Terbongkarnya Sindikat Perdagangan Ginjal
Jakarta, berantasnews.com Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri berhasil mengungkap dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yakni sindikat perdagangan organ tubuh berupa ginjal. Tiga pelaku berhasil ditangkap dalam pengungkapan kasus ini, dua di antaranya sebagai perekrut, dan satu lagi sebagai perantara antara perekrut dengan orang atau rumah sakit yang akan menerima donor ginjal.
Kasus ini bermula dari temuan adanya seorang tahanan Polres Garut, Jawa Barat berinisial HLL pada 2015 yang mengeluh kesakitan di bagian perutnya serta lemas dan menggigil kedinginan. Petugas yang merasa kasihan akhirnya membawa korban ke rumah sakit untuk diperiksa kesehatannya. Hasilnya ternyata ditemukan adanya bekas operasi ginjal di tubuh HLL.
Merasa curiga, polisi pun menginterogasi HLL terkait adanya ketidakberesan di organ tubuh HLL yang ditahan atas kasus pencurian itu. Dari hasil pemeriksaan, terungkap bahwa HLL merupakan korban dari penjualan ginjal yang diduga dilakukan oleh pelaku berinisial AG dan DD.
Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Umar Surya Fana mengatakan pada bulan Juni 20015 lalu, korban dilakukan perekrutan oleh AG untuk menjual ginjalnya dengan harga sekitar Rp 80 juta sampai Rp 90 juta.
“Modusnya janjikan uang ke korban untuk memberi sebelah ginjalnya,” jelas Umar di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (27/1/2016).
Setelah adanya persetujuan, AG bersama DD lalu membawa korban HLL ke rumah sakit di daerah Bandung, Jawa Barat untuk dilakukan pengecekan laboratorium, apakah ginjal HLL ini dalam keadaan sehat atau tidak sehingga bisa dilanjutkan ke proses berikutnya. “Setelah dinyatakan ginjal korban dalam keadaan sehat, kemudian hasil laboratorium tersebut diberikan kepada penerima ginjal,” ucap Umar.
AG dan DD tak bergerak sendiri. Mereka berdua bekerja atas kendali tersangka lainnya yakni HS atau HR yang berperan sebagai penerima pesanan atau order dari rumah sakit untuk mencari para pendonor ginjal.
Setelah mendapatkan persetujuan kedua belah pihak, proses selanjutnya yakni operasi pengangkatan ginjal yang dilakukan di salah satu rumah sakit di Jakarta, dimana penerima ginjal biasanya sudah menunggu mendapatkan donor ginjal.
“Untuk biaya operasi ditanggung oleh orang yang menerima ginjal dari pendonor,” ucap Umar.
Umar menjelaskan harga ginjal yang ditawarkan ke penerima donor biasanya berkisar antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Malang bagi sang pendonor seperti HLL, ternyata uang yang sampai ke pendonor malah tidak sampai setengahnya. Namun keuntungan besar didapat tersangka HS yang diduga menerima keuntungan sebesar Rp 100 juta dari setiap korbannya.
“Bahwa penerima ginjal harus membayarkan pembelian ginjal dengan harga Rp 225 juta kepada tersangka HS. Dengan diawali down payment (DP) sebesar Rp 10 juta sampai Rp 15 juta dan sisanya setelah operasi. Tadi uang yang diberi ke korbannya tidak lebih dari Rp 70 juta,” ungkap Umar.
Bareskrim yang bekerjasama dengan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat akhirnya berhasil menangkap tersangka AG dan DD pada Rabu 13 Januari 2016 lalu di kawasan Garut, Jawa Barat. Sementara tersangka AS ditangkap polisi di rumahnya di kawasan Bandung, Jawa Barat pada 17 Januari 2016.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, sindikat ini telah menjalankan aksinya sejak tahun 2008. Sudah 15 korban berhasil dikelabui mereka dengan diambil ginjalnya. Korban yang diincar para pelaku yakni mereka yang berusia sekitar 20-30 tahun dimana biasanya profesi pekerjaannya yang membutuhkan tenaga ekstra seperti supir, petani, tukang ojek dan lainnya.
“Dari tangan ketiga pelaku polisi mendapati 2 buah telepon genggap, 1 buah buku tabungan atas nama HS, 1 buah ATM, 1 buah kartu kredit, 1 unit komputer, dokumen rekam medis, dan hasil CT Scan,” ucap Umar.
Para pelaku kini meringkuk di rumah tahanan Bareskrim. Mereka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman kurungan penjara maksimal 15 tahun.
“Mekanisme pengambilan organ (tubuh) sudah dilanggar karena sebelum proses operasi, harusnya diwawancara dulu. Lalu soal pekerjaan si pendonor, pendonor dengan pekerja kasar harusnya tidak boleh mendonorkan ginjalnya,” ucap Umar. (BN)