Sinergi Pemerintah Dalam Wujudkan Swasembada Daging Sapi Melalui Optimalisasi Pendistribusian Sapi Nasional
Jakarta – (07/08/2017),- Dalam rangka mengoptimalkan sumber daya lokal (sapi-sapi lokal), terutama untuk mewujudkan pencapaian swasembada daging sapi di dalam negeri, Dewan Ketahanan Nasional bersama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Terkait Lainnya bersinergi untuk membuat rumusan kebijakan pengembangan sapi nasional untuk memenuhi tujuan swasembada daging sapi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembahasan rumusan kebijakan tersebut dilaksanakan dalam Seminar dan Lokakarya yang diselenggaarakan oleh Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) bekerjasama dengan Universitas Andalas dan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Semiloka diadakan di Padang Sumatera Barat pada tanggal 2 Agustus 2017 dengan tema “Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Lokal Untuk Pencapaian Swasembada Daging Sapi Dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional”.
Peserta seminar terdiri dari, dosen, peneliti, pemerintah pusat dan daerah, pengusaha, serta praktisi peternakan. Seminar dibuka oleh Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional Letjen TNI Nugroho Widyotomo. Keynote speaker Menteri Pertanian dibawakan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Drh. I Ketut Diarmita, M.P dengan topik: “Kebijakan Swasembada Daging Sapi Nasional untuk Kesejahteraan Rakyat”. Dilanjutkan dengan penyampaian makalah dari Ditjen PKH Kementan, Kemendag, Kemenkominfo.Kemenhub dan Kemenkop / UMKM
Dalam sambutannya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita Menteri Pertanian menganggap penting perlunya membangun kedaulatan pangan dalam rangka menjaga kedaulatan bangsa. Amran menegaskan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar warga negara yang harus dijamin ketersediaannya oleh pemerintah.
Menurutnya, kedaulatan pangan menjadi semakin relevan disaat Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas, termasuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dimana arus perdagangan barang dan jasa antar sesama negara se-kawasan Asia Tenggara akan semakin bebas untuk keluar masuk. “Kondisi ini membuat kita harus bisa meningkatkan daya saing melalui sistem produksi dan distribusi yang efisien, termasuk di dalamnya sistem produksi dan distribusi sektor peternakan”, kata Andi Amran Sulaiman dalam sambutannya.
Lebih lanjut disampaikan, Pemerintah saat ini telah merancang ambisi besar untuk menjadikan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada tahun 2045. Fokusnya pada komoditas pangan strategis meliputi padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, gula dan daging sapi.
Selanjutnya menurut Amran Sulaiman, pembenahan tata niaga produk pertanian domestik menjadi hal penting dalam rangka terciptanya perdagangan pangan yang berkeadilan karena Menurut Amran Sulaiman, saat ini petani menghadapi persoalan pasar monopoli dan oligopoli pada agroinputnya. Di sisi lain ketika menjual produk pertaniannya, para petani menghadapi pasar yang monopsonistik dimana posisi tawar petani sangat lemah dalam menentukan harga. Pada struktur tersebut beberapa gelintir pedagang/tengkulak yang menguasai akses pasar, informasi pasar, dan permodalan yang cukup memadai berhadapan dengan banyak petani yang kurang memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang memadai serta kelembagaan yang lemah. “Oleh karena itu pembenahan tata niaga pertanian akan terkait erat dengan akses dan informasi pasar, kelembagaan petani dan pembiayaan bagi petani”, ungkap Amran Sulaiman.
Penguasaan jalur distribusi dan praktik kartel mafia pangan dinilai bisa menjadi ancaman bagi target swasembada nasional.
Sekretaris Jenderal Wantanas Letnan Jenderal TNI Nugroho Widyotomo, menilai pemberantasan mafia pangan menjadi pilihan yang harus dilakukan. “Oleh sebab itu, mau tidak mau hal ini harus diberantas dan merupakan tugas dari pemerintah dan kita semua untuk menghilangkannya”, kata Nugroho.
Menurutnya impor pangan itu untungnya besar sehingga sangat memungkinkan pihak yang bisa menggagalkan swasembada adalah pelaku monopoli distribusi pangan dan kartel. “Logikanya kan rezeki mereka berkurang,” tambahnya.
Nugroho mengemukakan saat ini ada 250 juta penduduk Indonesia yang harus dipenuhi kebutuhan pangan dan mencari cara supaya tidak impor. “250 juta orang ini pangsa pasar yang besar bagi negara lain, sekarang bagaimana caranya agar kita bisa memenuhi kebutuhan sendiri,” ujarnya. Ia menerangkan untuk mencapai bonus demografi salah satunya harus dipersiapkan sumber daya manusia yang baik dan kuncinya adalah pemenuhan kebutuhan pangan.
Sementara Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan pihaknya terus berupaya mewujudkan swasembada pangan salah satunya memperpendek alur distribusi agar biaya tidak tinggi dan menetapkan harga eceran terendah.
