Sungguh Miris Nasib Warga Luar Batang Kepada Siapa Mereka Harus Percaya
Jakarta(BerantasNews)-Hamparan puing puing reruntuhan tembok dan kayu Sejauh mata memandang berserak di kawasan aquarium pasar ikan yang digusur Laki perempuan dan anak-anak masih bertahan diatas puing puing reruntuhan dengan tenda beratap plastik sedang sebagian lagi berada diatas perahu2 yang berjajar bersandar disepanjang hilir sungai disebelah jembatan.
Sebagian lagi berteduh di emperan mesjid luar batang.
Foto warga luar batang dihamparan puing dan kayu
Haji Andi Hasyim yg dituakan disitu adalah sesepuh sekaligus pemimpin yg tanpa melalui pemilu semua masyarakat disitu mengakuinya. Walau tidak tertulis selembarpun atau tanpa Surat Keputusan apapun. Proses alamiah memberinya posisi itu. Selain sudah turun temurun lahir dan tinggal disitu, sudah banyak cerita yang dialaminya. Pada masa mudanya dia ngajak teman2 sebaya bikin klub sepakbola. Dia berhasil melerai pertikaian Ucok anak Medan dengan Sarkowi orang Madura karena rebutan Maidah cewek asal Brebes.
Foto masjid luar batang tanpa ada jemaah
Dia pernah bertinju ngalahin Jove preman ambon yang malakin warung2 akhirnya malah jadi pelatih klub sepak bola dikampung. Dia ngajari orang2 memperbaiki perahu. Dia juga yang membopong Cik Akiok ke klinik saat mau melahirkan ketika pagi itu dia sedang jalan ke mesjid, mendengar tangis rintihan, dia urung mengumandangkan azan subuh, sebab Koh Ahiong suami Cik Akiok sedang ngurus mamanya yang sakit di singkawang. Cecep asal Tasikmalaya yang setiap senin dan kamis keliling kampung berdagang perabotan dapur memanggilnya Uwak Hasyim sebab Cecep ngajari Haji Hasyim berbahasa Sunda buat persiapan lamaran ke Calon Besan atas permintaan putra pertamanya yg sebentar lagi akan menikah sama Euis.
Foto Puing puing berserakan setelah dibongkar Pol PP DKI
Pak Satrio priyayi Solo tukang jahit di samping mesjid sama sama hobi nonton ILC. Tak heran kalau yang diobrolin selalu sekitar politik dan sesekali terdengar Pak Satrio (terlalu sering) membanggakan karyanya sebagai Wong Solo yang bisa mengajak JKW mampir blusukan dan akhirnya tanda tangan kontrak politik supaya kawasan kumuh ini bisa dibangun tanpa menggusur dan negara menerbitkan SHM atas rumah2 bikinan Bang Ali Sadikin yang sudah mereka cicil lunas namun belum dikasih sertifikat.
Foto warga luar batang yg sawit ini masih memilih tidur diperahu
Kodir bersama Lastri asal Madiun pemilik warung pecel, yg pernah dipinjami modal sama Koh Ahiong pertama kali datang kesitu bingung mau kerja apa setelah di PHK dari pabrik tekstil, punya cerita lain tentang Pak Hasyim dengan Parmi, isteri mudanya yg awalnya dimodalin buka salon di ujung gang, karena sama-sama asal jatim……..
Itulah secuil contoh proses alamiah sejarah Menjadikan “Indonesia”, meminjam istilahnya Ben Anderson Cornell University, secara bottom-up, suatu spontanitas komunal sebagai moyenne de defense (modus survival secara komunal) menghadapi kemiskinan struktural di kota yang sedang membangun peradaban modern. Tidak dibuat2 dengan program APBN. Tidak dibikin2 dengan Teori2 Ilmu Sosial Politik apapun.
tiba-tiba Semua cerita diatas sirna dalam sekejap……..
Di suatu subuh dua minggu lalu. Pasukan satpol PP, Polisi dan Tentara bayaran Gubernur Ahok menggerebek secara mendadak dan menyeret keluar penghuni rumah2 dengan paksa dan tinggallah PUING-PUING tembok kayu berserak serak sejauh mata memandang……..
DEMI UANG. Terjadi PUING-PUING pemusnahan Indonesia. Penghancuran siklus rantai kehidupan yang saling menopang begotong-royong dalam suka duka dan dinamika yang berhasil melebur etnis suku dan agama menjadi suatu kebersamaan dan kedamaian dalam kesulitan ekonomi yang semakin melilit.
Pak Haji Hasyim keurunan Bugis itu saya kenal waktu sama2 tiap hari Kamis bersama ratusan warga menggugat ke PTUN. Saya juga bersama puluhan warga pemilik apartemen Grha Cempaka Mas yg juga menggugat ke PTUN. Saya tinggal di rusun itu sejak tahun 2000. Awalnya Tdak kenal tetangga. Tidak kenal dengan Jansen Sitindaon yang ternyata satu lantai dengan unit saya. Tidak kenal dengan Jemmy Wollah yang sering main catur di selasar rukan. Tidak kenal dengan Jeni, Dian, Dewi, Maureen, Suresh, Amjad, Aboen, Johannis, Cindy, Ricky, Irwan, Mustad, Tevi, Taxar, dan ratusan nama2 lainnya.
Foto warga setelah terjadi pembongkaran bingung mau kemana
DEMI UANG. Tiga tahun warga pemilik penghuni rusun Grha Cempaka Mas didzalimi oleh PT Duta Pertiwi Tbk dengan segala cara. Sejumlah warga dipukul n ditangkapin polisi dinaikkan mobil tahanan dan dijadikan tersangka. Selain saya sendiri, salah satunya Charly Sianturi Arsitek lulusan Malang yg jadi buron selama 2 tahun sehingga banyak sembunyi sampai bisnisnya hancur dan isterinya berhenti bekerja. Charly sekarang jadi adik saya. Cekatan beresin bikin tali jemuran dan ledeng bocor. Suka bakarin ikan hasil mancingnya………
Tidak kalah seru ceritanya dengan komunitas Luar Batang.
Tidak hanya saya yg bersyukur atas pendzaliman 3 tahun ini.
Pak Chan suami Bu Dewi pemilik juga di Grha Cempaka Mas bilang: “Saya tadi ditawari beli apartemen. Saya bilang mau beli asal developernya PT Duta Pertiwi Tbk supaya saya dapat ratusan saudara dari berbagai latar belakang etnis suku dan agama”.
SAYA KASIHAN sama AHOK seorang Gubernur yang tidak paham makna MENJADIKAN INDONESIA. Kebanggaan Pak Satrio atas selembar Kontrak Politik yg ditandatangani JOKOWI diperbesar dibingkai dipasang di dinding diatas mesin jahitnya, mendadak menghancurkan hatinya, mengoyak rasa malunya, dadanya marah membara, namun lantaran dia kenal siapa JKW dia lantas menghibur diri, bilang: “Sabar ya… Kawan saya, JKW, sedang sangat berduka ibarat isi lagunya Madona …..DONT CRY FOR ME INDONESIA…”.
Kok sulit ya mencari pembantu presiden yang bisa memahami makna NAWA CITA dan REVOLUSI MENTAL……… bagaimana kalau Pak Satrio saja.”Liem Siok Lan (Justiani).