansi terkait, bagi calon TKI melampirkan rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota, dimana mereka telah memiliki nomor identitas atau ITE, ditambah dengan surat kesehatan dari Kementerian Kesehatan.
Sedangkan bagi jemaah umroh atau haji khusus, harus melampirkan rekomendasi dari Kemenag Kabupaten/Kota dan surat keterangan dari penyelenggara perjalan haji dan umroh yang memiliki izin operasional yang syah dan masih berlaku serta terdaftar di Kemenag.
Sedangkan untuk kegiatan magang atau program kerja khusus, melampirkan rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktifitas Kementerian Tenaga Kerja.
Jika pada saat dilakukan tes wawancara teridentifikasi akan bekerja ke luar negeri tidak sesuai dengan ketentuan atau non prosedural dengan alasan kunjungan keluarga, maka petugas dapat meminta surat jaminan ditambah foto copy Paspor dari keluarga yang akan di kunjungi.
Lebih lanjut dikatakan Huntal, bahwa permohonan Paspor dengan alasan wisata, ada persyaratan menunjukkan buku tabungan dengan nilai nominal Rp25 juta.
“Pencantuman ini, sebenarnya bersifat internal. Karena, kita tidak memberlakukan terhadap semua pemohon Paspor. Sepanjang identitas pemohon Paspor jelas, tentu kita tidak mensyaratkan itu,” pungkasnya.
Hal itu dilakukan, katanya, adalah dalam rangka untuk melindungi WNI jangan sampai menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Hanya saja persoalannya, persyaratan Rp25 juta ini yang menjadi polemik sekarang ini. Padahal tujuan kita, untuk melindungi WNI jangan sampai menjadi korban TPPO,” pungkasnya.
Huntal menegaskan, jika pemberlakuan Rp25 juta ini, tidak serta merta dilakukan terhadap semua orang. Tapi dilakukan secara selektif.
“Artinya, jika petugas menemukan indikasi yang kuat bahwa orang ini akan bekerja secara ilegal, maka persyaratan Rp25 juta itu baru akan kita mintakan,” katanya.
Namun, mengingat begitu kencangnya polemik dan kekeberatan di masyarakat, ketentuan tersebut sekarang ini telah dicabut berdasarkan surat Direktur Jenderal IMIGR.01.01-1029.
“Jadi kemarin sudah langsung dicabut karena banyak keberatan dari masyarakat, dengan pertimbangan dan analisis Inteligen menimbulkan keresahan dan polemik di tengah masyarakat,” katanya.
Kedua, kurangnya sosialisasi sehingga masyarakat salah memahami.
Ini diberlakukan, mengingat data yang dimiliki Imigrasi mulai Januari sampai 18 Maret 2017, sudah ditolak permohonan terhadap 1.593 permohonan paspor di Kantor Imigrasi dan penolakan terhadap 296 izin berangkat di tempat pemeriksaan Imigrasi.
“Termasuk 82 orang dari Kantor Imigrasi Singkawang,” katanya.
Sedangkan pada September – Desember 2016, telah dilakukan penolakan terhadap 15 pemohon Paspor. ( sri )