Selama 100 Hari Kapolda Irjen Dr. Rudy : Merangkul Semua Potensi Masyarakat Banten
BN – Kesediaan Kapolda Banten, Irjen Pol. Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugroho, S.H., M.H., M.B.A. menjadi bagian dari sebuah perkumpulan berbasis kultural setempat, pertanda kemauan dan kebesaran jiwa pemimpin yang mau merangkul semua potensi kekuatan masyarakat (Potmas). Dalam kalimat populer kini sering dikatakan: Terbuka bagi semua!
Sikap seperti itu dapat dilihat dari 12 highlight kebijakannya yang ia kemas menjadi “Pendekar” (“Polisi yang Empati Ngayomi dan Dekat dengan Rakyat”). Kemudian, dijabarkan ke dalam pendekatan kemasyarakatan yang ia dan jajaran lakukan secara konkret hampir setiap harinya.
Baru tiga bulan memimpin, terhitung mulai 5 Januari 2021 hingga 5 April 2021, feedback dari masyarakat sudah sangat terasa. Misalnya, berkat partisipasi dan aduan masyarakat, Polda Banten antara lain telah menggulung sekawanan mafia tanah yang bergentayangan di wilayah hukum Polda Banten. Apresiasi pun berdatangan, baik dari Kementerian Agraria maupun institusi yang bergiat di bidang kajian kepolisian.
“Pendekar” digali dari khasanah kultural Banten, yakni: 1) Ngaji Bareng Kapolda, 2) Rukun Ulama Umaro’, 3) Yuk Ngopi Bareng, 4) Subuhan Keliling, 5) Saba Pesantren, 6) Sowan Sepuh, 7) Ronda Siskamling, 8) Guyub TNI – Polri, 9) Sinergi Tiga Pilar, 10) Warung Jumat, 11) Polisi Sayang Anak Yatim, 12) Penguatan Manajemen Media.
Melalui sosialisasi yang dibarengi aksi nyata, ke-12 highight kebijakan itu kini di Banten sangat populer sebagai “12 Commander Wish”. Peluncurannya dilakukan Rudy segera setelah ia dilantik menjadi Kapolda Banten pada 5 Januari 2021.
Rudy Diam-diam menyambangi alim-ulama, pesantren, atau rumah yatim/ yatim – piatu, sudah menjadi agenda keseharian Rudy, para pejabat utama Polda Banten dan jajaran seperti Polres hingga ke Polsek-polsek. Demikan pula kegiatan berbagi kepada mereka yang patut menerima infak, rutin dilakukan setiap jelang Jumat melalui “Warung Jumat Barokah” yang kontinu dipandu Kabid Humas, Edy Sumardi Priadinata, S.I.K. M.H.
Selain menjalankan tugas-tugas pokok kepolisian, menurut catatan penulis, Kapolda Rudy dan jajarannya setiap hari bergiat melakukan pendekatan berbasis “Pendekar” ke masyarakat. Pertanda kedekatannya disahuti oleh masyarakat, nyaris silih berganti saja antara ia yang mendatangi dan ia yang didatangi. Bila hari ini ia menyambangi, berganti hari ia pula di kantor atau di kediaman yang ganti disambangi. Ujar Rudy, Senin, 5/4/2021.
Di rumah dinas, misalnya, pada Jumat malam (3/4/21) ia membagi waktu untuk para anggota dan pengurus Perguruan Pencak Silat “Terumbu” Banten (PSTB). Kedatangan mereka sudah terjadwal, tapi agendanya itu yang bikin surprise. Rudy diangkat menjadi Dewan Pembina PSTB.
Pada acara pengukuhan itu, Rudy dipandu oleh salah seorang guru PSTB memeragakan salah satu gerak jurus silat Terumbu. Suasana seketika menjadi cair dan renyah.
Mereka yang hadir malam itu sempat terkesima menyaksikan keluwesan gerak Rudy, mantan pebola voli itu. Bagi Rudy, dunia olahraga bukan sesuatu yang baru. Semasa masih siswa SMA di Solo dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) di Bandar Lampung, Rudy yang kini 53 tahun, memang seorang atlet Tangguh cabang olah raga bola voli.
“Dia itu “smesher” yang taktis,” kata Petrus Bambang Trihasworo, S.H kepada penulis di Bandar Lampung. Baik Bambang dan Rudy semasa masih mahasiswa selain atlet di Unila juga di klub bola voli Mahardika dan Jasa Rahardja. Ketangguhan Rudy dalam bermain voli diakui Endi Yulianto, Yudianto, Gustina Aryani, Pahada Hudayat, dan Ismawan yang di masa lalu sama-sama mahasiswa FH Unila.
