Dr.Anang Iskandar; Catatan Akhir Tahun, Hukuman Rehabilitasi Mulai Diterapkan
Akhir tahun 2021, penegak hukum narkotika menemukan jalan untuk mencapai tujuan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Ketika Jaksa Penuntut Umum menuntut dan mendakwa pelaku kejahatan narkotika untuk dikonsumsi dengan dakwaan rehabilitasi; dan hakim menjatuhkan hukuman rehabilitasi..
Menurut catanan pinggir saya, sejak berlakunya UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, hakim diberi misi menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi dan diberi kewajiban memperhatikan proses pengadilannya.
Berdasarkan pasal 127/2 serta menggunakan kewenangan dapat menghukum penyalah guna narkotika untuk menjalani rehabilitasi meskipun penyalah guna apaun tuntutan jaksa.
Berdasarkan KUHAP maupun UU narkotika beban pembuktian perkara peredaran gelap narkotika ada pada Jaksa Penuntut Umum dan hakim diberi beban untuk memutuskan terbukti bersalah atau tidak bersalah.
Akan tetapi, khusus perkara penyalahgunaan narkotika beban pembuktian ada pada Jaksa penuntut umum dan Hakim yang mengadili.
Itu sebabnya hakim berdasarkan pasal 127/2 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika diberi kewajiban untuk memperhatikan kondisi taraf ketergantungan penyalah guna (pasal 54).
Kewajiban hukum penyalah guna yang dapat menggugurkan dakwaannya (pasal 55 yo pasal 128/2) dan kewajiban hakim menggunakan kewenangan dapat menjatuhkan hukuman rehabilitasi (pasal 103) baik terbukti salah maupun tidak terbukti bersalah.
Saya memberikan apresiasi kepada jaksa penuntut umum yang mempelopori proses penegakan hukum dengan menuntut penyalah guna. Dengan tuntutan menjalani rehabilitasi sesuai tujuan dibuatnya UU narkotika, yang diikuti hakim menjatuhkan hukuman rehabilitasi bagi penyalah guna.
Apresiasi juga saya sampaikan kepada BNN dan Kemenkes yang telah menyiapkan IPWL sebagai tempat menjalani rehabilitasi atas putusan Hakim.
Ada istilah pencegahan tanpa menghukum terjemahan dari prevention without punishmen.
Implementasinya penyalahguna diwajibkan untuk lapor ke IPWL agar mendapatkan perawatan, agar sembuh/pulih dan tidak menggunakan narkotika lagi, tanpa menghukum.
Benang merah ruwetnya masalah narkotika di Indonesia akan terurai, bila aparat penegak hukum dan aparat pengemban fungsi rehabilitasi yang dikoordinir oleh BNN melakukan misinya rehabilitatif-nya masing masing untuk mencapai tujuan dibuatnya UU.
Yaitu menjamin terlaksananya rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika baik secara pencegahan.
Tanpa menghukum maupun secara penegakan hukum dengan hukuman menjalani rehabilitasi, seimbang dengan upaya pemberantasan terhadap pengedar narkotika dengan hukuman pidana yang diperberat.
Menurut catatan tengah saya, penyalah guna dalam proses peradilan tahun 2021 yang dituntut untuk menjalani rehabilitasi serta dijatuhi hukuman rehabilitasi di lembaga rehabilitasi milik BNN dan Kemenkes adalah:
1. Di Pengadilan Negeri Medan, Jaksa penuntut Umum mendakwa kuli bangunan Denny Hendra Darin warga jalan Rahmadsyah Ruko Town House Kelurahan Kota Matsun 1 Kecamatan Medan Area.
Dengan dakwaan berdasarkan pasal 127 ayat 1 hurup a, karena ketika ditangkap kedapatan barang bukti seberat 0,16 gram sabu dan setelah diperiksa terdakwa mengaku menghisap sabu agar tenang serta sudah 3 tahun menggunakan narkotika..
Majelis Hakim berpendapat perbuatan terdakwa Denny Hendra Darin terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar pasal 127 ayat 1 huruf a UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Keputusan majelis hakim, memvonis Denny Hendra Darin, kuli bangunan tersebut untuk menjalani rehabilitasi selama 6 bulan di Loka Rehabilitasi BNN Diliserdang, dikurangi masa rehabilitasi yang telah dijalani.
Di Pengadilan Negeri Lampung tengah lebih dari tujuh perkara penyalahgunaan narkotika yang dituntut dan didakwa didakwa berdasarkan pasal 127 ayat 1 UU no 35 tahun 2009.
Tentang narkotika dan hakim menjatuhkan hukuman rehabilitasi terhadap penyalah guna dilaksanakan dilaksanakan di Loka Rehabilitasi BNN Kalianda
Penyalah guna selama proses peradilan tidak dilakukan penahanan, karena misi penegak hukum adalah menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi.
Melalui kewenangan penyidik, penuntut umum dan hakim untuk menempatkan penyalah guna kedalam lembaga rehabilitasi selama proses penegakan hukum dan menjatuhkan hukuman rehabilitasi
Di Pengadilan Negeri Surabaya, Jaksa penuntut umum menuntut terdawa dengan tuntutan rehabilitasi namun putusan hakimnya memutuskan empat bulan pidana dan rehabilitasi selama tiga bulan di Rumah Sakit JIwa Menur Surabaya.
Memang masih banyak hakim yang tidak memahami misinya ketika memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika.
Yaitu perkara kepemilikan narkotika untuk dikonsumsi sehingga masih berharat menjatuhkan hukuman pidana bagi penyalah guna narkotika.
Kalau hakim menjatuhkan hukuman penjara, seharusnya hakim tersebut dapat di grouded menjadi hakim non palu sebagai bentuk pembinaan sampai memahami UU narkotika secara utuh.
4. Di pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jaksa Penuntut Umum menuntut Nia Rahmadani sebagai penyalah guna dengan tuntutan menjalani rehabilitasi di RSKO Cibubur.
Semoga hakim tidak melakukan misuse dalam menentukan bentuk hukuman bagi penyalah guna narkotika.
Selamat tahun baru 2022 dengan harapan semoga pengedar dan penyalah guna narkotika dibedakan bentuk hukumannya setimpal dengan perbuatannya.
Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya.
Penulis adalah adalah Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi. Merupakan Doktor, yang dikenal sebagai bapaknya rehabilitasi narkoba di Indonesia.
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, yang kini menjadi dosen, aktivis anti narkoba dan penulis buku.
Lulusan Akademi Kepolisian yang berpengalaman dalam bidang reserse. Pria kelahiran 18 Mei 1958 yang terus mengamati detil hukum kasus narkotika di Indonesia. Baru saja meluncurkan buku politik hukum narkotika.