AJI Tuding ‘Uang Transport’ Wartawan Pada Acara Media Gathering Kementerian ATR/BPN ‘Uang Suap’

Jakarta – Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda dalam mengartikan sesuatu. Terlihat ada sudut pandang yang berbeda dari pengertian “uang transport” yang diberikan oleh Kementerian ART/BPN kepada undangan wartawan dalam menghadiri acara media gathering yang diadakan pada Jumat, 29 Juni 2018, dengan pengertian “uang suap”.

Keesokan harinya, tanggal 30 Juni 2018, Aliansi Jurnalis Independen membuat surat terbuka yang dimuat oleh beberapa media online yang menuding bahwa uang transport yang diberikan kepada wartawan yang hadir dalam acara itu adalah penyuapan, dan dengan terang-terangan menyebut “wartawan” atas pemberian itu telah melanggar kode etik karena menerima suap.

Beberapa wartawan dikonfirmasi media ini, enggan menyebut nama dan medianya yang memang hadir pada acara itu mengatakan, aneh dan bingung melihat ada surat terbuka dari organisasi wartawan AJI. Ia menilai uang transporti itu bukan penyuapan, karena pihak Kementerian tidak memaksa wartawan dan mengatur pemberitaan yang akan dibuat, ungkapnya.

Ia tidak mengerti maksud organisasi wartawan AJI melakukan itu. Yang pasti waktu itu dirinya membawa Surat Tugas dan NPWP, jelasnya. Ia tidak mau menilai yang dilakukan AJI itu salah atau baik, mungkin saja memang kawan-kawan di AJI adalah orang paling benar di negara kita.

“Saya ikut arus aja, kalau ada rezeki dari humas ya syukur, kalau tidak ada ya tak apa, toh saya tidak dipaksa membuat berita ini dan itu, saya juga tidak dilarang membuat berita yang mengkritisi, saya tidak dihambat untuk mengkonfirmasi siapa saja diluar kementerian, yah rezeki urusan yang di atas”, ungkap beberapa wartawan kepada media ini.

Berikut ini kutipan Surat Terbuka yang dibuat AJI pada beberapa media online:

“SURAT TERBUKA UNTUK MENTERI ATR/BPN, HENTIKAN PRAKTIK SUAP TERHADAP WARTAWAN”.

Kepada Yth.
Menteri ATR/BPN
di tempat

Salam sejahtera untuk kita semua.

Teruntuk Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil, kami Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengapresiasi kerja Bapak selama ini. Namun kami kecewa atas sikap dan tindakan yang ditunjukkan segenap jajaran di Kementerian ATR/BPN karena diduga memberikan suap berupa uang kepada para jurnalis.

Hal ini bermula ketika surat undangan acara halal bihalal yang diadakan Kementerian ATR/BPN tersebar di kalangan wartawan. Dalam surat itu pihak kementerian mengundang mitra wartawan ATR/BPN ke acara yang digelar pada Jumat, 29 Juni 2018, pukul 17.00 WIB, di Lotus Room, Shangri-la Hotel, Kota BNI, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 1 Jakarta.

Di undangan tersebut, tercantum tiga narasumber yang dijadwalkan akan hadir, yaitu Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, dan Pusat Data dan Informasi Kementerian ATR/BPN.

Selain itu, tercatat pula dua nomor ponsel beserta nama petugas Humas yang bisa dihubungi untuk ditanya informasi lebih lanjut dan konfirmasi kehadiran. Dalam surat itu juga diberitahukan bahwa masing-masing media hanya diperkenankan untuk diwakili oleh satu wartawan.

Kejanggalan itu terlihat ketika pihak Kementerian ATR/BPN menuliskan kalimat sebagai berikut dalam surat undangan tersebut. “Dimohon para peserta untuk membawa Surat Tugas dan fotokopi NPWP.”

Di bawah kalimat itu, isi surat langsung disambung dengan kalimat penutup. Usai mengucap salam hormat, tertanda dalam surat tersebut adalah Biro Hukum dan Humas Kementerian ATR/BPN. Alamat kantor juga ikut disertakan dalam undangan, yaitu Gedung Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan  Nasional, Jalan Sisingamangaraja Nomor 2 Kebayoran Baru, Jakarta, 12110, 021-7228901, [email protected].