Pembina bagi Semua
“SELAMAT bergabung dalam keluarga besar Perguruan Pencak Silat Terumbu Banten. Kami siap bersinergi dengan Polri,” kata Ketua Umum PSTB, Yadi Sufiyadi, S.Pd., M.Si. ketika Jumat (3/4/21) malam menyambangi Rudy di kediamannya.
Yadi menyahuti seruan Kapolda Rudy yang mengimbau seluruh potensi kekuatan masyarakat Banten untuk bahu-membahu bersama Polri menjadi pelopor memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas).
Meski baru tiga bulan menjadi Kapolda Banten, mantan Kepala Divisi Hukum Polri itu, sudah berkali-kali menerima simpati dan apresiasi dari berbagai potmas di daerahnya. Akan tetapi, dengan rendah hati Rudy selalu berkata, “Itu semua bentuk lain dari harapan masyarakat kepada institusi Polri khususnya segenap jajaran Polda Banten. Itu amanah yang kami emban.”
Di awal-awal menjabat Kapolda Banten, Irjen Rudy dan Wakapolda Brigjen Pol Drs. Ery Nursatari, M.Si saat menyambangi para pendekar Banten di Padepokan Debus “Surowoan” Banten (PDSB), Serang (Senin, 22/2/21), juga didaulat menjadi bagian dari keluarga besar padepokan tersebut.
Menandai pengukuhan itu, Ketua PDSBL Suminta didampingi oleh Ketua DPP Persatuan Pendekar dan Seni Budaya Banten Indonesia (PSBBI), Andika Hazrumi memakaikan baju pendekar seraya menyerahkan senjata tajam khas Banten, golok, kepada Rudy dan Ery. “Itu tandanya Kapolda dan Wakapolda sah menjadi keluarga besar Pendekar Banten,” sambut Andika Hazrumy yang juga Wagub Banten.
Tak hanya kalangan pendekar, Rudy juga merangkul berbagai potmas lainnya sebagai sebuah pendekatan berbasis kultural. Di akhir Januari 2021, Rudy di kediamannya juga menerima kedatangan sejumlah anggota dan pengurus Majelis Permusyawaratan Masyarakat Kasepuhan (MPMK) yang dipimpin oleh Ketua MPMK, Junaedi Ibnu Jarta.
Majelis tersebut merupakan majelis masyarakat adat sub-etnis Sunda yang tinggal di sekitar Gunung Halimun. Selain berdiam di wilayah Kabupaten Lebak (Banten), mereka juga mendiami wilayah mulai dari bagian barat Kabupaten Sukabumi hingga utara Kabupaten Bogor di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Di wilayah beda provinsi (Banten dan Jabar) namun tersambung satu sama lain itu, mereka masih mempertahankan adat istiadat dan tradisi lama. Salah satu penandanya yaitu masih adanya “leutit” atau lumbung padi tradisional khas Kasepuhan di Sirnarasa (Kabupaten Sukabumi).
”Warga adat Kasepuhan tidak bisa hidup tanpa kedekatan dengan alam. Alam sangat berguna bagi warga adat Kasepuhan, contohnya hutan. Selain menghasilkan air, alam juga sebagai sumber obat-obatan tradisional dan mata pencaharian warga masyarakat adat kasepuhan,” penjelasan Junaedi yang disimak dan dinikmati oleh Rudy, laki-laki asal Solo, Jateng itu.
Seluruh potensi yang berbasis kultural, adat, tradisi, dan keagamaan, tak lepas dari perhatian Kapolda Rudy. Mulai dari kalangan pendekar, masyarakat adat, pesantren, ulama, dan lapisan masyarakat tadisional, menjadi perhatiannya sebagai potmas yang kuat dan efektif bagi harkamtibmas.
Ketika baru 12 hari menjadi Kapolda, Rudy bersama Wakapolda Birgjen Ery menyambangi masyarakat tradisional Baduy di Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak. Ikut mendampingi Ketua Bhayangkari Polda Banten, Ny. Wiek Rudy Heriyanto, S.H.
Kepada Rudy dan Ery, “jaro” (kepala desa) Kenekes, Saija, memakaikan udeng (ikat kepala khas Baduy) kepada Rudy, seraya menyerahkan sebilah senjata tajam yang dalam tradisi Baduy dinamakan golok surangkal.
