Turiman Faturahman, SH, MH : Pungli adalah Kejahatan
Pontianak – Pungli adalah kejahatan” Pungli adalah pengenaan biaya atau pungutan ditempat, yang seharusnya tidak ada biaya dikenakan atau dipungut dilokasi atau pada kegiatan tersebut tidak sesuai ketentuan. Sehingga dapat diartikan sebagai kegiatan memungut biaya atau meminta uang secara paksa oleh seseorang kepada pihak lain dan hal tersebut merupakan sebuah praktek kejahatan atau perbuatan pidana,” demikian wawancara dengan anggota Pokja ahli UPP Saber Pungli Kalbar
Kemudian tim ahli Turiman Fachturahman Nur menjelaskan beberapa dampak serta bahaya pungli antara lain, rusaknya tatanan masyarakat, menciptakan masalah sosial dan kesenjangan sosial, menghambat pembangunan, serta menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat kepada Pemerintah.
Patut diketahui, Landasan Hukum kegiatan saber pungli ini antara lain pasal 2 UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang pemberian suap di Pidana 5 Tahun dan denda 15 Juta, pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang penerima suap di Pidana 3 tahun, pasal 368 KUHP tentang pemerasan, pasal 5 ayat 1 UU 31 Tahun 1999 dan UU 20 tahun 2001 yang materi muatan adalah memberikan suap atau menjanjikan hadiah pada pegawai negeri penyelenggara negara, pasal 12 (a), 12 (b) UU 31 tahun 1999 dan UU 20 tahun 2001 tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji untuk berbuat sesuatu, pasal 12 (e) UU 31 Tahun 1999 serta UU 20 Tahun 2001 tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan pemerasan.
Sebenarnya dasar hukum UUP Saber Pungli sejak 20 Oktober 2016 telah ditetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, yang selanjutnya disebut Satgas Saber Pungli.
“Satgas Saber Pungli berkedudukan di bawah bertanggung jawab kepada Presiden,” bunyi Pasal 1 ayat (2) Perpres ini.
Menurut Perpres ini, Satgas Saber Pungli mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah.
Dalam melaksanakan tugasnya, menurut Perpres ini, Satgas Saber Pungli menyelenggarakan fungsi: a. Intelijen; b. Pencegahan; c. Penindakan; dan d. Yustisi.
Adapun wewenang Satgas Saber Pungli adalah: a. Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar; b. Melakukan pengumpulan data dan informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi; c. Mengoordinasikan, merencanakan, dan melaksanakan operasi pemberantasan pungutan liar; d. Melakukan operasi tangkap tangan; e. Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga, serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas lain unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayaan publik kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah daerah; dan g. Melakukan evaluasi pemberantasan pungutan liar.
Organisasi
Menurut Perpres Nomor 87 Tahun 2016 itu, susunan organisasi Satgas Saber Pungli terdiri atas:
Pengendali/Penaggung jawab: Menko bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;
Ketua Pelaksana: Inspektur Pengawasan Umum Polri;
Wakil Ketua Pelaksana I: Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri;
Wakil Ketua Pelaksana II: Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan;
Sekretaris: Staf Ahli di lingkungan Kemenko bidang Polhukam;
Anggota: 1. Polri; 2. Kejaksaan Agung; 3. Kementerian Dalam Negeri; 4. Kementerian Hukum dan HAM; 5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); 6. Ombudsman RI; 7. Badan Intelijen Negara (BIN); dan 8. Polisi Militer TNI.
Menurut Perpres ini, untuk melaksanakan tugas Satgas Saber Pungli, Pengendali/Penanggung jawab Satgas Saber Pungli dapat mengangkat kelompok ahli dan kelompok kerja sesuai kebutuhan. “Kelompok ahli sebagaimana dimaksud berasal dari unsur akademisi, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang mempunyai keahlian di bidang pemberantasan pungutan liar,” bunyi Pasal 6 ayat (2) Perpres ini.
Sementara Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud, keanggotaannya terdiri dari unsur-unsur kementerian/lembaga.
Pepres ini juga menegaskan, bahwa kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melaksanakan pemberantasan pungutan liar di lingkungan kerja masing-masing, dan membentuk unit pemberantasan pungutan liar pada satuan pengawas internal atau unit kerja lain di lingkungan kerja masing-masing.
“Unit pemberantasan pungutan liar yang berada pada masing-masing kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Satgas Saber Pungli,” bunyi Pasal 8 ayat (5) Perpres ini.
Perpres ini juga menegaskan, masyarakat dapat berperan serta dalam pemberantasan pungutan liar, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui media elektronik atau non elektronik, dalam bentuk pemberian informasi, pengaduan, pelaporan, dan/atau bentuk lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Satgas Saber Pungli, menurut Perpres ini, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Anggaran Belanja Kementerian Koordinator bidang Polhukam. ( red )