SOLUSI PEMILIH DILUAR WILAYAH PEMILIHAN DALAM PILKADA SERENTAK DI INDONESIA
Oleh: Turiman Fachturahman Nur (Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura
BN – Pontianak,Pengamat Hukum dan Kehidupan Kenegaraan)
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia mengacu pada aturan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam undang-undang tersebut, partisipasi pemilih secara fisik di TPS (Tempat Pemungutan Suara) adalah mekanisme utama untuk memberikan suara. Namun, mahasiswa atau warga yang berada di luar daerah tempat mereka terdaftar sebagai pemilih sering menghadapi kendala untuk menggunakan hak pilih mereka.
I.Analisis Kategorisasi Hukum Terhadap Pemilih Pilkada Di luar atau Posisi Di Luar Daerah Provinsi
Hambatan Mahasiswa Perantau dalam Pilkada
1. Mahasiswa dari luar daerah (contohnya Kalimantan Barat) yang sedang menempuh pendidikan di daerah lain sering tidak dapat pulang ke daerah asalnya untuk memberikan suara.
2. Tidak adanya mekanisme praktis seperti pemungutan suara elektronik atau jarak jauh dalam Pilkada.
Jalan Keluar untuk Mahasiswa Perantau
1. Mengurus Formulir A5 (Pindah Memilih):
Mahasiswa dapat mengajukan Formulir A5 kepada KPU setempat di tempat asal untuk dapat memilih di lokasi domisili sementara (misalnya kota tempat kuliah).
Prosedur ini harus dilakukan sebelum batas waktu yang ditentukan oleh KPU (biasanya beberapa minggu sebelum hari pemungutan suara).
2. Mengusulkan Pemungutan Suara Elektronik (e-Voting):
Hingga saat ini, Indonesia belum menerapkan e-voting dalam Pilkada atau Pemilu karena alasan keamanan, infrastruktur, dan tingkat literasi digital.
Regulasi terkait e-voting diatur dalam:
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (untuk Pemilu, tetapi prinsipnya bisa menjadi acuan untuk Pilkada).
UU ITE (UU Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diperbarui dengan UU Nomor 19 Tahun 2016), terkait keamanan sistem elektronik.
Penerapan e-voting memerlukan revisi undang-undang atau kebijakan baru dari KPU.
3. Pilihan Alternatif: TPS Khusus atau Tempat Pencoblosan di Luar Daerah:
KPU dapat mengatur TPS khusus untuk pemilih yang terdaftar di luar daerah. Namun, hal ini masih sangat terbatas karena Pilkada mengutamakan pemungutan suara secara lokal.
Rekomendasi untuk Solusi Jangka Panjang
Advokasi ke KPU dan Pemerintah: Mahasiswa atau organisasi masyarakat dapat mengajukan advokasi agar regulasi lebih ramah bagi pemilih perantau, seperti memperluas akses penggunaan Formulir A5 atau memperkenalkan e-voting secara bertahap.
Digitalisasi Pilkada: Pemerintah dan KPU dapat mulai membangun infrastruktur untuk menerapkan e-voting, khususnya bagi pemilih yang berada di luar domisili.
II.Analisis Klarifikasi Hukum Terhadap Pemilih Pilkada Di luar atau Posisi Di Luar Daerah Provinsi
Mengatasi tantangan pemilih perantau dalam Pilkada serentak memerlukan pendekatan inovatif yang mengedepankan aksesibilitas tanpa mengurangi keamanan dan integritas proses pemilu. Berikut adalah beberapa solusi jangka pendek dan jangka panjang yang dapat diimplementasikan:
1. Penguatan Digitalisasi melalui Prosedur Pindah Memilih (Formulir A5)
Digitalisasi Proses A5: Proses pengurusan Formulir A5 dapat dibuat lebih mudah dengan mengintegrasikan sistem berbasis online. Pemilih cukup mendaftar melalui platform daring KPU, sehingga tidak perlu hadir fisik ke KPU atau PPS.
