Perlunya “Keberanian  Inovasi”  Kebijakan  Daerah        

Perlunya “Keberanian  Inovasi”  Kebijakan  Daerah        

BN – Wali Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), Edi Rusdi Kamtono mengklaim rencana pembangunan Jembatan Garuda tanpa menggunakan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) karena menggandeng investor swasta, bakal meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Menurut Edi, Jembatan Garuda ini bakal mencerminkan kemajuan Kota Pontianak modern dengan desain yang spektakuler,  bangun Jembatan Senilai Rp 1 Triliun Tanpa APBD “Pada akhirnya, kita harap keberadaan jembatan ini memberikan peningkatan pendapatan asli daerah,” kata Edi dalam keterangan tertulis, walikota  Edi Kamtono mengaku, pembangunan Jembatan Garuda bakal menelan biaya yang tidak sedikit. Maka tidak bisa menggunakan APBD sehingga menggandeng investor lewat kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). “Bangun jembatan butuh dana yang besar, sementara ketersediaan APBD sangat terbatas. Oleh sebab itu kami coba gandeng investor,” ucap Edi. Walikota berharap kehadiran jembatan ini nantinya bisa mengatasi persoalan transportasi dan kemacetan di Kecamatan Pontianak Selatan dan Kecamatan Pontianak Utara. “Tujuannya untuk akses mobilitas masyarakat dari Pontianak Kota ke Pontianak Utara menjadi lancar,” ungkap Edi. Lebih lanjut  menyebut, saat ini rencana pembangunan Jembatan Garuda masih dalam proses menunggu persetujuan Kementerian PUPR. Apabila sudah mendapat lampu hijau, dilanjutkan tahapan penyusunan draft perencanaan. Sebagai informasi, wacana pembangunan Jembatan Garuda diprakarsai PT Kapuas Berkah Illahi yang bekerja sama dengan China State Construction Overseas Development Shanghai. Jembatan Garuda ini nantinya akan berbayar. Dengan skema tarif yang diusulkan berdasarkan survei, yakni sepeda motor Rp 5.000, mobil Rp 30.000, dan truk trailer Rp 40.000. Jembatan ini diyakini memangkas waktu tempuh, dari biasanya, dengan menggunakan kapal feri mencapai waktu 1-2 jam, kini hanya 5-15 menit.  Apa yang dipaparkan diatas, masih dalam proses walaupun demikian

saat ini  ada berapa anggota DPRD dan akademisi membuat ulasan dan  komentar kehadiran jembatan Garuda, tetapi terlebih dahulu perlu paham skema KBPU, minimal konstruksi hukum atau regulasi juga perlu paham juga sumber pembiayaan infra struktur yang ada pada peluang melalui pemetaan   konstruksi hukum tertulis atau regulasi peraturan perundang-undangan, serta patut  seharusnya pahami dahulu hasil penelitian tim  dan akademisi lintas disiplin dan analisis kategorisasi, klarifikasi, verifikasi, validasi, falsifikasi skema KBPU berdasarkan regulasi, beserta tahapannya dan studi banding daerah lain yang telah memanfaatkan instrumen skema KPBU yang sudah berhasil membawa manfaat bagi implementasi otonomi daerah asimetris sesuai kewenangan yang ada pada institusi penyelenggaraan pemerintahan daerah saat ini, paradigma kebijakan pembiayaan paradigma sudah bergeser antara kewenangan hubungan pusat dan daerah berdasarkan konstruksi hukum dan atau regulasi kebijakan pembangunan infra struktur daerah, jadi analisisnya mutli disiplin agar kewenangan atribusi,delegasi ,mandat dan diskresi dimiliki para pejabat didaerah dan pejabat negara pada level penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu di stressing bukan hanya masalah teknis saja jadi peluang yang ada dalam regulasi dimanfaatkan sesuai dengan prosedur dan tindakan kebijakan strategis era otonomi daerah asimetris, kecuali hanya ingin jadi “penonton” inovasi kreatif kepala daerah lain diluar Kal bar, atau mau “jadi tempoyak” yang tak mampu out of the box dari paradigma kebijakan daerah yang lama, pada tataran inilah pentingnya kolaborasi ide dan stressing kebijakan yang tak keluar dari koridor peraturan  perundang undangan yang berkaitan dengan percepatan infra struktur daerah dan pemerataan pembangunan Infra struktur antara daerah antara wilayah di NKRI. Antara Jawa dan luar Jawa, ingat kita dulu bekas daerah otonom dan satuan kenegaraan berdiri sendiri terabadikan di catatan ketatanegaraan konstitusi RIS 1949 pasal 1,2 huruf b dan Daerah  istimewa Kalimantan Barat DIKB 1947 tersebut  yang bergabung dengan negara 17 Agustus 1945 inilah “bargaining kebijakan khususnya implementasi otonomi asimetris walaupun kal bar bukan daerah istimewa lagi”, tetapi perlu paham Borneo Barat yang jadi provinsi Kalimatan Barat ini mau dibawa kemana dalam wadah NKRI tanpa membebani APBN dan APBD itulah perlu terobosan atau keberanian kebijakan daerah yang dilakukan pejabat daerah , tetapi tidak melanggar regulasi peraturan perundang-undangan yang berlaku baca juga  https://www.berantasnews.com/mewujudkan-pembiayaan-infra-struktur-asimetris/ ( red )

CATEGORIES
TAGS
Share This