Tolak Pernyataan Dr. Anhar Gonggong terkait Lambang Negara, Yayasan Sultan Hamid II Angkat Bicara
Pontianak – Dalam Konferensi Pers di Kampoeng English Poernama, Minggu (3/9/2023) Yayasan Sultan Hamid II mengklarifikasi dan menolak pernyataan Dr. Anhar Gonggong terkait sketsa Lambang Negara
“Pertama saya jelaskan bahwa Dr. Anhar Gonggong membenarkan tapi ketika dia menjelaskan tentang kebenaran itu bahwa ada orang lain yang merubahnya (sketsa lambang negara), jadi Saya nyatakan bahwa Dullah hanya melukis kembali sesuai dengan disposisi Ir. Soekarno pada 20 Maret 1950” ujar Turiman Fachturahman Nur selaku Pengamat Hukum Tata Negara dan Anggota Yayasan Sultan Hamid II.
Turiman mengatakan bahwa pihaknya juga sudah menunjukkan dokumen (sketsa lambang negara) tersebut, dan juga Kompas 10 November 2013 menyatakan bahwa di rekonstruksi kembali dan dilukis kembali oleh Dullah yang hanya merubah saja sesuai dengan disposisi Ir. Soekarno, dan dengan kata lain Dullah sejak awal hanya melukis namun sketsa yang utuh memang dari Sultan Hamid II.
“Makanya saya menggunakan terminologi merancang karena kalau merancang itu berarti dia ada masukan-masukan, tapi sketsa nya kan sudah kita buktikan, dokumennya ada sketsanya ada, tulisan tangannya ada, literasi juga mendukung, nah jadi itu sudah sebuah kebenaran”
Turiman meluruskan kekeliruan dari Dr. Anhar Gonggong yang ketika menjelaskan terkait lambang negara, mungkin belum melihat disposisi Ir. Soekarno dan belum melihat dokumen tersebut.
Anshari Dimyati selaku Ketua Yayasan Sultan Hamid II menyatakan terkait potongan video Dr. Anhar Gonggong yang sedikit menjelaskan tentang Sultan Hamid II yang berada di Belanda saat Bangsa Indonesia sedang berjuang
Ia menjelaskan “Kami sudah berulang kali menjelaskan bahwa ini soal sudut pandang ini soal perspektif bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia itu tidak hanya melalui Perang Gerilya tetapi juga melalui Diplomasi Bangsa, dan melalui Konferensi Meja Bundar tanggal 27 Desember 1949 Belanda menyerahkan sepenuhnya kemerdekaan Indonesia dan mengakui kemerdekaan Indonesia.”
Anshari Dimyati juga menyatakan bahwa pernyataan Dr. Anhar Gonggong tentang Sultan Hamid II yang berada di Belanda “saya kira itu berbeda konteks atau sudut pandang, yang dijelaskan oleh Pak Anhar Gonggong tidak jelas dan tidak lengkap menjelaskan, yang seharusnya menjelaskan kepada masyarakat ini harus lengkap harus tuntas harus selesai, tidak terputus-putus dan tidak terpotong-potong.”
(NurulHuda)