Peningkatan Sosialisasi: Banyak pemilih tidak mengetahui keberadaan Formulir A5. KPU perlu menggalakkan sosialisasi melalui media massa, media sosial, dan organisasi mahasiswa agar prosedur ini lebih dikenal.
Pengaturan TPS Khusus untuk Perantau: KPU dapat membuka TPS khusus di daerah-daerah dengan konsentrasi tinggi pemilih perantau, seperti kota-kota besar dengan banyak mahasiswa atau pekerja asal daerah tertentu.
2. Penerapan Sistem Pemilu Elektronik (e-Voting)
Mengembangkan Sistem e-Voting yang Aman: Sistem ini dapat dirancang untuk memungkinkan pemilih menggunakan hak suara mereka secara elektronik dari mana saja, selama terdaftar dalam DPT. Teknologi blockchain atau sistem enkripsi tinggi dapat digunakan untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan suara.
Proyek Percontohan: Mulai dengan uji coba e-voting di wilayah tertentu, seperti untuk pemilih di luar negeri atau mahasiswa perantau, sebelum diimplementasikan secara nasional.
Regulasi dan Infrastruktur: Revisi UU Pilkada dan investasi pada infrastruktur teknologi, termasuk pelatihan petugas, untuk mendukung e-voting.
3. Kolaborasi dengan Institusi Pendidikan
Pendataan Mahasiswa Perantau: KPU dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mendata mahasiswa yang berada di luar domisili asal dan memfasilitasi mereka dengan TPS sementara atau bantuan pengurusan A5.
Pusat Informasi Pilkada di Kampus: Setiap kampus dapat memiliki pusat informasi khusus yang membantu mahasiswa memahami prosedur pindah memilih dan pentingnya partisipasi dalam Pilkada.
4. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi
Sosialisasi Melalui Teknologi: Gunakan media sosial, aplikasi mobile, dan website untuk memberikan panduan kepada pemilih perantau tentang cara menggunakan hak pilih mereka.
Pelibatan Organisasi Pemuda dan Mahasiswa: Libatkan organisasi seperti BEM atau komunitas daerah untuk mengedukasi mahasiswa dan menyuarakan aspirasi terkait aksesibilitas pemilu.
5. Revisi Regulasi Pemilu
Revisi UU Pilkada untuk memperluas hak pilih dengan memasukkan ketentuan yang lebih fleksibel bagi pemilih perantau.
Memasukkan opsi pemilu jarak jauh (e-voting atau pemilu pos) dalam undang-undang dengan tetap menjaga prinsip luber dan jurdil.
6. Peningkatan Teknologi dan Infrastruktur
Peningkatan Infrastruktur Digital: Pembangunan sistem teknologi informasi yang memadai untuk mendukung e-voting dan pendataan pemilih secara real-time.
Keamanan Digital: Melibatkan ahli keamanan siber untuk melindungi data pemilih dan hasil suara dari potensi manipulasi
Manfaat Solusi Ini
Aksesibilitas yang Lebih Baik: Mahasiswa atau pekerja perantau tidak lagi kesulitan menggunakan hak pilih mereka.
Partisipasi yang Lebih Tinggi: Dengan prosedur yang lebih sederhana, tingkat partisipasi pemilih dapat meningkat.
Efisiensi Proses Pemilu: Digitalisasi dapat mengurangi biaya logistik dan waktu yang diperlukan untuk pengelolaan pemilu.
Mengatasi tantangan pemilih perantau dalam Pilkada serentak memerlukan pendekatan inovatif yang mengedepankan aksesibilitas tanpa mengurangi keamanan dan integritas proses pemilu. Berikut adalah beberapa solusi jangka pendek dan jangka panjang yang dapat diimplementasikan:
1. Penguatan Prosedur Pindah Memilih (Formulir A5)
Digitalisasi Proses A5: Proses pengurusan Formulir A5 dapat dibuat lebih mudah dengan mengintegrasikan sistem berbasis online. Pemilih cukup mendaftar melalui platform daring KPU, sehingga tidak perlu hadir fisik ke KPU atau PPS.