“Kalau untuk unggas kita sebenarnya sudah swasembada, konsumsi sapi saat ini 6,7 %, telur 85% dan ayam 67%,” sebut Ketut.
Terkait dengan upaya pemerintah dalam mempercepat peningkatan populasi sapi potong, pemerintah melakukan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) pada tahun 2017 dengan target 4 juta ekor akseptor dan 3 juta ekor sapi bunting. Sesuai dengan Permentan Nomor 48 Tahun 2016, perbaikan sistem manajemen reproduksi pada UPSUS SIWAB dilakukan melalui pemeriksaan status reproduksi dan gangguan reproduksi, pelayanan IB dan kawin alam, pemenuhan semen beku dan N2 cair, pengendalian betina produktif dan pemenuhan hijauan pakan ternak dan konsentrat. Upaya lain yang dilakukan pemerintah dalam rangka percepatan peningkatan populasi sapi adalah melalui implementasi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 49 Tahun 2016 Tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar Ke Dalam Wilayah Negara Republik.
Kementerian Pertanian juga bekerjasama dengan TNI dalam pengawalan sapi indukan impor yang saat ini dipelihara oleh kelompok peternak di Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Aceh). Selain itu juga bekerjasama dengan Polri untuk pengendalian pemotongan betina produktif.
Pemerintah saat ini juga sedang melakukan perbaikan sistem logistik dan supply chain untuk komoditas sapi dan daging sapi melalui langkah-langkah antara lain: a) Pengadaan dan operasionalisasi kapal ternak yang didesain memenuhi standar animal welfare. mengubah struktur pasar, meningkatkan harga di peternak dan harga yang lebih rendah di tingkat konsumen. Saat ini dialokasikan subsidi sebesar 80% pada tarif muat ternak pada kapal ternak. Hal ini diharapkan akan terus mendorong perluasan produksi peternakan dan mencapai swasembada produksi pangan hewani. Pemberian subsidi yang tepat guna kepada suatu program rintisan pemerintah merupakan satu instrumen yang perlu diterapkan guna tercapainya program tersebut. Saat ini sedang disiapkan tambahan kapal sebanyak 5 unit, dan diharapkan dapat beroperasi tahun 2018; b) Pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) modern di sentra-sentra produksi; dan c) Perbaikan tata laksana dan pengawasan impor yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat.
Menurut I Ketut Diarmita, pengawasan dan pemantauan proses sistem logistik dan supply chain tersebut perlu lebih dioptimalkan melalui Penguatan Data dan Informasi peternakan dan kesehatan hewan yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan melalui pengembangan sistem jaringan informasi di daerah sentra produksi dan wilayah konsumsi untuk memantau perkembangan populasi, produksi, ketersediaan dan distribusi ternak serta produk ternak secara aktual dan akurat dan terintegrasi antar pemangku kepentingan. Dengan demikian kebijakan pengendalian distribusi dan ketersediaan daging nasional dalam rangka ketahanan pangan nasional.dapat dipenuhi.
Lala M. Kolopaking, Ph.D Staf Ahli Menteri Sosial Ekonomi Budaya Kominfo menyampaikan, upaya swasembada ternak dan peningkatan budidaya ternak yang berorientasi pada kesejahteraan peternak sangat penting. Kepastian pasar dengan memperoleh daya tawar pada skala usaha yang lebih rasional akan memotivasi para peternak berpartisipasi aktif dalam meningkatkan produktivitas usaha peternakan yang dimiliki.
Lala menekankan bahwa pemanfaatan Teknologi Informatika merupakan enabler dalam mencapai kesejahteraan peternak melalui aspek pengembangan ekonomi (digital economic) dan aspek transformasi sosial (digital culture). Teknologi Informasi diyakini dapat menyederhanakan rantai distribusi produk yang dipasarkan melalui Aplikasi Pengelolaan Peternakan Berbasis Komunitas Peternak sebagai portal informatika. Dengan konektivitas rantai pasok online melalui jasa ekspedisi atau agen Logistik maupun delivery service pelaku usaha Peternak skala UMKM pun dapat memasarkan produknya secara online langsung ke konsumen, berapapun volumenya. Sedangkan proses transaksi online dapat difasilitasi oleh pihak perbankan. Melalui portal informatika tersebut komunitas peternak dapat berbagi informasi, melakukan promosi dan transaksi elektronik, Knowledge Management serta dokumentasi.
Lala juga menyinggung perihal optimalisasi kelembagaan melalui koperasi usaha peternakan yang fokus pada akses pembiayaan, fokus kepada koperasi sektor riil yang berorientasi ekspor, padat karya dan digital ekonomi (eCommerce).
Hasil pembahasan dari seminar dan Lokakarya ini nantinya akan dirangkum oleh Wantannas dalam bentuk draft naskah kebijakan. Draft tersebut akan segera disampaikan kepada Presiden RI untuk mendapatkan persetujuan Presiden menjadi produk kebijakan yang berupa rekomendasi bagi Kementerian Lembaga terkait guna memperbaiki pembangunan peternakan nasional dalam rangka memenuhi ketahanan nasional .