Banten dan Keberagaman
PROVINSI Banten terbagi menjadi empat kota dan empat kabupaten. Dilihat dari wilayah hukum kepolisian, yang masuk dalam wilayah tugas Polda Banten yaitu Kota Cilegon, Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Tangerang yang beberapa Polseknya berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Luas wilayah Banten secara keseluruhan 9.160,70 Km persegi dengan jumlah penduduk mendekati 11 juta. Di provinsi ini terdapat Suku Baduy yang merupakan suku asli Sunda Banten. Mereka masih sangat menjaga tradisi, baik pakaian maupun pola hidup lainnya. Mereka mendiami kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 ha dalam wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara, dijaga baik-baik, dan sama sekali tidak boleh dirusak.
Mayoritas masyarakat Banten memeluk agama Islam dengan semangat religiusitas sangat tinggi. Akan tetapi, tulis bantenprov.go.id, pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan. Di sini hidup kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain seni bela diri pencak silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor.
Keberagaman penghuni Banten juga dapat dilihat dari bahasa yang mereka gunakan. Selain kaum perantau, penduduk asli berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek ini dikelompokkan kepada bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki beberapa tingkatan dari halus sampai tingkat kasar (informal). Tetapi, di Wilayah Banten Selatan seperti Lebak dan Pandeglang menggunakan bahasa Sunda Campuran, Sunda Kuno, Sunda Modern dan Bahasa Indonesia.
Di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan oleh etnik Jawa, sedangkan di bagian utara Kota Tangerang, terdapat orang-orang lokal yang menggunakan bahasa Indonesia dalam dialek Betawi. Mereka ini adalah pendatang etnis Betawi. Selain itu, ada pula yang menggunakan bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Para pendatang dari bagian lain di Tanah Air, umumnya menggunakan bahasa Indonesia.
Keberagaman mengandung perbedaan di dalamnya. Padanya sering juga digambarkan sebagai sebuah kekuatan bila piawai mengelolanya secara arif. Akan tetapi, perbedaan itu sekaligus pula menyimpan potensi perpecahan bila sebaliknya, kaku dan tajam mempertentangkannya.
Dari hari ke hari bertugas di Banten, kini pada 5 April 2021 Rudy sudah menginjak bulan ketiga bertugas atau sudah menjelang 100 hari pertamanya bertugas sebagai Kapolda. Ia tampak berusaha betul memahami potensi masyarakat yang mendiami wilayah yang bertetangga langsung dengan Ibu Kota Jakarta ini.
Ia memandang kultural sebagai sebuah kekuatan. Itu pula agaknya, pendekatan-pendekatan ia lakukan dengan menyamakan persepsi segenap jajarannya ketika membaca kondisi setempat dan menggunakan kacamata hati kearifan berbasis kultural. Untuk itu, ia menggulir “Pendekar” (“Polisi yang Empati Ngayomi dan Dekat dengan Rakyat”) dalam highlight “12 Commander Wish”.
Tentu saja, semua itu harus dijabarkan ke dalam kegiatan konkret agar dapat mengundang partisipasi yang berbasis pada pemahaman masyarakat bahwa harkamtibamas adalah tugas bersama, mengingat sungguh-sungguh bahwa penegakan hukum dalam pengertian represif adalah langkah langkah terakhir kepolisian.
Untuk itulah pendekatan-pendekatan yang efektif memengaruhi agar setiap warga benar-benar tanggung jawab secara bersama-sama, benar-benar dibutuhkan. Field dalam “Modal Sosial” menulis, “Teori modal sosial, pada intinya merupakan teori yang paling tegas. Tesis sentralnya dapat diringkas dalam dua kata: soal hubungan” (2010: 1).
Maka, dalam hal itu komunikasi memegang peranan penting. Rasanya, langkah tepat sudah diambil Rudy ketika mempertahankan “Penguatan Manejemen Media” tetap ada dalam “Pendekar”-nya.
Dalam kahasanah kultural Banten, Pendekar adalah orang baik-baik yang memiliki kemampuan bela diri dan rela berkorban membela yang lemah. Di masa lalu kehadirannya menjadi pengawal utama ulama. Pendekar sebagai potmas, hendaklah digali bersama-sama potensi yang lain agar efektif menjadi penjamin harkamtibmas bahu membahu dengan Polri.***
Oleh:
Suryadi
Pemerhati Kepolisian dan Budaya