Peningkatan Sosialisasi: Banyak pemilih tidak mengetahui keberadaan Formulir A5. KPU perlu menggalakkan sosialisasi melalui media massa, media sosial, dan organisasi mahasiswa agar prosedur ini lebih dikenal.
Pengaturan TPS Khusus untuk Perantau: KPU dapat membuka TPS khusus di daerah-daerah dengan konsentrasi tinggi pemilih perantau, seperti kota-kota besar dengan banyak mahasiswa atau pekerja asal daerah tertentu.
2. Penerapan Sistem Pemilu Elektronik (e-Voting)
Mengembangkan Sistem e-Voting yang Aman: Sistem ini dapat dirancang untuk memungkinkan pemilih menggunakan hak suara mereka secara elektronik dari mana saja, selama terdaftar dalam DPT. Teknologi blockchain atau sistem enkripsi tinggi dapat digunakan untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan suara.
Proyek Percontohan: Mulai dengan uji coba e-voting di wilayah tertentu, seperti untuk pemilih di luar negeri atau mahasiswa perantau, sebelum diimplementasikan secara nasional.
Regulasi dan Infrastruktur: Revisi UU Pilkada dan investasi pada infrastruktur teknologi, termasuk pelatihan petugas, untuk mendukung e-voting.
3. Kolaborasi dengan Institusi Pendidikan
Pendataan Mahasiswa Perantau: KPU dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mendata mahasiswa yang berada di luar domisili asal dan memfasilitasi mereka dengan TPS sementara atau bantuan pengurusan A5.
Pusat Informasi Pilkada di Kampus: Setiap kampus dapat memiliki pusat informasi khusus yang membantu mahasiswa memahami prosedur pindah memilih dan pentingnya partisipasi dalam Pilkada.
4. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi
Sosialisasi Melalui Teknologi: Gunakan media sosial, aplikasi mobile, dan website untuk memberikan panduan kepada pemilih perantau tentang cara menggunakan hak pilih mereka.
Pelibatan Organisasi Pemuda dan Mahasiswa: Libatkan organisasi seperti BEM atau komunitas daerah untuk mengedukasi mahasiswa dan menyuarakan aspirasi terkait aksesibilitas pemilu.
5. Revisi Regulasi Pemilu
Revisi UU Pilkada untuk memperluas hak pilih dengan memasukkan ketentuan yang lebih fleksibel bagi pemilih perantau.
Memasukkan opsi pemilu jarak jauh (e-voting atau pemilu pos) dalam undang-undang dengan tetap menjaga prinsip luber dan jurdil.
6. Peningkatan Teknologi dan Infrastruktur
Peningkatan Infrastruktur Digital: Pembangunan sistem teknologi informasi yang memadai untuk mendukung e-voting dan pendataan pemilih secara real-time.
Keamanan Digital: Melibatkan ahli keamanan siber untuk melindungi data pemilih dan hasil suara dari potensi manipulasi.
Manfaat Solusi Ini
Aksesibilitas yang Lebih Baik: Mahasiswa atau pekerja perantau tidak lagi kesulitan menggunakan hak pilih mereka.
Partisipasi yang Lebih Tinggi: Dengan prosedur yang lebih sederhana, tingkat partisipasi pemilih dapat meningkat.
Efisiensi Proses Pemilu: Digitalisasi dapat mengurangi biaya logistik dan waktu yang diperlukan untuk pengelolaan pemilu.
III.Analisis Verifikasi Hukum Terhadap Pemilih Pilkada Di luar atau Posisi Di Luar Daerah Provinsi
Pasal yang mengatur pemilih di luar domisili dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) umumnya mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Berikut poin pentingnya:
1. Pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT):
Pasal 57 ayat (2) UU No. 10/2016 menyatakan bahwa pemilih harus terdaftar di DPT dan memiliki KTP elektronik sesuai wilayah tempat pemilihan. Dalam konteks ini, pemilih yang KTP-nya terdaftar di Kalimantan Barat berhak memilih di Pilkada Kalimantan Barat.