Kami curiga dan melihat kejanggalan ketika membaca kalimat yang menyebutkan bahwa wartawan yang hadir diminta membawa “fotokopi NPWP”. Sementara dalam acara tersebut terdapat beberapa narasumber yang bisa diwawancarai wartawan, sehingga bukan tidak mungkin ada kerja-kerja jurnalistik di dalamnya. Padahal pasal 7 ayat 2 UU Pers No 40 Tahun 1999 menegaskan bahwa wartawan Indonesia menaati kode etik jurnalistik dan tidak menerima suap.

Saat dikonfirmasi ke Rizki, salah satu narahubung yang tercantum di surat itu, maka maksud permintaan Kementerian ATR/BPN semakin jelas, yaitu mengarah pada dugaan praktik suap.

“Peserta gathering nanti ada uang harian & transportasi. Untuk bisa diberikan butuh bukti surat tugas dan NPWP. Kalau ndak ada NPWP potongan pajaknya lebih besar,” kata Rizki saat dikonfirmasi salah satu wartawan yang juga pengurus AJI Jakarta.

“Jika rekan media tidak berkenan untuk menerima uang harian dan transportasi, surat tugas dan NPWP tidak perlu,” ujarnya menambahkan.

Dengan informasi tersebut, maka kami menduga pihak Kementerian ATR/BPN sengaja berniat memberikan “amplop” yang mengarah pada kasus suap terhadap wartawan. Kami menilai hal ini tidak sejalan dengan penegakan prinsip etika yang tercantum dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Dewan Pers dan melanggar Undang-undang Pers.

Kode Etik AJI pasal 9 juga telah menegaskan hal itu: Jurnalis menolak segala bentuk suap. Dalam hal ini suap yang dimaksud adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang, dan fasilitas lainnya. Pemberian uang kepada wartawan merupakan bentuk pelanggaran Kode Etik Jurnalistik.

Pihak Kementerian ATR/BPN seharusnya memahami bahwa wartawan tidak diperbolehkan menerima suap (uang) karena akan merusak kehormatan profesi dan mempengaruhi independensi. Kode Etik Jurnalistik dengan jelas menyatakan wartawan Indonesia selalu menjaga kehormatan profesi dengan tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun dari sumber berita.

Lembaga negara seperti Kementerian ATR/BPN perlu ikut memperkuat penegakan etika jurnalistik di lingkungan kerjanya. Cara-cara yang dilakukan Kementerian ATR/BPN berupa pemberian uang diduga dapat menyuburkan praktik suap “amplop” kepada wartawan.

Melalui surat terbuka ini, kami juga mendesak sejumlah kementerian maupun lembaga negara, termasuk Kementerian ATR/BPN untuk segera menghentikan praktik suap terhadap wartawan.

Demikian surat terbuka ini kami sampaikan agar menjadi perhatian bersama. Atas nama pengurus AJI Jakarta, kami menunggu sikap Menteri ATR/BPN dan lembaga terkait untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Jakarta, 30 Juni 2018
Hormat kami,

Ttd.

Asnil Bambani Amri
Ketua AJI Jakarta

Erick Tanjung
Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta

Tembusan:
1. Komisi Pemberantasan Korupsi
2. Badan Pemeriksa Keuangan
3. Menteri Keuangan
4. Menteri PANRB
4. Kepala Staf Presiden
5. Dewan Pers

Demikian Surat Terbuka yang didapat dari beberapa laman online berita, akan tetapi dari laman website AJI sendiri tidak ditemukan surat terbuka ini. Hingga berita ini diturunkan pihak AJI hingga saat ini belum membuka ruang press conference atau jumpa pers mengenai kritikannya kepada Kementerian ATR/BPN.

Menanggapi hal itu, Kementerian ATR/BPN melalui Humasnya lagnsung meminta maaf kepada semua pihak. Melalui pesan whatsapp yang banyak diterima berbagai pihak, Humas kementerian menjelaskan bahwa pihaknya tidak ada niat tertentu. Hal itu dilakukan hanya merupakan bentuk apresiasi terhadap rekan-rekan wartawan, tanpa bermaksud lain.

Penulis : Ronal Sijabat / Redaksi.

Foto : ilustrasi suap. (diambil dari laman http://andryawal.blogspot.com/2011/03/pengertian-suap-dan-tindak-pidananya.html)

CATEGORIES
TAGS
Share This