“Komentar” Menteri Susi: Di Masyarakat Bali Soal Reklamasi Teluk Benoa
Jakarta – berantasnews. Rencana reklamasi Teluk Benoa yang dilakukan oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI), terjadi penuaian penolakan dari masyarakat setempat. Penolakan dilakukan oleh masyarakat, utamanya dari 23 desa yang terdampak langsung proyek reklamasi tersebut.
TWBI merupakan salah satu perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Artha Graha milik Tomy Winata. Dengan berbagai saluran telah ditempuh masyarakat Bali untuk menyuarakan penolakan sejak tahun 2013, terkecuali dengan mendatangi kementerian yang menangani sektor pesisir, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Di pihak lain, investor yang berencana mengembangkan Teluk Benoa sebagai daerah wisata baru, yakni TWBI, telah menyampaikan pandangan mereka kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Berada diantara dua kelompok kepentingan tersebut, Susi hanya akan berperan sebagai regulator, bukan mediator.
“Jabatan menteri itu jabatan politis, Pak. Hari ini saya di sini sebagai menteri berbicara dengan Bapak-bapak. Mungkin lusa saya sudah tidak menjadi menteri lagi,” ucap Susi, Senin (29/2/2016).
Susi mengatakan, hal terpenting dalam setiap pembangunan yang dilakukan adalah kepentingan masyarakat dan lingkungan. “Namun, jangan sampai ini menjadi politis, terdramatisasi,” kata Susi.
Dia menyampaikan kepada masyarakat Bali bahwa pihak KKP telah bertemu dengan investor. Menurut Susi, investor tersebut ingin berunding dengan masyarakat terkait rencana reklamasi Teluk Benoa.
“Saya tidak tahu, perundingan dua pihak sudah sejauh mana. Yang saya dengar ributnya saja. Saya tidak ingin menjadi mediator, di sini saya hanya sebagai regulator. Saya kemarin mendengar mereka ingin bicara dengan Bapak-bapak. Namun, itu pun kalau ada keterbukaan. Kalau tidak, ya akan sulit,” ujar Susi.
Regulasi menyeluruh
Lebih jauh, Susi mengatakan, sebagai regulator, dirinya ingin memastikan pembangunan yang terjadi mengutamakan kepentingan masyarakat dan lingkungan setempat. Namun, sayangnya, Susi mengakui, belajar dari pengalaman reklamasi yang ada di Indonesia, rupaya banyak hal-hal yang mesti diperbaiki. “Reklamasi harus diatur dengan peraturan pemerintah yang konsisten dan komprehensif, tidak parsial per daerah. Sebab, peraturan parsial menimbulkan banyak ketidaksepahaman antar-pemangku kepentingan,” kata dia.
Regulasi yang menyeluruh itu diharapkan akan mengurangi pembangunan, dalam hal ini reklamasi yang acap kali diwarnai pro-kontra. Selain itu, regulasi yang menyeluruh juga berpeluang untuk menjaga keserasian lingkungan.
“Sebetulnya, reklamasi yang betul itu menjaga lingkungan agar tidak terdegradasi. Namun, di kita, pengembang biasanya hanya membangun untuk dia sendiri. Untuk publik, tidak dipikirkan,” pungkas Susi.