2. Pemilih di luar domisili (dengan pengecualian):
Jika pemilih berada di luar daerah Kalimantan Barat, seperti mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di luar Kalimantan Barat, mereka tetap dapat menggunakan hak pilihnya di daerah asal dengan syarat tertentu. Salah satu syarat ini adalah mengajukan Formulir A5 (Surat Pindah Memilih) yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Formulir ini memungkinkan pemilih tetap memberikan suara di TPS khusus sesuai dengan domisili asal yang tercatat.
3. Hak memilih dijamin:
Pasal 1 ayat (4) UU No. 10/2016 menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk memilih, selama memenuhi syarat administratif dan prosedur yang telah ditetapkan.
Kesimpulan:
Mahasiswa atau pemilih yang berada di luar Kalimantan Barat tetap bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada, asalkan mereka terdaftar di DPT dan mengurus Formulir A5. Jika tidak mengurus formulir tersebut, maka mereka hanya dapat memilih di TPS yang sesuai dengan alamat KTP mereka di Kalimantan Barat.
Analisis Faktor Internal dan Faktor Eksternal Terhadap Pemilih Diluar Wilayah Pemilihan
Kurangnya sosialisasi mengenai Formulir A5 dan mekanismenya memang menjadi kendala dalam pelaksanaan Pilkada, khususnya bagi pemilih yang berada di luar domisili. Berikut adalah penjelasan tentang mekanisme Formulir A5 dan masalah yang sering terjadi:
MEKANISME PENGURUSAN FORMULIR A5
1. Syarat untuk Mengurus Formulir A5
Pemilih harus terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah asal.
Membawa dokumen identitas berupa KTP elektronik atau surat keterangan pengganti KTP elektronik.
2. Prosedur Pengurusan
Pemilih datang langsung ke Kantor KPU daerah asal atau Panitia Pemungutan Suara (PPS) tempat dia terdaftar dalam DPT.
Mengajukan permohonan untuk mendapatkan Formulir A5 dengan menyertakan alasan pindah memilih, misalnya karena studi, pekerjaan, atau alasan lainnya.
Setelah Formulir A5 diterbitkan, pemilih membawa formulir tersebut ke KPU atau PPS di lokasi baru untuk didaftarkan ke TPS setempat
3. Batas Waktu
Berdasarkan regulasi KPU, Formulir A5 harus diajukan paling lambat 30 hari sebelum hari pemungutan suara-
Masalah yang Sering Terjadi
1. Minimnya Sosialisasi
Banyak pemilih tidak tahu tentang keberadaan Formulir A5 dan cara mengurusnya.
Informasi terkait batas waktu dan prosedur sering kali tidak disampaikan secara masif oleh KPU.
2. Akses yang Sulit
Mahasiswa atau pekerja yang berada di luar domisili kesulitan mengakses Kantor KPU di daerah asal untuk mengurus Formulir A5.
Tidak semua KPU daerah menyediakan layanan daring untuk pengurusan Formulir A5.
3. Kurangnya Fasilitas Pendukung
Sistem pemutakhiran data pemilih sering kali lambat sehingga pengajuan Formulir A5 menjadi terhambat.
Kurangnya koordinasi antara KPU daerah asal dan daerah tujuan membuat banyak pemilih yang gagal terdaftar di TPS baru
Solusi yang Dapat Dilakukan dari Fakta Analisis Verifikasi Hukum
1. Sosialisasi Lebih Intensif
KPU perlu melibatkan kampus, organisasi mahasiswa, dan komunitas di luar domisili untuk menyebarkan informasi mengenai Formulir A5.
Media sosial dan kanal digital KPU bisa digunakan secara optimal untuk menjangkau lebih banyak pemilih.
2. Penyederhanaan Proses
Mengintegrasikan layanan daring untuk pengurusan Formulir A5 agar bisa dilakukan tanpa harus datang langsung ke KPU daerah asal.
Mempermudah koordinasi antar-KPU daerah melalui sistem elektronik.
3. Meningkatkan Fasilitas di TPS
Menyediakan TPS khusus di daerah-daerah dengan jumlah pemilih pindahan yang tinggi, seperti di sekitar kampus atau kawasan pekerja.
