Teguh Santosa : Pada Saatnya Jokowi Akan Tertibkan Ahok
Jakarta ( berantasnews ) – Presiden Joko Widodo tentu tidak menutup mata melihat perdebatan yang tengah terjadi antara Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait pembatalan pembuatan Pulau G di laut utara Jakarta.
Pada saatnya, Presiden Jokowi diyakini akan mengambil tindakan tegas dan menertibkan Ahok yang masih bersikeras melawan pembatalan itu.
Dalam perlawanannya, Ahok menggunakan berbagai alasan, mulai dari mempertanyakan legalitas keputusan yang disampaikan Rizal Ramli, hingga yang terakhir menuding pembatalan pembangunan Pulau G itu mengganggu iklim investasi.
Bagaimana pun juga, menurut pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa, pembangkangan Ahok ini bisa menjadi preseden buruk dalam praktek kenegaraan. “Saya yakin, pada saatnya Presiden Jokowi akan menertibkan Gubernur Ahok dan meredam masalah ini. Tentang bagaimana caranya, tentu Presiden Jokowi yang lebih tahu,” ujar Teguh dalam perbincangan dengan media, Sabtu malam (16/07/2016).
Teguh yang juga mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta bukan baru kali ini memberikan komentar terhadap isu reklamasi lepas pantai utara Jakarta. Pertengahan April lalu, saat pertama kali Rizal Ramli menghentikan untuk sementara reklamasi, Teguh mengatakan, hal itu adalah pengakuan akan kesalahan dalam proses reklamasi yang dilakukan. Dengan demikian, sudah sepatutnya Pemprov DKI Jakarta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka terutama kepada masyarakat yang kadung menjadi korban penggusuran untuk reklamasi yang serampangan. Bahkan sebelum itu, saat staf khusus Gubernur DKI Jakarta, Sunny Tanuwidjaja, ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Teguh menyarankan Gubernur Ahok untuk tetap tetap fokus menjalankan tugas-tugasnya sebagai pemimpin Jakarta dan mempercayakan proses hukum yang sedang berlangsung. Teguh juga pernah mengatakan bahwa pembatalan pembuatan Pulau G tidak membutuhkan Keppres dan Perpres baru karena yang tengah dikoreksi bukan payung hukum reklamasi, seperti Keppres 52/1995 maupun Perpres 122/2012, melainkan pelaksanaan reklamasi yang melanggar aturan-aturan dalam Keppres dan Perpres itu. “Yang dikoreksi adalah cara Pemprov DKI melaksanakan reklamasi yang melanggar berbagai aturan, termasuk mengabaikan perikemanusiaan dan perikeadilan,” ujar alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Padjadjaran (Unpad) itu.
Teguh juga pernah menyampaikan sarannya untuk PT Agung Podomoro Land yang merasa dirugikan karena pembuatan Pulau G dibatalkan. Menurut Teguh, seharusnya, protes Podomoro disampaikan kepada Pemprov DKI Jakarta yang memberikan proyek ilegal. Ini dengan asumsi, Podomoro memang tidak mengetahui berbagai pelanggaran itu. Tetapi kalau Podomoro ternyata tahu dan bahkan ikut menikmati pelanggaran yang dilakukan Pemprov DKI, maka Podomoro tidak pantas untuk memprotes siapapun. (Elwan)