DKPP Pecat Ketua KPU dan Panwaslu Jayapura, Pendukung BMD-Alam Minta Pilkada Ditunda

Jakarta – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat Ketua KPU Kota Jayapura Yermias Numberi dan dua anggotanya, Yusuf H. Sraun dan Regina A. Yaung. Hal serupa juga dialami pada Ketua Panwaslu Kota Jayapura, Soleman Clinton Maniani. Pasalnya, mereka dinilai tak menjalankan tugas secara profesional.

Menindaklanjuti putusan itu, pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Jayapura, Boy Markus Dawir dan Nuralam (BMD-Alam), meminta penundaan pilkada. Sebab, secara tidak langsung segala proses tahapan pilkada yang telah berlalu, turut dinilai cacat.

“KPUD Jayapura sudah diberhentikan, di Dogiyai juga demikian. Terus di Indonesia bagian lain juga seperti itu. Kalau KPUD sudah diberhentikan maka dari awal juga prosesnya sudah salah,” ujar Naso Utty, tim sukses BMD-Alam, dalam keterangannya, Selasa (23/01/17).

Sebelumnya, pasangan BMD-Alam diputus KPUD tak bisa mengikuti Pilkada Jayapura. Hal itu terjadi karena lawan petahana Benhur Tomi Mano-Rustan Saru (BTM-Harus) ini, dianggap tak memenuhi syarat dukungan partai politik. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang mendukung BMD-Alam, dinyatakan tidak sah karena adanya persoalan dualisme kepengurusan antara Isran Noor dengan Hari Sudarno. Keputusan ini membuat ajang kontestasi hanya diikuti satu pasangan calon.

“Padahal jika mengacu undang-undang, yang dinamakan dukungan ganda itu adalah ketika satu orang yang sama dan memimpin sebuah partai yang sama memberikan dukungan kepada dua pasangan calon kepala daerah. Namun yang terjadi di Kota Jayapura tidak demikian, Mahkamah Agung memberikan putusan seolah-olah PKPI itu dipimpin dengan orang yang sama tanpa mengecek keabsahan legalitas partai tersebut di Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Nason.

Menurut Nason, bagi daerah yang sedang bermasalah pilkadanya harus ditunda ke tahun 2018. Mengingat kesalahan yang terjadi bukan disebabkan oleh kandidat kepala daerah melainkan oleh KPU daerah, dan telah diakui oleh KPU RI dalam rapat dengan komisi II DPR RI pada Jumat 13 Januari 2017 lalu di Senayan. Tidak benar kalau kesalahan yang dibuat oleh KPU sebagai penyelenggara dan akibatnya harus diterima oleh kandidat kepala daerah.

“KPU harus bertanggungjawab untuk mencari solusi agar tidak ada yang jadi korban dalam pilkada ini. Terkait dengan konsistensi KPU dalam menjalankan UU No. 10 Tahun 2016 dan PKPU sebagai syarat mutlak, maka KPU RI tidak dibenarkan untuk menafsir undang-undang seperti penyampaian KPU dalam rapat di DPR RI. Jika KPU berpegang kepada hal tersebut, maka KPU wajib hukumnya untuk melaksanakan hasil putusan PTUN yang telah mengabulkan permohonan Apedius Motte dan harus ditetapkan sebagai pasangan calon Bupati di Kabupaten Dogiyai, Papua,” katanya.

Lanjut Nuson, begitu juga jika mau ditegakan soal pasal 40 UU Nomor 10 Tahun 2016 terkait dukungan partai harus ditandatangani oleh ketua umum dan Sekjen Partai yang berakibat hari ini KPU mempunyai tafsiran dan menggugurkan beberapa pasangan calon kepala daerah, karena surat dukungan PKPI yang ditandatangani oleh Ketum Isran Noor dan Wasekjen Takudaeng Parawansa. Maka KPU juga wajib hukumnya untuk menertibkan dukungan partai lain dalam pilkada 2017 yang telah diberikan kepada para calon kepala daerah seperti Partai Nasdem yang mana hampir semua surat dukungan partai ditandatangani oleh Ketum Surya Paloh dan Nining Indra Saleh, meskipun secara hukum Nining baru diakui dan terdaftar di Kemenkumham sebagai Sekjen Nasdem pertanggal 20 September 2016.

Sehingga semua surat dukungan partai Nasdem dibawah tanggal 20 September 2016 bagi kami dan sesuai aturan hukum disebut cacat dan harus dicoret oleh KPU dan tidak diperkenankan untuk ikut memberi dukungan dalam pilkada 2017 ini.