Dengan perbaikan mekanisme dan sosialisasi yang lebih baik, diharapkan masalah kurangnya kesadaran dan akses terhadap Formulir A5 dapat diatasi, sehingga pemilih tetap dapat menggunakan hak suaranya meski berada di luar domisili.
IV.Analisis Validasi Hukum Terhadap Pemilih Pilkada Di luar atau Posisi Di Luar Daerah Provinsi
Berikut adalah peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pemilih yang berada di luar domisili (termasuk di luar Kalimantan Barat) beserta pasal-pasal yang mengatur
1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada
UU ini mengatur pelaksanaan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, termasuk hak dan kewajiban pemilih.
Pasal 57 ayat (2):
> “Pemilih yang berhak memberikan suara di tempat pemungutan suara (TPS) adalah warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih dan memiliki KTP elektronik atau surat keterangan dari dinas yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan pencatatan sipil.”
Pasal 58 ayat (1):
> “Pemilih dapat memberikan suara di TPS lain di luar tempat pemilih terdaftar dalam DPT jika memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.”
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
UU ini mengatur ketentuan umum untuk pemilu, yang juga berlaku untuk pemilih dalam Pilkada.
Pasal 348 ayat (1):
> “Pemilih yang karena keadaan tertentu tidak dapat menggunakan haknya di TPS tempat yang bersangkutan terdaftar, dapat menggunakan hak pilihnya di TPS lain.”
Pasal 348 ayat (2):
> “Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menunjukkan formulir pindah memilih yang diterbitkan oleh KPU atau petugas yang ditunjuk.”
Pasal 199 ayat (1):
> “Pemilih yang berada di luar wilayah domisili tetap memiliki hak memilih, dengan syarat terdaftar dalam DPT dan mengikuti prosedur yang ditentukan.”
3. Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih
Peraturan ini lebih teknis dan menjadi panduan utama bagi penyelenggara pemilu.
Pasal 37 ayat (1):
> “Pemilih yang pindah domisili wajib mengurus Formulir Model A5 sebagai surat pindah memilih.”
Pasal 37 ayat (2):
> “Permohonan pindah memilih diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara.”
38 ayat (1):Pasal
> “Pemilih yang pindah memilih akan dimasukkan ke dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) di tempat tujuan, dengan melampirkan Formulir Model A5.”
4. Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu
Pasal 44 ayat (2):
> “Pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di luar daerah asal, tetapi telah mengurus Formulir A5, dapat menggunakan hak pilihnya di TPS tempat ia berada.”
Pasal 46 ayat (1):
> “TPS yang menerima pemilih pindahan harus mencatat nama pemilih tersebut dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).”
Kesimpulan:
Berdasarkan peraturan di atas:
1. Pemilih di luar Kalimantan Barat tetap dapat memilih di Pilkada Kalimantan Barat dengan mengurus Formulir A5 sesuai prosedur.
2. Hak pilih tetap dijamin sepanjang pemilih terdaftar di DPT dan mengurus perpindahan ke DPTb di wilayah tujuan.
3. Batas waktu pengurusan pindah memilih adalah 30 hari sebelum hari pemungutan suara, dan mekanismenya harus mengikuti Peraturan KPU. Lu
Jika Formulir A5 tidak diurus, maka pemilih hanya dapat memilih di TPS sesuai domisili pada KTP elektronik.
V.Analisis Falsifikasi Hukum Terhadap Pemilih Pilkada Di luar atau Posisi Di Luar Daerah Provinsi
Analisis Data Base Mahasiswa Domisili Diluar Kalimantan Barat
Sayangnya, data spesifik mengenai jumlah mahasiswa asal Kalimantan Barat (Kalbar) yang sedang kuliah di Pulau Jawa belum tersedia secara langsung dari sumber yang saya akses. Namun, mengacu pada publikasi dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pendidikan, total mahasiswa Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah termasuk di Pulau Jawa cukup besar, mengingat Pulau Jawa merupakan pusat pendidikan tinggi di Indonesia dengan banyak perguruan tinggi unggulan.