Begitu pula dengan dukungan yang diberikan oleh partai Hanura, dimana Partai Hanura surat dukungannya ditandatangani oleh Pelaksana Harian Ketua yang bertentangan dengan pasal 40 UU nomor 10 Tahun 2016. Di dalam pasal tersebut berbunyi, yang bisa tandatangan adalah dengan penyebutan Ketua Umun dan Sekretaris Jenderal partai, di luar dari itu tidak bisa. Sehingga sekarang tinggal tergantung kepada KPU.

Bagi saya KPU harus bisa berinsolusi agar pilkada 2017 bisa tetap berjalan dan apa yang sudah ditetapkan KPU dan sudah meloloskan sekian banyak calon kepala daerah ini, bisa dikembalikan status bagi yang dianggap bermasalah kembali menjadi calon atau kontestan pemilu 2017. Saya kira itu solusi yang baik. Jangan cuma dukungan PKPI yang disorot saja oleh KPU sedangkan dukungan partai lain seperti Nasdem dan Hanura yang tidak ditandatangani oleh sebutan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal didiamkan. Saya juga meminta kepada KPU sebagai lembaga independen yang bertugas untuk menyelenggarakan pemilu agar jangan jadi penyebab konflik horisontal. Sehingga anak bangsa di daerah bisa terhindar dari pertumpahan darah yang tidak kita inginkan bersama dalam pesta rakyat atau pesta demokrasi pilkada 2017.

Adapun yang tidak memenuhi persyaratan dukungan dari Partai Nasdem yang ditandatangani oleh Nining Indra Saleh sebagai Wakil Sekjen Bidang Umum & Kesekretariatan ada di daerah Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Bombana, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Lembata, Kabupaten Sarolangun, Kota Jayapura, Kabupaten Mappi, Kota Cimahi, Kabupaten Yapen, Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Kotawaringin, Kabupaten Tapanuli, Kabupaten Banjarnegara, Kota Pekanbaru, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Banten,Provinsi Aceh, Kabupaten Landak dan Provinsi DKI Jakarta.

Sedangkan dukungan yang tidak memenuhi persyaratan yang ditandatangani oleh Pelaksana Harian Ketua Umum terdapat di daerah Kabupaten Aceh Tamiang, Kota Jayapura, Kota Pekanbaru, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Banten, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Aceh, Provinsi DKI Jakarta, Kabupaten Lembata, Kabupaten Landak, Kabupaten Bombana, Kota Sorong dan Kabupaten Lanny Jaya.

Selaku pimpinan tertinggi penyelenggara pemilu, imbuh Naso, KPU RI diminta membatalkan jadwal Pilkada Jayapura yang sedianya berlangsung pada 15 Februari mendatang. Agar, pembenahan bisa dilakukan terhadap jajaran KPUD dan Panwaslu secara menyeluruh, terlebih dalam aspek perbaikan administrasi. Hal ini guna menghasilkan pilkada yang lebih baik serta berkualitas.

“Sehingga melahirkan pemimpin yang baik juga. Ini kan ibarat membersihkan kotoran dengan sapu. Bagaimana bisa bersih kalau sapunya saja sudah kotor,” papar dia.

Menunda pilkada juga dinilai langkah paling bijaksana. Sebab, setelah ditetapkannya pasangan calon tunggal pada Pilkada Jayapura, Naso mengklaim terdapat riak di masyarakat. Bahkan, menurutnya sejumlah gesekan antar kubu juga telah berlangsung. Hal ini dinilai berbahaya bagi kedamaian di tanah Papua, khususnya Jayapura.

“Padahal bangsa ini tengah bekerja keras agar semangat persatuan dan kedamaian terjaga. Dengan dipaksakannya pilkada dengan satu calon, justru tak sesuai dengan semangat itu,” tuturnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu meminta waktu setidaknya hingga 2018, Pilkada Jayapura yang sesuai aturan main dan perundang-undangan bisa dilaksanakan.

Sementara hal senada juga diharapkan berlangsung terhadap Pilkada Kabupaten Aceh Barat Daya. Pasalnya, dukungan PKPI juga menjadi latar belakang sengketa pemilu di daerah ini. Tak hanya di dua daerah tersebut, permasalahan serupa juga terjadi di Buton, Sulawesi Tenggara.

“Kami meminta KPU RI menunda pilkada, sampai ada putusan selanjutnya,” ujar Ihsanul Akmal Sekretaris Umum PKPI Kabupaten Aceh Barat Daya.

Adapun jika pesta demokrasi tetap berlangsung, pihaknya meminta agar pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati yang sebelumnya digugurkan, Syamsul Bahri dan Nafis Amanaf, kembali disertakan dalam pilkada serentak nanti. Apabila tidak, dipastikan pilkada takkan berjalan lancar.

“Hal ini juga agar tak menimbulkan kekacauan di masyarakat Aceh Barat Daya,” tandasnya. (Elwan)

CATEGORIES
TAGS
Share This

COMMENTS