Untuk mendapatkan angka lebih spesifik, Anda dapat mengakses basis data resmi seperti Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) atau melakukan survei yang difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kalimantan Barat. Alternatif lainnya adalah menghubungi lembaga mahasiswa daerah di universitas-universitas di Jawa yang biasanya mendata mahasiswa asal Kalbar.
Analisis Sumber Data Base Yang bisa Menjadi Rujukan KPU
Berikut adalah sumber-sumber rujukan yang relevan untuk mencari data jumlah mahasiswa asal Kalimantan Barat (Kalbar) yang sedang kuliah di Pulau Jawa:
1. Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti)
Situs resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini menyediakan data pendidikan tinggi, termasuk jumlah mahasiswa berdasarkan asal dan lokasi perguruan tinggi. Anda bisa mengaksesnya di:
https://pddikti.kemdikbud.go.id
2. Badan Pusat Statistik (BPS)
Publikasi statistik daerah dari BPS Kalimantan Barat dapat memberikan gambaran tentang migrasi pendidikan dan demografi mahasiswa. Laporan-laporan ini bisa diunduh dari:
BPS Kalimantan Barat
atau melalui publikasi nasional BPS di:
BPS Indonesia
3. Lembaga Ikatan Mahasiswa Daerah (IMADA)
Banyak mahasiswa Kalbar yang tergabung dalam organisasi mahasiswa daerah di Pulau Jawa. Data ini sering mereka kumpulkan untuk keperluan internal. Hubungi organisasi seperti Ikatan Mahasiswa Kalimantan Barat di universitas-universitas besar.
4. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)
Untuk data spesifik mengenai penduduk (termasuk mahasiswa) yang berpindah domisili sementara, Kemendagri sering memiliki data yang lebih terintegrasi. Situs Kemendagri:
https://www.kemendagri.go.id
5. Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat
Dinas Pendidikan Kalbar dapat menjadi tempat untuk menanyakan jumlah mahasiswa yang melanjutkan pendidikan tinggi di luar provinsi. Informasi kontak dan situs resminya:
https://kalbarprov.go.id
6. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Statistik tahunan yang diterbitkan oleh kementerian ini memberikan gambaran tentang distribusi mahasiswa di seluruh Indonesia. Publikasi terkait dapat diakses di:
https://www.kemdikbud.go.id
Cara Menggunakan:
Untuk data nasional atau sektoral, gunakan PDDikti dan BPS.
Untuk data spesifik Kalbar, gunakan Dinas Pendidikan Kalbar atau organisasi mahasiswa daerah.
Berikut adalah beberapa referensi buku atau publikasi yang relevan untuk memahami masalah migrasi pendidikan mahasiswa, hak pilih pemilih di luar domisili, dan teknis terkait Formulir A5:
1. Buku Referensi tentang Migrasi Pendidikan
Judul: Pendidikan Tinggi di Indonesia: Masalah, Kebijakan, dan Strategi
Penulis: Prof. Dr. Sutrisno, dkk
Penerbit: Kemdikbudristek
Konten Relevan:
Membahas migrasi pendidikan mahasiswa antarprovinsi, termasuk faktor sosial-ekonomi yang mendorong mahasiswa dari Kalimantan Barat ke Pulau Jawa.
Halaman Penting: Bab 4 (Distribusi Mahasiswa dan Kebijakan Pemerataan).
2. Buku Hukum Pemilu dan Pilkada
Judul: Hukum Pemilu di Indonesia: Prinsip, Praktik, dan Tantangan
Penulis: Ramlan Surbakti
Penerbit: Rajawali Press
Konten Relevan:
Mengupas hak pilih warga negara yang berada di luar domisili, prosedur pindah memilih dengan Formulir A5, serta tantangan dalam implementasi Pilkada.
Halaman Penting: Bab 5 (Hak Pilih di Luar Domisili dan Formulir A5).
3. Laporan Statistik Pendidikan
Judul: Statistik Pendidikan Tinggi Indonesia 2020
Penerbit: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Konten Relevan:
Menyediakan data distribusi mahasiswa berdasarkan provinsi asal dan lokasi universitas, termasuk mahasiswa Kalimantan Barat di Pulau Jawa.
Halaman Penting: Tabel 3.2 (Distribusi Mahasiswa Per Provinsi).
Akses: PDDikti
4. Peraturan Resmi KPU
Judul: Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2023
Konten Relevan:
Mengatur hak pemilih di luar domisili, termasuk batas waktu dan mekanisme pengurusan Formulir A5.
Halaman Penting: Pasal 37 (Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2023).
Akses: Portal KPU RI
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA FOLLOWERS TITOK TURIMAN CORNER
–Berikut adalah daftar pertanyaan wawancara berdasarkan analisis sebelumnya untuk mendalami masalah hak pilih mahasiswa Kalimantan Barat di luar domisili:
1. Terkait Sosialisasi dan Informasi
Apakah KPU sudah melakukan sosialisasi yang cukup tentang pengurusan Formulir A5 kepada mahasiswa atau pemilih yang berada di luar domisili?
Menurut Anda, sejauh mana mahasiswa asal Kalimantan Barat yang kuliah di luar provinsi mengetahui hak pilih mereka dan prosedur pindah memilih?
Apa kendala utama dalam penyebaran informasi mengenai Formulir A5 kepada masyarakat, terutama mahasiswa?
2. Mengenai Prosedur dan Efektivitas
Bagaimana pandangan Anda terhadap prosedur pengurusan Formulir A5? Apakah terlalu rumit atau membutuhkan penyederhanaan?
Sejauh mana kemudahan atau kesulitan yang dialami pemilih, khususnya mahasiswa di luar Kalimantan Barat, dalam mengakses fasilitas pindah memilih?
Apakah mekanisme pindah memilih yang ada saat ini, seperti batas waktu 30 hari sebelum pemungutan suara, cukup fleksibel bagi mahasiswa
3. Keadilan dan Hak Pilih
Dalam pandangan Anda, apakah hak pilih mahasiswa yang berada di luar domisili sudah terjamin sesuai prinsip inklusivitas dan universalitas pemilu?
Bagaimana penanganan KPU terhadap kasus di mana pemilih tidak sempat mengurus Formulir A5 tetapi tetap ingin menggunakan hak pilihnya?
Apakah ada kebijakan atau langkah alternatif untuk memastikan mahasiswa tetap dapat memilih meskipun tidak sempat mengurus perpindahan daftar pemilih?
4. Solusi dan Rekomendasi
Bagaimana pendapat Anda tentang usulan digitalisasi Formulir A5? Apakah ini dapat menjadi solusi efektif untuk meningkatkan aksesibilitas?
Apakah perlu adanya TPS khusus di daerah dengan konsentrasi mahasiswa asal Kalimantan Barat, seperti di Pulau Jawa?
Menurut Anda, langkah apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Kalimantan Barat untuk membantu mahasiswa di luar provinsi menggunakan hak pilih mereka?
5. Kebijakan dan Regulasi
Apakah regulasi yang ada saat ini, seperti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2023, sudah cukup memadai untuk menjamin hak pilih bagi pemilih di luar domisili?
Apakah menurut Anda, perlu revisi pada regulasi terkait batas waktu atau mekanisme pengurusan Formulir A5 agar lebih fleksibel?
Bagaimana evaluasi Anda terhadap efektivitas Peraturan KPU dalam implementasi pemilu bagi pemilih lintas domisili?
6. Perspektif Mahasiswa
Dari sisi mahasiswa, apa saja hambatan yang sering mereka hadapi dalam mengurus hak pilih di luar Kalimantan Barat?
Apakah mahasiswa merasa suara mereka tetap dihargai meskipun berada di luar domisili asal?
Bagaimana cara mahasiswa Kalimantan Barat di luar provinsi dapat saling mendukung untuk memastikan partisipasi mereka dalam pemilu atau Pilkada?
Pertanyaan ini dapat digunakan untuk wawancara dengan penyelenggara pemilu (KPU), pemerintah daerah, mahasiswa, atau akademisi hukum pemilu untuk mendalami masalah dan mencari solusi terkait hak pilih di luar domisili. ( Red )